PROLOG

181 7 2
                                    

     Mentari telah bersemangat untuk memberi kehangatan pada planet yang kaya akan oksigen ini. Bersama embun pagi, kurasakan hangat yang merasuki tubuhku. Aku masih tak menyangka kalau aku akan berpisah jauh dengan teman temanku. Setelah tiga tahun kami bersama, pada akhirnya kami harus berpisah untuk mengejar impian masing masing.
     "Zahrina!" Panggil Shifa. Temanku. Dia terlihat begitu terengah-engah. Mungkin setelah berlari.
     "Tenang dulu Shif! Pelan pelan ceritanya"
     "Zah kamu tau ngga yang mewakili kelas 9 untuk sambutan dimana?" Wajah Shifa terlihat panik. Aku mengerutkan kening bingung.
     "M-maksud kamu Furqan?"
     "Iya. Dia tiba-tiba ngga ada. Padahal acaranya sudah mau dimulai. Tolong bantuin aku cari dia dong Zah!" Aku terkejut dengan ucapan Shifa. Mencari Furqan? Aku bakal kayak bicara sama es batu kalau ngajak bicara dia. Mau tidak mau aku harus mencari manusia es itu. Aku tidak ingin acaranya hancur hanya karena satu orang angkatan kelas 9 menghilang.
     Aku berjalan menelusuri setiap koridor sekolah. Namun, tetap tak ku temukan ia. Kucari di kelas, tak ada.kucari di perpustakaan pun juga tidak ada. Hanya satu tempat yang belum aku cari. Taman. Aku ingat dia akan pergi ke taman kalau terlihat sedang banyak pikiran.
     Aku bergegas melangkahkan kakiku menuju taman sekolah. Kupandangi sekeliling taman. Hingga pada akhirnya ku temukan seorang pria duduk membelakangiku di kursi taman. Kulankahkan kaki ku perlahan untuk menghampirinya. Jantungku berdebar katika ingin membuka suaraku.
     "A-Assalamualaikum" Salamku. Aku menundukkan kepalaku agar perasaan ini tak tumbuh semakin subur.
     "Waalaikumsalam" Jawabnya, yang tak mengalihkan pandangannya.
     "M-maaf aku mengganggu. Acaranya segera dimulai." Jantungku berdetak tak keruan. Rasanya aku merasa bersalah selama ini. Dia bersikap dingin padaku, tapi beraikap manis pada Velisya. Mengapa rasa ini begitu menyiksaku?
     "Baiklah" Tanpa berbasa basi, dia langsung pergi meninggalkanku begitu saja. Dan secara tak ku sadari, bulir bening telah membasahi pipiku. Mengapa begitu sakit? padahal sudah terlihat kalau dia telah menaruh hati pada orang lain.
     Acara berlangsung dengan lancar. Setelah para tamu bubar dari aula, semua murid kelas 9 saling meminta maaf dan mengucap selamat. Kulihat dia sedang berbincang dengan teman-temannya. Kelihatannya sedang asik bercanda. Subhanallah senyumnya begitu sejuk tuk di pandang, tatapan matanya terlihat tenang, dan jas hitam yang menambah kesan lebih dewasa padanya. Aku mulai tenggelam dalam senyumnya. Hingga pada akhirnya senyumku pudar ketika ia di datangi oleh Velisya.
     "Zahrina! Kamu kenapa?" Tanya Nurul, sahabatku.
     "Eh! Ngga kok ngga apa apa" Nurul mengikuti arah pandanganku sebelum dia mengalihkan pandanganku.
     "Oooowhh.....jadi kamu cemburu...." Begitulah Nurul. Suka meledekku ketika aku terfokus pada Furqan.
     "Eh...ngga lah! Ngapain juga aku harus cemburu. Lagian kan dia udah punya Velisya." Ucapku yang memendam banyak kebohongan.
     Aku hanya bisa berharap dia menghampiriku dan setidaknya mengucapkan kata 'selamat' atas kelulusan bersama.

