"Ralia pulang!"
Teriakku lalu masuk ke dalam rumah."Astaghfirullah Al Adzim. Nih, anak yah. Salam aja enggak, langsung nyelonong masuk rumah kayak anak kambing!"
Ini dia wanita tercantik di dunia. Kujuluki dia Mama. Ia, dia Mamaku.Wanita yang paling sibuk sedunia. Tapi, walaupun sibuk dia enggak pernah lupa ingatin kita buat beri salam sebelum masuk rumah.
"Iya, Ma. Assalamualaikum"
Ucapku dan Mama menjawabnya."Oh, iya Li. Mama akan keluar kota beberapa hari. Jangan keluyuran. Qois jangan lupa di kasi makan."
"Ya ampun, Ma. Emang Si Qois itu kucing apa? Jangan lupa di kasi makan? Dia itu udah kelas tiga SMA Ma"
"Iya, Mama tau kok. Tapi, dia suka telat makannya."
"Terus, Papa mana?"
"Yah, keluar kota juga sama Mama. Emang dia mau relain Mama pergi sendirian? Kamu tahu kan kalau Mama kamu ini cantik walaupun umur enggak lagi muda."
Ya elah...
Mama narsis."Dada anak Mama. Jaga adik kamu. Mama mau nyusulin Papa di kantor. Awas saja kalau Papamu itu lunch bareng sekertarisnya. Mama bakalan tendang bokong Papa kamu. Dan Mama akan cariin Papa baru buat kamu"
Mama terus berceloteh dan kupingku terasa penuh. Barusan dia bilang kalau Papa enggak bakalan rela liat Mama keluar kota sendirian.Sebenarnya, yang Posesif itu Mama atau Papa?.
"Oh, iya."
Mama balik lagi. Padahal tadi udah lenyap di balik pintu."Ada parcel di atas kulkas. Bawain tetangga baru kita. Oke! Itung-itung, biar Mama bisa minta tolong jagain kamu sama Qois."
Mama kembali menghilang. Dan beberapa menit kemudian, muncul kembali."Oh, iya Mama lupa. Assalamualaikum!"
Ucapnya dan aku menghela nafas panjang lalu menjawab salamnya."Tetangga baru?! Perasaan rumah samping itu udah berhantu deh. Emang ada yang mau nempatin? Kalau pun ada, pasti orang yang sangat aneh"
Kulangkahkan kaki menuju kamar pribadiku. Sholat dan langsung merebahkan diri. Sebentar lagi azan asar. Dan aku tidak terbiasa tidur di waktu sore. Papa melarang keras.
Suara ketukan pintu membuat mataku yang hampir saja terpejam kembali terbuka sempurna.
Itu pasti Si Qois anak manja.
Bodoh amat. Pintu kan enggak terkunci. Kembali ku tutup mataku perlahan.
Benar-benar sangat mengantuk."Tok. Tok. Tok!"
Ya ampun!
Tuh, anak minta di jitak apa yah!
Ngeselin banget sih."Pintunya enggak ke kunci Qois!"
Teriakku sekeras mungkin dan kembali menutup pintu kamar.Tapi, ketukannya semakin keras. Kembali kubuka pintu kamar dan melangkah kan kaki penuh emosi.
"Kakak sudah bilang pintu enggak ke konci. Dasar ban..." Syukur kata banci belum aku ucapkan. Saat melihat siapa yang datang.
Si muka lampu. Anaknya pak Ustadz yang memang rumahnya tidak jauh dari rumahku."Assalamualaikum"
Sapaannya itu loh. Bikin mata berbinar-binar.
Sangat lembut dan matanya hanya menatap kebawah. Aku yakin dia itu gaudhul basor. Yang biasa di katakan teman-teman akhwat di fakultas sastra arab."Waalaikumussalm"
"Ini, saya bawa undangan. Mudah-mudahan sekeluarga bisa hadir, yah?" Ucapnya lalu menyodorkan sebuah undangan. Perasaanku menjadi tidak enak.
"Undangan?"
"Abang saya mau nikah"
Jelasnya."Oh. Syukurlah!"
Oh my God!
Apa, tadi yang aku ucapkan. Dia sudah menatapku dengan dahi berkerut."Oh..hehe.. maksud saya, itu syukurlah udah dapat jodoh. Hehe"
"Oh, haha. Iya. Saya balik dulu. Assalamualaikum!" Pamitnya kemudian berlalu.
Setelah menutup pintu, kembali ku menuju kamar setelah meletakkan undangan itu asal.
Aku bersyukur bukan si wajah lampu yang menikah. Tapi, Abangnya si wajah api.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Dosen
Teen FictionRalia bergidik ngeri saat pria yang menjadi dosen pengganti itu mengedipkan sebelah mata padanya. Memang tampan. tapi Ralia tidak suka.