BAGIAN DUA

41 5 2
                                    

Hari minggu,
Hari yang paling dicintai bagi hampir semua umat manusia.

Termasuk Annaya. Bagaimana tidak? Omset tokonya bisa naik nyaris berkali kali liat pada hari minggu.  Semua orang menghabiskan hari minggu mereka dengan bersenang - senang. Piknik dipinggir danau, nonton film sama pasangan, kedufan dengan keluarga dan lain sebagainya.

Annaya tersenyum menyapa para pelanggan yang berpapasan dengannya, didepan toko ada beberapa karangan bunga yang siap diantar untuk acara pernikahan. Hari minggu memang hari yang pas untuk menyelenggarakan perhelatan semacam pernikahan, sebab pada hari minggu banyak orang yang memiliki waktu luang untuk menghadiri undangan mereka dan ikut berbahagia.

"Ra hari ini saya akan pulang ke rumah orang tua saya, jadi kamu bisa handle toko kan?"

"Bisa non, untuk report nya nanti saya kirimkan lewat whatsapp atau email aja?"

"Whatsapp aja gapapa. Kalo gitu saya pergi dulu titip toko ya Raa."

Anna menaiki reddy —mobil merah kesayangannya. Duduk dibalik kemudi dengan wajah riang, sesekali bersenandung lagu yang diputar dari radio mobilnya. Anna dalam keadaan mood yang sangat baik hari ini.

Perjalanan menuju Bogor ramai lancar Anna sampai sebelum makan siang. Menyapa beberapa tetangga yang sempat berpapasan sebelum akhirnya memasuki kediaman orang tuanya.

Rumah orang tua anna, terletak di sebuah komplek perumahan sederhana, asri dan nyaman. Rumah ini hanya terdiri dari satu lantai, perkarangan rumah yang cukup luas, disertai pagar dan garasi dibagian luarnya. Terdapat sepasang kursi dan meja di teras, tempat nyaman kedua orang tuanya bersantai kala sore menjelang.

Anna melewati ruang tamu dan langsung bertemu pria paruh baya yang ia sebut sebagai ayah. Ayah duduk bersantai di sofa ruang keluarga pasti menonton berita kesukaannya.

"Cantik ayah pulang, apa kabar kamu sayang?" Ayah berucap sembari mencium Puncak kepala sang Putri, sedangkan anna langsung mencium punggung tangan sang ayah.

"Mamah mana yah? Kok ga ada suaranya biasanya heboh kalo aku pulang."

"Hus kamu ini, nanti mamah mu denger bisa marah marah dia." Annaya tertawa, mengingat wajah galak sang mama ketika dulu hobi memarahinya.

"Maaa, ini anak mu pulang." suara ayah mengisi ruang makan mereka, seorang wanita yang sudah tidak muda lagi keluar dengan dua piring di kedua telapak tangannya.

"Eh cantiknya mamah aku, masak apa nih? Wih udang balado enak nih." Annaya mengambil salah satu piring dari tangan sang mama dan menaruhnya di atas meja.

"Pulang sendirian kamu?" tanya sang mama.

"Ya emangnya mau pulang sama siapa?"

"Pacar? Atau calon suami mungkin?"

"Mah, aku baru sampe loh. Cape nih, ajak makan dulu kek." annaya merajuk, melipat kedua tangannya diatas meja makan. 

"Iya kamu ini mah, anaknya baru sampe udah ditanya tanya. Mending ayo makan dulu ayah juga udah mulai lapar."

"Siapa tau ada keajaiban Putri mu pulang, bawa pangerannya."

"Loh kenapa aku butuh pangeran? Kan ada ayah sebagai rajanya." ucap annaya tertawa disertai gelengan sang mama.

***
Seusai makan annaya masuk ke kamarnya. Kamar ini selalu bersih dan rapi bahkan tidak terlihat seperti kamar yang jarang ditempati. 

Annaya hanya pulang sesekali dalam seminggu, bahkan kadang tidak pulang sama sekali dalam sebulan.  Ia memilih untuk tinggal dirumah kontrakannya sendiri tak jauh dari lokasi toko nya berada.

Keluarnya ia dari rumah tentu sempat ditentang sang ayah, bayangkan saja anak perempuan satu-satunya ingin hidup terpisah jauh dari keluarga. Berbagai macam kekhawatiran pasti menggalayuti benak sang ayah.

Namun, bukan annaya jika tidak berkeras pada keinginannya hingga sang ayah pun mengalah tanpa bisa melakukan apa-apa.

"Na?" Suara dari balik pintu diketuk.

"Iya mah?"

"Ayo temani mamah nonton"

"Iya sebentar aku ganti baju dulu"

"Yauda mamah tunggu ya."

Tak seberapa lama annaya sudah bergabung dengan sang mamah.  Tentu menonton sinetron kesukaannya. 

Sinetron yang tayang tiap hari ini menampilkan sebuah cerita tentang keluarga yang tadinya hidup bahagia, akhirnya rusak begitu saja karena orang ketiga. 

Entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali tayangan yang menjual kisah serupa kalau bukan pihak lelaki pasti perempuannya yang melakukan perselingkuhan. Sampai-sampai kalimat pelakor dan pebinor ramai sekali dijagat media. 

"Pelakor dimana mana emang ga punya malu."

"Dasar laki laki ga bisa tegas! Gamau cerai sama istri tapi juga gamau ninggalin selingkuhannya. Dasar gatau diri!"

Beberapa kalimat pedas terlontar sebagai komentar dari sang mamah. Bahkan sangking kesalnya, beberapa kali mamah menunjuk-nunjuk televisi untuk mengungkapkan perasaannya.

"Itukan cuma sinetron mah, kalo ga rame gitu ga akan seru nontonnya."

"Tapi liat deh, pelakornya jahat banget tuh dia, kalo mamah pasti udah mamah cekik sampai mati!"

Padahal Anna tahu betul sang mama tidak akan melakukan sumpah serapahnya itu didunia nyata.

Lagi pula, ini hanya sebuah cerita karya penulis skrip dan sutradara. Makanya, mereka membuat kisahnya terlalu dramatisir dengan cinta yang di elu elukan sebegitu terluka karna sebuah pengkhianatan.

Kalau diselingkuhi ya sudah cari pengganti saja. Kenapa harus susah-susah menggenggam belati kalau tau tersakiti?

"Kalau Anna jadi istrinya, mending langsung pergi aja.  Masalah cerai ga cerai terserah yang penting anak ada sama naya."

"Ya ga bisa gitu dong nna, seorang istri harus mempertahankan keutuhan rumah tangganya buat kebahagian anak anaknya. Perceraian itu ga baik. "

"Apa bersama laki-laki yang ga Setia itu jauh lebih baik?"

"Laki-laki pasti bisa berubah kalau istrinya benar mau memaafkan kesalahan fatalnya."

"Merubah sifat dan sikap seseorang itu kayak melukis diatas air mah. Ga mustahil tapi kemungkinan berhasilnya hampir ga ada."

"Ya semua ini ga akan terjadi kalo ga ada pelakor yang suka godain suami orang."

Sebenarnya annaya bingung dengan konsep pemikiran ini. Bukan kah tuan rumah yang memberi masuk godaan tersebut? Kenapa yang disalahkan hanya pihak ketiganya?

Bukan kah ada andil 'Tuan rumah' alias sang laki laki yang paling bertanggung jawab dalam retaknya sebuah hubungan.

Atau barangkali perselingkuhan bukanlah sebab dari retaknya rumah tangga, namun akibat dari retaknya rumah tangga.

Jika sebuah rumah rubuh hanya karna dipukul palu, apakah lantas palu yang bersalah atau pondasi rumahnya yang bersalah?

Begitu naif kah Cinta bekerja? Atau hanya Anna saja yang tak mengerti bagaimana Cinta bekerja?

***
Salam sayang

Arra.

Annaya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang