“Yeu ka Azka gatau ya, kan senyum itu ibadah sedangkan ketawa itu levelnya di atas senyum berarti pahala nya juga lebih gede ka. Apa sih Bian juga masa aku ketawa dapet dosa? salah aku dimana?”
-Almaira Nur Aisyah
...
Happy reading
Malam semakin pekat. Azka berulangkali mengecek jam tangan untuk memastikan jadwal pertandingan club bola favoritnya.Di sekelilingnya, ketiga temannya mengalami dilema yang serupa. Mereka terdiri dari Bian, Zafran dan Raja.
Beberapa minggu setelah mengikuti kegiatan pondok, Bian mulai terbiasa berteman dengan Azka meski selalu ada yang mereka ributkan. Apalagi jika yang mereka ributkan itu tentang perasaan, sudah dipastikan pertengkaran itu tidak sebentar. Tapi karena mereka memiliki kebiasaan yang sama dan club bola yang didukung pun sama mereka terlihat nyambung.Meski di awal Bian mengira Azka adalah pemuda shaleh yang kaku tak seru, ternyata dia seperti teman Bian di SMA. Hanya saja, Azka sudah membangun pondasi hidupnya dengan iman. Azka pun sekarang sudah mengerti seberapa besar Bian menyayangi Maira. Mereka akan bersaing secara sehat, biar Maira yang menentukan siapa diantara mereka yang pantas bersanding dengan Maira.
Zafran memejamkan matanya seperti sedang bertafakur sambil mengurut pelipisnya seolah sedang berpikir keras, sedangkan Bian dan Raja sibuk mengamati cicak yang mungkin bisa memberikan ide untuk kebuntuan mereka.
Mereka Berempat sekarang sudah mendapat gelar mafia pesantren, karena sudah beberapa kali mereka meninggalkan pesantren tanpa mendapatkan perizinan dari pak ustadz Riza. Meski Azka adalah teman dari pimpinan pesantren tetap saja dia dan teman-temannya ini mendapatkan bagian hukuman ketika mereka ketahuan berbuat salah.
Lingkaran kecil di kobong itu terlihat seperti rapat paripurna, seolah para anggotanya tengah memikirkan satu hal yang dapat mengubah tatanan dunia.
“Gimana kalo kita lewat pintu belakang WC aja?” usul Bian sambil mengangkat telunjuknya persis tingkah Jerry yang mendapatkan ide untuk mengerjai Tom.
“Jangan! tempat itu sih udah jadi langganan kita yang sering ketahuan, lo mau bunuh diri ya Bi? Kan sekarang udah jadi incaran para santri yang ditunjuk jadi satpam keliling hahaha.” tanggap Zafran tertawa sambil mengalihkan perhatiannya dari cicak yang ada di depan matanya.
“Heran deh gue mereka kok bisa tahu kita suka lewat situ ya jadi kan kita kehilangan satu jalan rahasia.” Raja berbicara dengan mata naik turun mengamati ekor cicak yang putus karena berkelahi.
“Gue punya ide,” Zafran yang terkenal banyak akalnya membuka suara lagi.
“Ini kan udah tengah malem, santri yang jaga pasti pada laper dan bisa dipastikan mereka balik ke kobong buat masak terus makan. Nah pas gitu gerbang depan berarti kosong gaada yang jaga kan jadi lewat sana aja gimana?” Semua mata memandang Zafran dengan raut meminta penjelasan.
“Kenapa pake mikir sih kalian? Mau ga? Kalo gamau yaudah kita cancel aja nonton Real Madrid vs Barca malem ini,” Zafran memasang tampang serius karena ia tahu betul teman- temannya pasti akan melakukan apapun untuk melihat pertandingan club sepak bola favorit mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tersesat
Novela JuvenilTidak semua kehidupan berjalan seperti ekspekstasi. Jadi ayo coba baca cerita ini.