***
1

     Sore ini adalah sore terakhir aku diniyah. Karna besok pagi, aku harus berangkat ke pesantren. Memang berat kurasa untuk berpisah jauh dengan teman-temanku. Tapi harus ku lakukan demi masa depanku.
     Ku dekap kitab tauhid yang ku bawa dari rumah menuju tempat diniyahku. Ketika ku hendak memasuki kelas, kulihat adik kelasku terjatuh dari sepeda. Aku segera menghampirinya dan membantunya berdiri. Setelah membantunya berdiri, tak ku sadari ternyata ada orang lain yang juga menolongnya.
     "Kamu ngga apa apa kan? Ada yang luka ngga?" Tanyaku panik.
     "Aku ngga apa apa kok kak! Terima kasih ya kah Zahrina, kak Furqan" Ucapnya. Apa? Furqan? Aku menoleh menghadap orang yang ada di depanku. Deg. Seketika aku menundukkan pandanhanku. Bukan tak sudi melihat, namun, aku tak ingin perasaan ini semakin bermetamorfosis dalam relung hatiku.
     "Zahra, kakak duluan ya!"
     "Iya kak! Sekali lagi terimakasih ya kak!" Aku membalasnya dengan senyuman dan mengelus kepalanya. Ku tatap Furqan sejenak tuk melempar senyum mengisyaratkan pamit padanya, dan pergi meninggalkan mereka.
     Di kelas pun aku mulai tak fokus pada pelajaran yang di jelaskan ust Haris. Aku hanya terfokus pada satu sosok yang terlihat tenang dan sangat konsentrasi memperhatikan pelajaran yang diajarkan oleh ust Haris. Mungkinkqh ini yang terakhir menatap wajahnya yang tenang itu?.
     "Zahrina?!" Aku sontak menoleh ketika ust Haris memanggil namaku.
     "I-iya ust?"
     "Kamu faham apa yang saya jelaskan?"
     "I-iya ust, saya faham dengan pelajaran hari ini"
     "Baiklah sekarang kita lanjut" Pada akhirnya ust Haris melanjutkan mata pelajaran hari ini. Sungguh dia telah menenggelamkanku dalam perasaan yang asing ini.
     Diniyah pada sore ini pun selesai. Aku berjalan pulang bersama teman temanku. Hari ini memang kami memutuskan untuk jalan kaki. Lagi pula jarak rumah kami dengan sekolab diniyah cukup dekat.
     "Zahrina!" Tiba tiba seseorang memanggilku. Dia adalah kak Wildan, kakak kelas ku. Aku menghentikan langkahku.
     "Ada apa kak?"
     "Nih buat kamu!" Ucap kak Wildan sambil memberikan sebuah lipatan kertas kepadaku.
     "Apa ini kak?" Tanyaku yang penasaran dengan isi kertas itu.
     "Buka saja nanti kalau sampai di rumah" Tanpa basa basi, kak Wildan langsung meninggalkanku begitu saja.

***

Assalamualaikum
Temanku....
Mungkin kau merasa bersalah atas sikapku kepadamu selama ini. Aku hanya tak ingin membuatmu semakin terpuruk karena kesalahanku. Aku hanya ingin Mjnta maaf atas sikapku selama ini. Sikap yang mingkin tak kau inginkan. Dulu kita bersahabat. Tapi sekarang kita mulai saling menjauhi. Aku hanya ingin membuatmu bebas melakuakn apa pun, berteman dengan siapapun. Terimakasih atas waktumu dulu yang meluangkan waktu untuk berteman dengan manusia sepertiku ini. Yang tak menentu dengan pilihanku yang sebenarnya. Dan selamat atas kelulusan bersama.
Wassalamualaikum

     Buliran bening mulai mengalir deras membasahi pipiku. Meski aku sedikit tak tak mengerti akan isi surat itu. Apa maksud dari kata 'kesalahanku'? Aku tak pernah menyalahkannya selama ini. Bahkan aku tak menyalahkannya ketika dia mulai dekat dengan Velisya.

***

Assalamu'alaikum

Waalaikumsalam

Vel maaf aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini

Maksud kamu?

Aku ingin kita mengakhiri kisah kita

Maksud kamu putus?

Bisa di bilang seperti itu

Tapi kenapa tiba tiba
Furqan!
Kenapa harus putus?
Furqan! Aku sayang sama kamu Qan

Maaf Vel ini semua harus ku lakukan. Karena aku tau kamu tidak akan bisa menerima kenyataan ini. Aku tidak yakin kalau kamu akan setia menunggu perpulanganku. Aku mau ke pesantren Vel.

Tapi aku yakin akan bisa menjaga hatiku untukmu Qan
Furqan!
Kok off sih
Qan tolong jangan putus

     Terlihat seorang laki-laki menghempaskan tubuhnya pada kasur tempat tidurnya. Dia terlihat frustasi hari ini. Ia memjamkan matanya untuk menenangkan fikirannya. Tak lama ia memejamkan matanya, adzan maghrib telah berkumandang. Furqan segera mengambil air wudhu, dan mengalungkan sajadahnya pada lehernya kemudian beranjak menuju masjid.
     Baru kali ini ia termenung lama di dalam masjid hingga jama'ah di dalam masjid hampir sudah tidak ada. Di tengah lamunannya, tiba tiba seorang laki-laki menghampirinya.
     "Assalamu'alaikum" Sapa laki-laki itu.
     "Waalaikumsalam" Jawabnya.
     "Kamu kenapa Qan? Ngga biasanya kamu murung kayak gini?"
     "Mas! Menurut mas Sidiq, seumuran Furqan itu udah pantes belom buat jatuh cinta?" Sidiq tertawa mmendengar pertanyaan Furqan.
     "Kenapa tidak? Kalau kamu suka sama orameninggalkannyag, mending jangan. Tapi kalau kamu suka sama dia karena Allah, kenapa harus kamu hindari? Tapi saran dari mas nih ya, sebaiknya kamu jangan pacaran dulu. Kamu tunggu saja waktu yang tiba, nah kamu pacari dah tu setelah kamu ngucap qobul di depan bapaknya" Sidiq terkekeh kecil.
     "Apaan sih mas, lagian Furqan baru lulus MTs kali kak"
     "Udah udah mending kamu fokusin belajar dulu sana! Ngga usah mikir cinta cintaan! Belum waktunya buat kamu." Sidiq mengelus puncak kepala Furqan, dan langsung meninggalkannya. Furqan langsung menyusul keluar dari masjid, dan pulang ke rumah.

***

     Hari ini, siang ini, aku harus pergi ke pesantren untuk tholabul 'ilmi. Mengejar masa depan yang ku impikan. Begitu berat memang saat pertama akau harus hidup mandiri tanpa ada orang tua yang selalu memanjakanku. Aku melihat luasnya pondok pesantren ini, membuatku sedikit tenang. Mungkin dengan keberadaanku di sini aku bisa melupakan semua tentang dia. Tentang Muhammad Furqan Azzaky. Dimana namanya sudah tenggelam sejak sekian lama di dalam jurang hatiku.
     "Kamu baik baik ya di sini. Kalo Bunda sama Ayah ada waktu luang, pasti kesini" Ucap bunda.
     "Iya bun! Bunda hati-hati ya sama Ayah" Ucapku sembari menyalami mereka berdua sebelum mereka pergi meninggalkanku. Kumasuki kamar baruku dan ku pandangi setiap sudut kamar. Sangat asing terlihat sedikit lebih besar dari kamarku dirumah. Didalamnya di huni oleh 25 orang 3 orang pembimbing kamar.
     Dengan kehidupan baruku di pesantren ini, akan ku mulai waktuku dari awal. Aku akan melupakan semua tentang masa lalu yang berhubungan dengan Furqan.

Takdir Dari PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang