Tawuran'2

38 12 1
                                    

Happy Reading;)

“Gue ada urusan, kalian pulang duluan aja.”

Teman-teman Bian menatap sang kapten dengan pandangan bingung. Saat ini mereka sudah ada di parkiran setelah melaksanakan hukuman itu dan hendak pulang, namun Bian berpamitan kalau dia masih ada urusan di sekolah. Yang benar saja Bian yang tidak pernah betah di kelas dan sering membolos pelajaran sekarang merasa betah di sekolah? Tidak masuk akal bukan?

“Urusan apa kap? Penting banget gitu padahal kita-kita mau ngajak lo ke tempat tongkrongan?” Ujar Gery.

“Ya ga terlalu sih.”

“Yaudah kita tungguin aja lo disini.” Sahut Bintang.

“Gausah, ini bukan tentang sekolah kok kalian tenang aja.”

“Yaudah gue ikut lo aja Bi, biar mereka duluan jadi nanti kita barengan.” Sahut Ardan.

“Gak perlu ih! Sana pergi!”
Bian mendorong Ardan ke arah motornya lalu melambaikan tangan saat melihat kepergian mereka. Bian menghela nafas lega lalu membalikkan badan dan berjalan menuju arah UKS.

Langkahnya terhenti saat melihat orang yang dia cari sedang berbincang dengan ketua Rohis( Rohani islam). Jantung Bian berdebar, dan ia merasa tak suka melihat lelaki itu mendekati gadisnya.

“Ngapain kamu masih disini ra, panas-panasan sama si kucrut satu ini? Kan aku suruh tunggu di UKS.”

“Bukan apa-apa ko ini lagi ngomongin buat camp doang. Kamu kenapa sih marah-marah mulu lagian kan aku bosen nunggu kanu sendirian daritadi.”sahut Maira setengah teriak, ia merasa kesal pada Bian yang sangat lama.

“Lo ngapain masih disini? Pergi sana!” sentak Bian pada lelaki di samping Maira yang bernama Azhar.

“Idih ya biarin dong suka-suka gue dong lagian lagi ada urusan sama Rara ya kan raa?” ucapan Azhar hanya dibalasa anggukan oleh Maira.

Bian melirik lelaki yang berdiri di samping Maira yang tak mengindahkan ucapannya. Sepertinya lelaki ini harus merasakan pukulan darinya, hal ini seperti hinaan dan menjatuhkan wibawa seorang Bian.

“Ngapain sih lo ikut campur, emang lo siapanya Rara sih? pacarnya? bodyguardnya? apa siapanya sih?.”
Ucapan Azhar membuat Bian emosi. Sekali emosinya terpancing, maka jangan salahkan dia jika sesuatu hal yang tak diinginkan terjadi. Jangan memberikan tantangan pada Bian karena sekali Bian menerimanya maka tidak akan ada yang bisa lepas darinya.

“Bukan apa-apa! maaf Azhar tapi mungkin kamu harus pulang duluan. Aku ada urusan sama Bian.”jawab Maira sambil menarik lengan Bian menjauhi Azhar.

“Tapi Raa...”

“Plis yaaa aku gamau ada perkelahian lagi disini.”

Azhar menatap Bian sebentar, bukannya dia tidak takut. Astagaa.. siapa sih yang gaj takut ditatap tajam oleh seorang Bian? Azhar juga merasakan ketakutan itu, tatapan Bian sangat mengintimidasi Azhar. Tapi sebagai lelaki ia tak mau diremehkan oleh Bian. Bagaimana pun dia harus  memiliki keberanian demi nama baiknya, walaupun kakinya sudah gemetar semenjak melihat Bian menghampirinya.

“Oke... kalau gitu aku pergi dulu. Besok jangan lupa bikin surat perizinannya yaa atau nanti deh aku ke kelas kamu.”

“Terserah, maaf ya tadi aku lupa soalnya.”

TersesatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang