~Tanggal 53, tahun 772-Musim Semi, Hutan Tak Terlihat.Di tengah Hutan Tak Terlihat yang sunyi, gubuk sederhana berdiri dengan apik. Di sebuah kamar gubuk tersebut tengah berbaring Sorang laki-laki berpakaian sederhana yang sedang berperang dengan kematian. Ia berbaring beralaskan kain yang entah darimana. Di sekeliling, teman-temannya menemani.
Safza Madha sebagai ketua angkatan VI bingung akan melakukan apa lagi untuk Fraja, tunangan dari Lachey sekaligus kakak Freza. Ia yang berhasil kabur dengan lainya menemukan Fraja yang berjalan bertumpu tongkat kayu hampir saja ambruk. Untung saja saat itu Sadim siap siaga. Dengan mudah ia mengangkat Fraja yang berbadan sedikit lebih kecil darinya. Entah apa nanti yang akan ia bicarakan pada Lachey ketika bertemu, yang terpenting sekarang adalah keselamatan angkatan VI.
~~~
Safza keluar untuk ke gubuknya mengambil selimut dari jubahnya, ia melihat Sadim yang berlari dari kejauhan dengan menggendong seseorang. Semakin dekat, ia bisa melihat wajah khawatir yang bercampur dengan senang di wajah Sadim.
Ketika Sadim sudah berada di depannya, ia terkejut mengetahui bahwa orang di gendongan Sadim adalah adiknya, Lachey Acquan sekaligus Ketua angkatan VII. "Cepat bawa ke dalam. Suruh Ahil dan Araf mengobatinya juga!" Safza berkat dengan panik. Ia dan Sadim segera masuk membawa Lachey.
Di dalam, pasukan VI tengah senang karena Fraja sudah siuman, bahkan bisa beraktivitas seperti biasa. Tapi keadaan kembali seperti awal saat Sadim dan Safza masuk membawa Lachey yang sedang sekarat.
Fraja terkejut, ia segera menyingkir agar Lachey dibaringkan di tempat tidur yang ia pakai sebelumnya.
Sadim membaringkan Lachey dengan hati-hati. Lalu dengan cekatan, Ahil dan Araf mengobatinya Lachey. Agar tidak mengganggu, Safza dan semua pasukan VI kecuali Ahil dan Araf keluar dari kamar.
Mereka semua duduk melingkar beralaskan rumput di depan gubuk. Efyan yang notabennya kakak Allyna, salah seorang angkatan VII yang membela King Martillius tahu akan kehebatan Lachey. Lachey adalah junior kebanggaannya. Ia tahu seberapa kuat Lachey. Jika Lachey sampai dalam keadaan seperti ditemukan tadi, ia tahu pasti bukan kekuatan biasa yang melukainya.
"Sad, ceritakan kenapa kau bisa menemukan Lachey." Fraja mulai bertanya. Ia tidak mungkin tidak penasaran juga khawatir dengan tunangannya.
Sadim mengangguk. "Pagi tadi aku berniat untuk menelusuri tentang sungai Hitam. Ya, karena aku juga tidak melakukan apa-apa disini. Saat aku ingin melewati jembatan kayu, aku melihat ujung atas kepala di balik akar pohon yang menjuntai ke sungai. Aku langsung saja melihatnya karena penasaran. Aku berhati-hati, kukira nanti ia makhluk sungai¹. Tapi saat aku melihat dari dekat, aku tahu jika itu Lachey. Jadi aku membawanya kemari agar diobati Ahil dan Araf karena aku tau dia masih hidup." Terang Sadim panjang lebar.
Efyan dan Safza masih heran. Mereka berdua sangat tahu kemampuan Lachey. "Sepertinya, luka Lachey disebabkan pedang Daun Perak, atau mungkin pisau Kayu Emas. Tapi dilihat dari besar sayatannya, itu seperti pedang Daun Perak." Yakin Safza.
Efyan mengangguk setuju. "Aku berpendapat sama. Lachey bukan orang biasa. Ia adalah orang terkuat ketiga di Spesha setelah King Jiam dan King Martillius." Katanya. Tapi yang masih mereka herankan, siapa yang memegang pedang Daun Perak?
Beberapa jam kemudian, Ahil dan Araf keluar dari kamar Fraja dan menghampiri angkatan VI lainya di depan gubuk. Datya yang pertama melihat istri dan sahabatnya turun segera bertanya. "Bagaimana keadaannya?" Tanya Datya. Ahil tersenyum. "Keadaannya membaik. Tenaga dan kekuatannya sudah pulih. Hanya saja beberapa lukanya sulit tertutup jadi Araf membalutnya dengan kain sobekan kemeja di meja milik Fraja." Jelasnya.
Fraja tersenyum lega. Ia beranjak untuk melihat keadaan tunangannya. Ketika ia masuk ke dalam kamarnya yang dipakai Lachey, Fraja melihat sang pengisi hati yang terbaring lemah tak berdaya. Wajahnya begitu pucat, bibirnya terkatup rapat, dan pakaiannya yang kehilangan lambang Spesha.
Lambang Spesha di seragam SASK bukanlah lambang biasa. Lambang itu terbuat dari darah dan lirik nyanyian Dewan Kehidupan. Hanya penguasa kerajaan Spesha lah yang bisa memasang juga menghilangkan lambang itu dengan mudah.
Fraja duduk di samping tempat tidur Lachey. Ia menggenggam pelan tangan cintanya, seakan takut tangan itu akan hancur jika digenggam terlalu erat. Dikecupinya jari-jemari Lachey sambil berkali-kali menggumankan kata maaf. Air mata bahkan mengalir membentuk anak sungai di pipi Fraja.
Dengan kasar, Fraja menghapus air mata di kedua pipinya. Dan dengan tangannya tersebut, ia mengelus pelan pipi Lachey. Ia berbaring di samping Lachey dengan posisi memeluk tunangannya. Ia rengkuh tubuh itu penuh kehangatan.
"Segeralah bangun, Lach."
Dan Fraja pun tertidur.
~~~
Diluar gubuk, Safza dan Efyan masih bingung memikirkan siapa yang memegang pedang Daun Perak yang sebelumnya hanya boleh dipegang oleh keluarga kerajaan.
"Ah, ini membuat kepalaku seperti akan pecah!" Efyan mengacak-acak rambutnya.
Sedangkan Safza mondar-mandir di dekat Efyan. Lalu, ia baru berhenti saat merasa sebuah jawaban memasuki otaknya. "Selama kita melawan pasukan kerajaan, aku tidak melihat adanya keberadaan Rays, Avisti, dan Myana."
~~~
"Dengan tulisan langsung dari Yang Mulia Ratu, telah diputuskan bahwa posisi Ksatria tertinggi Negeri Spesha diberikan kepada Rays Csaba. Dengan izin dari langit dan matahari, posisi Putri Mahkota diberikan kepada Avisti Adev. Dan dengan persetujuan seluruh Dewan Spesha, posisi Putri Kedua diberikan kepada Myana Dawna."
Dan ditengah kerumunan rakyat yang bersorak senang entah itu benar-benar senang atau dipaksakan. Sesosok manusia berjubah hitam mengepalkan tangannya kuat-kuat sampai buku tangannya memutih. Ia berkata pelan, "terkutuklah, kalian darah bangsa timur!"
~~~
Hai!
Maaf kalau ini terlalu pendek..
Tidak sampai 1100 kata:"D
Sekali lagi maaf
/bungkukJangan lupa cek cerita Rie yang bertemakan Kerajaan lainnya.
Terima kasih^∆^
KAMU SEDANG MEMBACA
The Spesha
FantasíaMalam itu bukan malam yang baik. Malam dimana sepasang tunangan terpisah, serta malam raga dan jiwa yang juga dipaksa terpisah. Malam itu, sumpah keabadian lenyap. Sumpah keagungan sirna. Sumpah kepemimpinan menghilang. Hanya karna keegoisan seorang...