Malam ini aku harus minta maaf sama kak Syelina. Aku bener bener ngga bermaksud untuk membuat kak Iqbal suka sama aku.
Bodohnya aku. Selama ini aku ngga tau kalo ternyata kak Syelina itu cemburu atas perasaan kak Iqbal kepadaku. Tapi kenapa harus aku? Dan kenapa selalu begini? Dulu kak Tasya, sekarang kak Syelina. Memang ya dunia itu sempit banget.
***
"Kak!"
"Hmm??" apa? Singkat sekali.
"Aku mau tanya kak!" ucapku.
"Tanya aja!" ucapnya datar.
"Hmm.... Aku mau tanya,....apa kakak nyimpan perasaan ke kak Iqbal?" tanyaku. Aku benar benar takut dengan jawaban kak Syelina.
Kak Syelina pun menaruh kembali kuasnya. Hening.
"Menurut kamu?" tanyanya balik. Aku bingung untuk menjawabnya. Apa yang harus ku katakan?.
"A-aku denger dari teman temen kakak kalo kakak suka sama kak Iqbal, bahkan kakak selalu mencari cara untuk meluluhkan hati kak Iqbal" ucapku panjang lebar.
"Iya Zah! Aku memang selalu mencari cara untuk meluluhkan hatinya."
Hening.
"Tapi itu dulu! Sebelum kamu datang dan mendahuluiku mendapatkannya" ucap kak Syelina. Tapi kenapa aku? Bahkan aku tak pernah berbincang lagi sama kak Iqbal. Haruskah aku menjauh?.
"Tapi kak, aku ngga pernah punya niat untuk merebut kak Iqbal" ucapku.
"Sudahlah Zah! Kamu tu ngga usah ngelak lagi!" ucapnya. Air mataku mulai menetes membasahi pipiku.
"Sudah terbukti semua! Kalo kamu yang menyebabkan usahaku untuk mendekati Iqbal gagal! Semua harapanku telah hancur karna kamu!" ucapnya. Tangisan kak Syelina pun berhasil pecah.
Aku benar benar tidak berguna. Apa yang salah dengan diriku ini? Hingga aku selalu membuat masalah dengan kakak kelasku. Dulu aku selalu menjadi masalah dengan kak Tasya. Dan sekarang aku bermasalah dengan kak Syelina. Kenapa sebenarnya denganku ini?
Aku kembali duduk di bangkuku. Melanjutkan karya yang sempat ku tinggalkan karena perdebatanku dengan kak Syelina. Air mataku masih terus mengalir dan tak kunjung berhenti.
"Assalamualaikum" itu ustadz Rifki.
"Waalaikumsalam" jawab ku yang langsung menghapus air mataku.
"Kamu habis nangis? Kenapa Zah?" tanya ustadz Rifki.
"Eh! Ngga ustadz! Saya ngga apa apa. Hanya rindu keluarga saja" ucapku beralasan.
"Owh ya udah kamu lanjut in deh latihannya. Siapa tau nanti kamu dapat juara, kan lumayan buat bahagiain mereka" ucap ustadz Rifki.
Aku segera menyelesaikan karyaku, dengan bimbingan ustadz Rifki. Sesekali ku sempatkan menoleh ke arah kak Syelina. Dia begitu tenang seperti tak terjadi apa apa. Bahkan sesekali aku melihatnya memandang kak Iqbal. Dan terkadang pula aku juga menatap kak Iqbal yang tak pernah sadar dengan tatapan kak Syelina. Dia justru melihatku dan melemparkan senyumnya padaku. Owh tidak!! Sebaiknya aku jangan memperburuk keadaan.
Dan mulai malam ini aku tidak akan menggubris kak Iqbal. Aku akan menganggap bahwa kak Iqbal adalah orang yang tidak pernah aku kenal selama ini.
***
"Zahh! Kamu dapat panggilan dari kantor Aminah" ucap Nayla.
"Akh masa?! Tapi ada apa?" tanyaku bingung.
"Ada yang mengunjungi kamu" ucap Nayla.
"Siapa? Ngga mungkin kalo Bunda"
"Aku juga ngga tau makanya kamu samperin aja lah" ucap Nayla.
Aku segera menuju kantor Aminah. Aku menjumpai seorang wanita yang duduk di kursi tunggu kantor Aminah. Yah! Itu adalah ibu kak Iqbal. Tapi kenapa mencariku?
"Assalamualaikum! Tante ada perlu apa di pondok putri?" tanyaku.
"Waalaikumsalam! Eh Zahrina! Ngga kok tante cuma mau mengunjungi kamu saja" ucapnya.
Tidak mungkin jika ini bukan permintaan kak Iqbal. Ada apa sih dengan kak Iqbal? Selalu saja aku yang ia inginkan. Apakah tidak ada yang lain? Yang pantas ia cintai selain aku?
"Ehmm....pasti permintaan kak Iqbal ya tante?" aku memberanikan untuk bertanya.
"Eh?!...dari mana kamu tau?"
"Saya sudah tau semuanya tante! Maaf bukannya saya tidak menghargai tante, tapi saya tidak bisa ikut dengan tante untuk menjenguk kak Iqbal" ucapku pelan pelan. Aku hanya tak mau ucapan ku bisa melukai hati ibu kak Iqbal.
"Kamu ada masalah apa dengan Iqbal? Sampai kamu tidak mau menemuinya? Ceritalah pada tante" ucapnya. Tidak mungkin aku menceritakan semuanya. Tapi aku harus gimana lagi.
"Ceritanya panjang tante! Intinya saya ngga bisa ikut dengan tante! Maaf tante!"
Ibu kak Iqbal begitu sabar. Bahkan ia tak menampakkan raut wajah kecewa ketika aku menolak untuk ikut dengannya. Apakah aku harus cerita? Atau aku harus diam dan membiarkan diriku untuk memendamnya dalam dalam.
"Baiklah kamu kamu tidak mau, tante tidak akan memaksa kamu. Tante pamit dulu ya! Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" ibu kak Iqbal langsung meninggalkan ku dan kembali ke pondok putra.
Aku benar benar tak tau harus berbuat apa. Aku ingin menghindari kak Iqbal hanya untuk menjaga perasaan kak Syelina. Tapi kak Iqbal terus mencari cara untuk bisa bertemu dan berbincang denganku. Haruskah aku mengundurkan diri dari kompetisi lomba kaligrafi itu? Hanya agar aku bisa menjaga perasaan kak Syelina yang terluka karena kak Iqbal memendam perasaan padaku? Tapi...aku sangat menginginkan untuk ikut lomba itu.
***
Luka itu kembali tumbuh.
Luka yang telah lama terukir, dan pernah hilang dalam perpisahan.
Sungguh dunia ini begitu sempit untuk pergi dari setiap masalah.
Hanya sebuah perasaan yang selalu merusak sebuah pertemanan itu kembali hadir.
Dan merusak segalanya lagi.
Mungkin aku memang tak akan di takdirkan untuk bahagia."Kamu ngga boleh gitu Zah!" ucap seseorang di belakangku. Refleks aku langsung menutup buku diaryku.
"Apa sih kamu ngagetin saja"
"Aku tau kok apa yang kamu tulis"
Hening.
"Tentang kak Iqbal kan? Sudahlah biarkan saja. Itu urusan kak Syelina. Kamu ngapain ikut ikut? Biarin kak Iqbal suka sama siapa, yang penting kamu itu tidak pernah punya niat untuk mendahului kak Syelina mendapatkan kak Iqbal. Udah! Gampangkan!" ucap Nayla dengan mudahnya. Mungkin dia mikir ngga jadi masalah antara aku dan kak Syelina. Dasar tak pernah peka.
"Masalahnya aku tu ngga mau punya musuh Nay!" ucapku. Emosiku mulai terpancing dengan ucapan Nayla.
"Hoo sabar Zah! Ngga usah ngegas, aku tau kok gimana rasanya jadi kamu. Sudahlah semua itu hanya butuh waktu, kamu cukup nikmati dan jalani apa yang akan terjadi. Dan ingat Zah! Takdir Allah itu ada" ucap Nayla panjang lebar.
Setelah ku pikir pikir, benar juga apa yang di katakan Nayla. Aku hanya cukup menjalaninya, dan membenarkan kesalah faham an ini. Dan takdir Allah itu ada. Jika memang kak Iqbal di takdirkan sama kak Syelina, pasti mereka akan bersatu. Mungkin saja itu yang di maksud Nayla. Dan seharusnya, aku harus bisa menghadapi masalah ini. Sendiri. Karena aku merasa, akulah penyebab perselisihan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Dari Pesantren
RomancePerasaan cinta yangku pendam sejak lama. Dan atas kehendak Allah aku harus terpisah jauh darinya, hanya untuk tholabul 'ilmi. Aku sudah berusaha untuk melupakannya. Namun, rasa itu terus berkembang pesat di relung hatiku ini. Aku hanya bisa pasrahka...