Hai Ralia!

2.4K 155 7
                                    


Sangat membosankan!
Sudah jam berapa sekarang. Kelas juga belum di mulai. Entah, Dosen ini niat mengajar atau tidak. Kami semua harus memperkenalkan diri. Kenapa tidak mengabsen saja agar tahu nama kami?.

Bukan waktu yang sedikit untuk semua mahasiswa agar memperkenalkan diri.
Kami puluhan.

Ampun aku!

"Giliran kamu!"
Susi menyikut lenganku.

Segera aku berdiri di tempat dan mulai memperkenalkan diri.

"My name is Ralia Zahira. You can call me, Ralia!"

Dosen itu tersenyum. Ingin sekali kutonjok wajahnya saat itu juga. Ngapain dia senyam-senyum enggak jelas gitu. Kan aneh.

"Hai, Ralia! Nice to meet you."

What!!

Teman-teman sudah bercie-cie ria.

"Kok cuman Ralia sih, yang di Say hai?!"
Kiki angkat suara tapi bukan dengan nada iri. Dia sengaja meledekku. Nyebelin banget sih.
Buktinya mereka kembali ber-cie-cie kayak cicak kejepit.

"Dia spesial!"

Oh, my God! Segera bunyikan loncengnya. Ingin sekali ku akhiri sesi belajar ini. Rasanya, kami seperti anak TK saja. Aku paling benci di gombal-gombal.

"Huuuuuuuu!"
Teman-teman kembali heboh.

Ya sudahlah. Sepertinya, hari ini memang hari yang menakjubkan. Mudah-mudahan, saat pulang di rumah, Si Qois enggak habisin es teh yang aku buat dan taruh di kulkas.
Dan juga, tidak mengajak teman-teman bandelnya main ke rumah.

Kring! Kring! Kring!

Aku hampir saja sujud syukur. Akhirnya, sesi mengajar Pak Dosen itu akhirnya usai.
Dan akhirnya dia pamit keluar ruangan.

"Ya ampun, kayaknya si Pak Dosen naksir deh sama kamu, Li!" Teman-teman tiba-tiba berkerumun di sana sini. Rasanya tidak ada tempat agar aku bisa bernafas.

Sesak!

"Auk ah. Gelap!"

"Enggak gelap, Li. Terang. Wajahnya Pak Dosen itu terang!" Kiki kembali berpuisi.

"Ampun deh. Sumpah, aku enggak tertarik!"

"Oh, my God! Kita harus ke rumah sakit. Oh, bukan tapi ke psikiater. Sepertinya, kamu ada masalah kejiwaan!"

"Udah deh, Ki! Enggak suka aku sama yang kayak ginian."

"Eh, seharusnya, kamu itu Pepet dia. Lagian, kamu itu udah di kasi kesempatan, Li!"

Aku berlalu meninggalkan mereka dan keluar dari keremunan. Tenggorokan ku serasa kering. Pengen minum yang dingin-dingin.

Sesampai di kantin, Ku pesan es teler Pak Ujang. Es teler yang paling top jer sejagat raya. Ada Alpukatnya. Nangka, kelapa muda, sagu mutiara, dan aromanya itu bikin aku lupa kalau aku punya utang sama Pak Ujang.

Hadduh!

Mana cuman bawa uang pas, lagi.

"Bayar ini aja dulu, yah Pak. Yang Lima puluh ribunya besok aja. Hehhe"
Akhirnya pak Ujang hanya menggeleng pasrah.
Cukup membuatku merasa bersalah.

Ku suap es teler itu sesendok demi sesendok. Rasanya begitu nikmat dan segar.
Saat melihat ke samping, aku nyaris tersedak kacang disco.

Syukur mejanya berjarak. Jika tidak, dosen itu pasti sudah kena sembur mulut wangiku.

Ya ampun!
Dugaanku benar. Dia itu Playboy kelas kakap.

Lihat saja arah matanya kemana.
Dia bersama Bu Dosen Ami. Si Dosen cantik penuh pesona. Bodynya bohay. Bajunya kurang bahan. Sudah jelas pikiran Pak Dosen melayang hingga ke ketiak Pak Ujang.

Sebenarnya, aku tidak peduli. Tapi, berapa banyak perempuan yang akan ia perlakukan seperti itu. Kasihan kan, mereka. Di icip entar dan di buang nantinya.

Tapi, kalau di pikir-pikir ngapain juga aku pengen ikut campur.
Yang ada, masalahnya bakal makin panjang aja.
Iya, kan?!




Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang