Outro: Tear

183 49 58
                                    

All the legends is started from being nobody.

Swastamita kali ini menjadi waktu dimana aku terduduk dengan di kelilingi mereka yang siap bercerita. Saling meyakinkan dan percaya bahwa semua akan baik-baik saja.

Kini aku duduk di tengah, dengan Kim bersaudara duduk bersisian di hadapanku, Pria mochi dan Pria pucaf duduk di samping kananku, Si Nomor Tujuh dan Matahariku berada di sebelah kiri.

"Kami memulai semua dari bawa." Vokal Namjoon yang mengawali.

"Aku tahu." Jawabku.

"Karena menjadi sebesar ini bukan serta merta keajaiban, jalanan terjal telah kami lewati bersama." Lanjutnya.

Aku paham, tahu dan mengerti.

Aku menyaksikan sejak dulu, bagaimana mereka memulai semuanya dari dasar bumi hingga kini telah sampai di puncak angkasa.

Lika liku semesta telah mereka lalui dengan susah payah. Menelan segala bentuk derita dengan tabah. Menelan segala bentuk derita dengan tabah. Tak ada yang lebih buruk kala itu, apalagi dipandang rendah oleh manusia.

"Kau juga harus raih mimpimu, jangan berani-beraninya untuk menyerah lagi." Pemuda dengan senyum kotak itu mengalihkan atensiku.

Ah, mimpi ya?

Haruskan aku kembali mengejar apa yang sejak lama kutinggalkan? Maksudku, sudah sejak lama mimpiku terkubur karna tekanan.

"Kami pun pernah takut– teramat sering malahan, sama sepertimu. Pernah takut akan jadi apa kita besok, siapa kita besok, bagaimana pandangan orang tetang kita besok. Dan banyak ketakutan lain mengenai hari esok." Kali ini yang menyahut Si Nomor Tujuh.

Aku melamun, aku juga sama takutnya pada hari esok.

"Tapi bukankah setiap 'besok' selalu menawarkan kesempatan baru? Selalu ada kebahagiaan yang harus dihemput." Hoseok selalu bisa mencairkan suasana dengan suara riangnya.

"Aku akan raih mimpiku. No matter what others say." Ucapku mantap, mengundang senyum mereka menjadi merekah.

"Tanamkan saja dalam hatimu, bahwa kau luar biasa cantik, tak ada yang bisa mengalahkanmu. Oke?" Seokjin berkata seolah menekankan bahwa aku harus lebih percaya diri.

"Kau pasti bisa. Kau dewasa dan mandiri kan?" Tanya Jimin sambil mengusak pucuk kepalaku. Akupun tersenyum dan mengangguk.

Hening menguasai kemudian. Mencekam udara di sekitarku. Apalagi saat mendengar Yoongi menghela napas. Pasti ada yang ingin dikatakan oleh Pemuda Daegu itu.

Dan aku tak siap akan kata-katanya yang termat jujur dan realistis.

"Kau harus bisa berdiri di atas kakimu sendiri. Karna kami tak hidup abadi, akan mati, suatu saat nanti. Kelak, entah kapan, kau akan berada di suatu waktu dimana kau akan mendengarkan lagu terakhir dari kami, kau akan menonton musik vidio terakhir dari kami, kau akan datang ke konser terakhir dari kami, kau akan mendengar 'dul set! Annyeonghasseyo Bangtan Sonyeondan imnida!' terakhir dari kami—

Karna segala yang memiliki awal, juga akan memiliki akhir."

Yoongi berkelakar panjang lebar. Yang lain tercengang karena mungkin itu adalah kalimat terpanjang yang pernah Yoongi ucapkan dalam hidupnya.

And then, i met them [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang