PBG | 04

2.3K 42 0
                                    

I am back, wahai para silent rider...

Jangan lupa lho, kasih 🌟 sama komengnyaaa 😏

Hepi riding 😱

.

Bibir Adam menghembuskan asap putih sambil menggerakkan jempolnya di layar ponsel. Ditemani segelas kopi sachet-an dan pisang goreng buatan Mpok Mi, serta beberapa siswa laki-laki yang menghabiskan waktu sepulang sekolah di warung, alih-alih pulang ke rumah dan memakan masakan sang ibu.

"Serius amat, Dam."

Suara salah seorang temannya, membuat Adam mendongak. Sejenak tangannya membuang abu di batang rokoknya. "Kenapa?" Tanyanya sembari kembali mendekatkan ujung rokok berfilternya ke bibir.

"Nggak, sih." Siswa laki-laki yang rambutnya sudah menyentuh kuping itu mengambil sepotong pisang goreng dan menggigitnya separuh. "Eh, ngomong-ngomong, Dam. Lo udah ketemu lagi sama Je, belum?"

"Belum." Adam membuang puntung rokoknya ke lantai dan menggilasnya dengan sepatu. "Gue duluan," pamitnya setelah membayarkan tagihannya ke pemilik warung. Ia malas berlama-lama di sana. Mengobrol dengan siswa laki-laki yang mengajaknya bicara tadi, hanya akan menyulut emosi. Ada banyak kekacauan yang bisa diakibatkan olehnya, jika diingatkan tentang nama itu.

"Lo di mana, La?" Tanya Adam saat menghubungi Dilara untuk mengajak perempuan itu pulang. Ia berdecak seketika saat mendengar lokasi Dilara. "Gue ke sana. Pulang! Nggak usah ganjen-ganjen terus." Ia kemudian menutup panggilan dan berjalan cepat ke lapangan bulutangkis. Seperti biasa, perempuan pecinta bulutangkis sejak beberapa bulan yang lalu itu tengah menjadi si bucin sejati.

"Habis ngerokok ya, Dam?"

Adam mengangguk. Ia menaiki sepeda motornya, kemudian mengulurkan helm pada Dilara. Setelah perempuan itu aman di atas boncengannya, ia segera meninggalkan parkiran dan keluar dari area sekolah.

"Adam, kurangin dong rokoknya." Dilara mencoba menasehati Adam saat berhenti di lampu merah. Ia mencolek bahu Adam dan menjulurkan kepala mendekati sang pengemudi. "Bekasnya suka bau nggak enak, tahu. Gue mau nyender-nyender lo, 'kan, jadi risih. Kurangin, ya?"

"Iya, besok."

"Kalo inget."

Adam dan Dilara tertawa bersama. Empat kata itu sudah puluhan, bahkan mungkin ratusan kali keluar dari mulut Adam. Hingga Dilara pun hapal setengah mati.

Sesampainya di rumah, Dilara bergegas masuk ke dalam rumah berlantai dua. Meninggalkan Adam yang berdecak sebal dengan kebiasaan perempuan itu. Selalu lupa menaruh sepatu ke rak dan meninggalkannya di depan teras. Selepas memungut dan meletakkannya ke tempat yang benar, Adam pun mengikuti Dilara masuk ke dalam rumah.

"La-"

Adam berhenti dengan tangan dan kaki yang mendadak kaku di pintu kamar Dilara. Bersamaan dengan itu, Dilara tengah melepas seragamnya dan menggantinya dengan kaos dan hotpants. Ia tak menyadari jika ada mata laki-laki yang mengintainya dengan binar nakal dan pikiran keruh.

Suara pintu yang ditutup membuat Dilara membalikkan tubuhnya. "Apa?" Tanyanya sambil membereskan seragam dan memasukkannya ke keranjang baju kotor.

"Ng-nggak." Salah tingkah, Adam pun berdeham untuk menetralisir pikiran kotornya. "Udah makan?" Ia kemudian mengalihkannya dengan pertanyaan yang biasa mereka ajukan satu sama lain.

"Belum. Mbak masak apa?"

Adam menggeleng. "Lo lupa, ya, kalo Mbak lagi ijin buat ke rumah saudaranya hari ini?"

Cengiran Dilara muncul. Ia lupa jika pagi-pagi tadi, sang pengurus rumah sedang pergi dan tak memasak apapun. Sarapan saja hanya susu, roti dan buah. Padahal Adam selalu makan nasi dan lauk pauk porsi kuli.

Adam berjalan ke arah ranjang Dilara dan menjatuhkan tubuhnya ke sana. Hidung lancipnya menghidu aroma Dilara yang tertinggal di bantal. Sedangkan si pemilik ranjang berdecak sebal. Tanpa segan, ia memukul kepala Adam. "Kebiasaan! Belum ganti baju udah ndusel-ndusel di ranjang orang. Nanti bau rokok lo ketinggalan, kampret!"

Pukulan Dilara membuat Adam mengerang. Ia berbalik dan menarik Dilara yang berdiri di sisinya. Tak elak, keduanya jatuh di atas ranjang hingga menghasilkan bunyi nyaring. Adam tertawa saat berhasil membuat Dilara duduk di atas pahanya. Seakan belum puas, ia kembali menarik perempuan itu. Hingga wajah keduanya hanya berjarak satu jengkal tangan Adam.

Kini giliran Dilara yang mengerang. "Apaan, sih?! Lepasin, Dam."

Tangan Adam menyentuh pipi tirus Dilara. Mengelusnya lembut seakan itu sebuah karya seni mahal. "Iya, nanti, La." Matanya menyoroti wajah Dilara yang cemberut. "Mau makan di luar atau masak sendiri?" Tanyanya.

"Masak biar irit."

Adam mengangguk. "Mau apa?"

"Bebas," sahut Dilara malas.

"Ok, I'll cooking for us." Adam mencubit pipi Dilara dengan keras. "But, give me a kiss!" Katanya sembari memonyongkan bibir.

"Kas-kis, kas-kis, ndasmu! Otak lo emang udah stuck di selangkangan, sih. Jadi, susah buat mikir yang lain."
Adam tertawa lepas mendengar makian Dilara. Ia bergerak melepaskan perempuan itu. "Ngaca sana, La. Emangnya otak lo buat apa selain ngayalin Kevin Sanjaya atau si Karung goni jadi pacar lo?"

Dilara melirik sadis Adam. "Berisik, Dam. Mumpung gue lagi baik hati, cepetan lo masak sana. Sebelum kaki-kaki gue mampir ke aset kebanggaan lo, dan berakhir dengan tangisan histeris kayak waktu pas lo disunat," ejeknya sambil menunjuk-nunjuk area vital laki-laki itu.

Kedua telapak tangan Adam refleks bergerak menutupi aset kebanggaannya. "Sialan. Lo nggak tahu gimana ngilu-nya sih, La." Ia beranjak duduk dan menatap punggung Dilara yang berjalan ke arah pintu. "Asal lo tahu, ya? Sunat itu lebih ngilu daripada sewaktu lo jebol perawan, La."

Langkah Dilara terhenti. Mukanya merah padam. Ia berbalik, meraih boneka anjing yang ada di dekatnya, lalu melemparkannya pada Adam dengan sekuat tenaga. "Emang tai, ya, lo."

Untungnya, refleks Adam cukup bagus. Ia menangkap boneka itu sambil cengengesan. "Jangan marah, dong. 'Kan gue ngomong fakta, bukan fitnah. Tapi, enak, 'kan?"

"Mana gue tahu, Adamesum! Gue masih perawan!"

Tbc...

"Cepetan, Dam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cepetan, Dam. Gue udah laper banget..." 😩

"Iya, sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya, sayang. Bentar yaa...
Liat aku ajaa nanti kamu pasti kenyang." 😚

PACARKU BUKAN GEBETANKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang