7

45 2 4
                                    

"Latihan kita hanya kurang satu bulan lagi. Jadi ustad harap kalian tingkatkan latihan kalian. Hasilkan karya semenarik mungkin. Harumkan nama pondok kita" ucap ustad Rifki.

Benar benar tak terasa. Lombanya kurang satu bulan lagi. Dan aku semakin bingung dengan karyaku yang tak pernah sempurna di mataku. Aku harus bagaimana untuk memaksimalkannya?. Sudahlah aku benar benar hanya bisa pasrah.

***

Hari terus berlalu. Setiap malam pun aku selalu sibuk dengan tiga jam waktu istirahatku untuk melatih imajinasiku. Bahkan terkadang aku sampai tertidur di jam pelajaran. Sampai sampai ustad dan ustadzah di kelasku sering menanyakan kenapa aku sering mengantuk di kelas.

Dan di setiap malam pula, aku selalu merasa ada yang aneh dengan kak Syelina. Tiga minggu terakhir ini, dia seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Padahal semenjak kami latihan bersama, kak Syelina itu baik banget, terbuka, humoris. Tapi kenapa tiba tiba dia berubah?

Aku belum sempat menanyakan apa apa dengannya. Jangankan tanya, bicara saja hampir ngga pernah. Selain kalo yang di bahas tentang kaligrafi sih. Semakin hari, aku semakin di buat bingung dengan tingkah kak Syelina.

Malam ini aku mengikuti jadwal berangkat latihan kak Syelina yang selalu datang lebih awal. Aku penasaran dengan tingkahnya yang tak seperti biasa.

Sesampainya di kelas, ku lihat kak Syelina sedang sibuk dengan cat yang tengah di campurnya. Ku dekati dia.

"Assalamualaikum kak!" salamku kepadanya.

"Waalaikimsalam" jawabnya singkat dan pandangannya masih tetap pada cat yang ia pegang.

"Ehmm......aku boleh ngomong ngga?" tanyaku.

"To the point aja" jawabnya. Begitu singkat sekali. Membuatku semakin takut untuk menanyakannya.

"Akh! Ehm....kalo aku punya salah maaf ya kak!" mendengar ucapanku, kak Syelina langsung menghentikan gerakan tangannya untuk mencampurkan cat biru mudanya.

"Yah, aku cuma ngerasa kalo sekarang itu kakak jadi beda" ucapku perlahan.

"Aku ngerasa kalo kakak ngga seperti yang aku kenal selama ini. Kakak dulu selalu cerita tentang diri kakak ke aku, sering ngajak aku bercanda meski sedang fokus latihan. Tapi kenapa kakak sekarang hanya diam saja? Ngga pernah ngajak aku basa basi lagi?" tanyaku. Kakiku sudah bergetar. Karena aku yakin kalo aku ngga akan bisa kuat mendengar jawaban dari kak Syelina. Kak Syelina langsung menaruh wadah catnya dan menghadapkan pandangannya ke arahku.

"Duduklah dulu!" ucapnya. Aku langsung duduk di kursi yang ada di depan meja yang di gunakan kak Syelina. Perlahan ku balas tatapannya yang datar.

"Kita satu bulan lagi lomba kan, jadi ngga ada salahnya kalo kita fokus sama latihan kita, ngga perlu lah namanya basa basi kalo sedang latihan."

Hening.

"Ini bukan berarti aku benci, atau aku menghindar dari kamu Zah! Tapi ini juga untuk mengharumkan nama baik pondok kita. Sudahlah, sebaiknya kita fokus pada latihan kita" ucapnya yang langsung melanjutkan untuk mencampurkan cat kembali.

Aku segera kembali ke bangku yang biasa aku gunakan untuk latihan. Ku buka box catku, dan ku racik warna warna cat baru.

Tak selang lama, para ustad pembimbing pun datang. Seperti biasa, kak Iqbal juga bersama dengan mereka. Itu semua karena untuk menjaga keamanan antara santri putra dan santri putri.

Kak Iqbal tersenyum ke arahku. Aku pun membalasnya dengan senyuman tipis. Selalu seperti itu.

***

Seperti biasa, setiap pagi semua santri berangkat ke madrasah untuk menuntut ilmu.

Aku berjalan menuju madrasah bersama dengan teman dekatku. Yah siapa lagi kalo bukan Nayla. Dialah yang selalu setia mendengar curhatanku. Meaki terkadang aku yang selalu malu untuk mengatakannya.

"Zah! Kamu tau ngga kelas dua belas yang populer di kelas dua belas putri itu?" ucapnya yang dengan ekspresi girang.

"Ngga tau. Emang siapa sih yang temen temen maksud itu?" tanyaku. Aku selalu mendengar kata kata kakak kelas yang populer di angkatanku. Sebenarnya siapa sih orangnya.

"Iihh masa kamu ngga tau sih Zah? Padahal dia tu juga ikut kursus kaligrafi tauk" ucap Nayla.

"Udahlah ngapain juga bahas bahas santri putra? Ngga jelas banget" ucapku langsung meninggalkan Nayla.

Nayla terus mengejarku sampai kelas. Sesampainya di kelas, aku di kejutkan dengan kerumunan kakak kelas dua belas yang menggerombol di sekitar bangkuku.Dengan rasa takut, aku menghampirinya.

"Maaf kak! Ada apa ya kok pada nggerumbul di sini?"

"Nah ini ni yang kita cari" ucap dari segerombolan kakak kelas itu.

"Maaf kalo boleh tau ada apa ya kak?" tanyaku yang masih tak tau apa apa.

"Kamu tau ngga sih apa kesalahan kamu?" tanya segerumbulan yang lain. Aku masih terdiam penuh tanda tanya.

"Berani beraninya kamu rebut Iqbal dari Syelina" ucap salah satu dari segerumbulan itu. Dan kelihatannya dia begitu marah.

Aku pun terkejut mendengarnya. Kenapa aku? Kak Syelina? Kak Iqbal? Apa maksudnya? Apakah mereka pacaran?

"Maaf kak sebelumnya, maksudnya gimana ya?" tanyaku masih dengan mudahnya.

"Kamu ngga tau kan seberapa besar cinta Syelina ke Iqbal? Kamu tu harusnya mikir! Syelina sudah menyukai Iqbal sejak kelas sebelas. Dan kamu yang baru masuk saja, dengan mudahnya mencuri perhatian Iqbal" ucapnya

"M-maksudnya apa sih kak? Aku ngga paham" ucapku yang masih bingung dengan ucapan para kakak kelas ini.

"Kamu peka ngga sih kalo Iqbal itu suka sama kamu? Dia sampe nulis nama kamu di HVS dan di tempel di almarinya"

Apa? Namaku?

"Apa? Ngga mungkin kak! Kak Iqbal ngga mungkin suka sama aku" ucapku. Buliran bening mulai menutupi kelopak mataku, pandanganku mulai kabur, hingga pada akhirnya buliran itu mulai jatuh membasahi pipiku.

"Kamu masih bilang ngga mungkin? Sekarang, yang kami mau hanyalah, kamu jauhi Iqbal, atau kamu akan menderita" ucapnya lalu berjalan hendak meninggalkan kelasku.

"Kalo kalian datang ke sini hanya untuk mengatakan itu, kenapa bukan kak Syelina saja yang datang? Apa urusannya dengan kalian?" ucapku. Mereka berhenti mendengar ucapanku. Namun tanpa menoleh, mereka langsung meninggalakan kelasku begitu saja.

Aku terduduk di bangkuku. Tak bisa menahan air mata yang terus ku bendung.

Tiba tiba Nayla berlari menghampiriku. Dia memelukku erat. Mungkin dia sudah tau apa yang terjadi padaku hari ini.

"Kok bisa sih Zah! Kenapa mereka nuduh kamu yang bikin Kak Iqbal luluh?"

"Aku juga ngga tau Nay! Memang sih dulu kak Iqbal pernah bilang ke aku kalo dia suka sama aku. Tapikan itu dulu waktu MTs, sekarang kan juga ngga mungkin kalo kak Iqbal masih suka sama aku" ucapku sambil terus menahan isakan.

"Mungkin aja kak Iqbal masih setia sama kamu" ucap Nayla.

"Kak Iqbal yang terkenal itu?" tanya Zelfi, teman sekelasku.

"Iya Zel! Masa kamu ngga tau sih?" ucap Nayla.

Apa? Jadi yang selama ini di bilang populer itu kak Iqbal?


Takdir Dari PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang