"All your story sounds like fairytale comparing to mine." Stella memulai ceritanya dengan suara lemah.
Aku pun mendekatinya, menggenggam tangannya erat. Kudapati tangan Stella sedingin es, dahinya mulai berkeringat di ruang yang cukup sejuk. Pikiranku berkecamuk. Apa yang terjadi padanya dalam lima tahun ini. Apa yang membuatnya bereaksi seperti ini hanya untuk bercerita. Kemana Stella kami, Stella yang selalu terbuka, ceria dan penuh tawa.
"Kamu gak harus cerita kok Stel kalau kamu gak siap." Jay memaksa dirinya tersenyum.
"We have all the time in the world now. You don't need to rush things." Kairo menimpali.
Ku genggam tangannya lebih erat, "It's okay. Kita bakal selalu ada disini dengerin kalau kamu mau cerita, kapan pun itu. Gak harus sekarang."
Stella menarik napas dalam dan menggenggam balik tanganku, "I got married."
Pikiranku tiba-tiba kosong beberapa saat. Kemudian seribu pertanyaan saling berkejaran untuk dimuntahkan pada sahabat kami yang duduk dengan wajah pucat dan penuh keringat di sampingku saat itu.
Kapan? Dimana? Bagaimana kami tidak tahu? Kenapa Stella tidak cerita? Apa yang sebenarnya terjadi.
Aku bisa melihat bahwa Kairo dan Jay sama terkejutnya denganku, wajah mereka nampak kosong untuk beberapa saat dan kemudian aku melihat ekspresi Kairo, aku tahu apa yang sedang dirasakannya.
Hurt. We're hurt by this.
Persahabatan kami tidak sedangkal itu, banyak hal kami lalui bersama sejak usia cukup dini. Pernikahan adalah salah satu milestone dalam hidup yang kami harap dapat kami bagi bersama. Kenangan indah yang dirajut penuh kasih untuk kami dan mungkin disampaikan dalam beberapa generasi.
"Maaf, aku tau gimana kita sering cerita soal pernikahan impian kita dan aku ingat betul bahwa Empat Sekawan selalu ada dalam gambaran itu. Everything happened so fast." Stella menundukan kepalanya malu.
"Aku bertemu dengan seorang lelaki saat kembali ke keluargaku, Ry-.."
Bibir Stella bergetar hebat, matanya berkedip cukup cepat menahan air mata yang pada akhirnya tumpah juga. Mulutnya bergerak, tapi tak ada suara yang keluar.
Ryan.
Stella berusaha mengucapkan nama Ryan, tapi tetap tak ada suara yang keluar. Aku mempererat genggamanku padanya dan mengangguk kecil mengingatkannya bahwa kami semua disini menemaninya.
"Ry-..." suara Stella kembali menghilang.
"You don't need to mention his name if you can't or don't want to" Jay tersenyum kecil menyemangati Stella.
"Sebut saja Mawar." celetuk Kairo membuat kami semua tersenyum.
"Mereka mengenalnya, bukan orang asing bagi keluarga kami. Bahkan jika ditelusuri, dia masih punya hubungan keluarga jauh dengan keluarga papaku. Sejak aku pulang, dia selalu datang main ke rumah setidaknya dua hari sekali. Awalnya aku mengacuhkannya, aku tidak berencana untuk tinggal lama di rumah jadi aku tidak ingin memulai hubungan apa pun. Seperti yang kalian tahu, aku berencana untuk bekerja setelah selesai kuliah kemarin. Also i'm bad with long distance relationship, jadi aku berusaha ngehindarin juga."
Stella melepas tanganku dan membenarkan duduknya, menarik-narik pinggiran roknya dan duduk lebih tegak lagi.
"Sampai suatu hari dia mulai mengajakku bicara, obrolan kami selalu ringan dan penuh tawa. Tidak lama kami mulai bertukar email karena dia tidak punya telepon genggam pada saat itu. Aku pun mulai jatuh cinta tanpa menyadarinya." Stella tersenyum kecut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Story [Bahasa Indonesia]
General FictionCerita kali ini hadir dari Alanna Irish, gadis 28 tahun yang jatuh cinta pada Tobias Klaus, anak orang kaya dengan hati seluas langit. Perjalanan cinta mereka berjalan mulus hingga suatu hari tahta, harta dan sosial status yang dipegang teguh oleh T...