Throw a stone at my head if you've done as much as i did— PJM
1995. Tahun kelahiran seorang peri rangkap malaikat yang kutemui beberapa waktu lalu. Pipinya lucu seperti mochi. Tapi ia benci dipanggil seperti itu.
Aku menyaksikannya, melihat betapa betapa keras usaha yang dilakukan oleh pemuda dengan senyum manis itu. Berolahraga, diet, latihan tari, latihan vokal. Ah angkasa! Terlalu banyak bebannya, terlalu banyak tuntutan yang harus ia telan.
Tubuh letih ya ia paksa untuk tetap berlatih, demi meraih sebuah kesempurnaan. Aku tahu, teramat tahu jika ia lelah dan mungkin tak sanggup lagi. Tapi lihatlah senyum itu, sebuah senyum yang selalu ia tunjukan demi menutup sebuah keletihan.
Pribadinya kenapa bisa begitu hangat? Kenapa sikapnya ramah sekali? Kenapa ia tersenyum begitu tulus pada semua orang?
Astaga, dia bukan manusia.
Aku dengan tak sengaja melihatnya kala itu, mulai tertarik karna seringnya ceroboh;
Berulang kali jatuh dari kursi, terpeleset di panggung, atau tersandung kakinya sendiri.
"Aku harap jari dan tanganku lebih panjang." Keluhnya padaku.
Ah, Park Jimin yang manis dan ceroboh. Lihatlah mata berbinarnya, suci bak bayi.
Park Jimin yang sempurna, hanya kurang tinggi sedikit saja.
•••••
ser·en·dip·i·ty
/ˌserənˈdipədē/the occurrence and development of events by chance in a happy or beneficial way.
-salam, ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
And then, i met them [SELESAI]
Historia Corta[SELESAI] Adalah tentang bagaimana aku menemukan mereka, lalu bercakap-cakap dalam lamunan tentang betapa berharganya tujuh malaikat tak bersayap itu.