3. WILL NEVER GIVE MY HEART TO ANYONE

6 1 0
                                    


--WARNING--

--KONTEN DEWASA--


Clive.

Ya dia adalah pria yang telah menjadi tunanganku. Selama tiga tahun kami berpacaran akhirnya kami bertunangan juga.

Kami merasa sangat senang, aku mencintainya Clive, dan Clive pun juga mencintaiku.

Hari ini aku sedang berada di apartemennya karena sore ini aku dan Clive akan pergi untuk berkencan bersama.

Aku duduk disofa sambil membaca majalah sedangkan Clive menonton berita dengan sangat serius. Aku tersenyum lalu tangan kananku mengelus lengannya yang kekar dengan penuh kasih sayang.

Clive tersenyum, ia kemudian meletakkan tangannya diatas tanganku.

Ini hanyalah gestur yang sederhana, namun aku sudah sangat bahagia.

Clive kemudian mengalihkan tatapannya dari televisi ke arah wajahku. Dia perlahan mendekatkan wajahnya kewajahku dan memberi kecupan kecil dibibirku.

Bagiku ciuman itu tak masalah, asal tidak lebih dari itu.

Dari kecupan kecupan kecil yang ia berikan kepadaku, entah bagaimana tiba tiba bisa menjadi lumatan. Awalnya lumatan yang ia berikan terkesan romantis namun lama kelamaan lumatan yang romantis itu menjadi lumatan yang lebih dalam dan bergairah di ikuti dengan tangannya yang mulai menggerayangi tubuhku.

Aku masih mempertahankan kesadaranku. Kudorong ia secara pelan dan tindakkanku membuat lumatannya terhenti.

Aku dapat melihat sorot matanya yang dipenuhi oleh kekecewaan. Tidak tega sebenarnya, namun aku lebih memilih untuk mempertahankan kesucianku. Toh, aku dan Clive masih belum resmi menikah.

"kenapa kau mengentikanku..." kata Clive dengan raut kecewa

"ciuman dan pelukan tidak masalah, tapi jika lebih dari itu... maaf, aku tidak bisa" terangku

"Pamela, apa yang salah dengan itu. Lagipula sebentar lagi kita juga akan menikah kan?"

"ya tentu." Setelah aku mengatakan kata itu, aku dapat melihat binar dimatanya.

"tapi setelah kita menikah" lanjutku

Dia memandangku, aku juga membalas tatapanya.

"kau kuno sekali Pamela"

Aku hanya terdiam dan mengedikkan bahuku. Aku akan beranjak dari dudukku namun tangan Clive kembali menarikku kedalam pelukkannya. Kemudian Clive mengangkat daguku dengan satu tangannya sedangkan tangan yang lainnya tetap memelukku dengan erat.

Dia melumat bibirku lagi. Namun lagi lagi tangannya yang tadi memelukku mulai menggerayangiku. Lagi.

Aku mendorong dadanya berharap agar ia berhenti. Bukannya berhenti. Tapi dia malah mengarahkan tangannya kebokongku.

Aku terperanjat. Berusaha menolaknya, aku mengeluarkan pekikan kecil kemudian aku menggigit bibirnya sampai berdarah.

BRAK—

Aku terjatuh dilantai karena penolakkanku sendiri. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat ekspresinya.

Marah.

Dia terlihat marah. Entah mengapa melihat tatapan marahnya aku menjadi takut.

Dia tetap menatapku sambil menyentuh bibirnya yang sedikit berdarah.

Untuk pertama kalinya otakku memerintahkanku untuk segera pergi dari tempat ini. Aku yang biasanya selalu menerima dan meminta pelukan dari Clive, tiba tiba saja ingin melarikan diri dari Clive. Perasaan ini, aku tak menyukainya.

Aku segera bangkit dan berlari kearah pintu. Aku menyentuh gagang pintu kemudian memutar dan menariknya. Tidak ada sejengkal pintu itu terbuka. Pintunya kembali menutup dengan debuman yang cukup keras.

Aku hanya bisa memandang horor tangan yang ada didepanku. Tubuhku mulai gemetaran dan aku bisa merasakan keringat dingin yang membasahi tubuhku. Aku tak berani untuk menoleh kebelakang. Kedua tanganku yang masih memegangi gagang pintu mulai gemetaran.

Aku masih dapat merasakan tatapan tajamnya walaupun aku tidak melihatnya secara langsung.

Aku merasakan tubuh yang hangat nan keras dibelakangku mulai mendesakku. Hingga mau tak mau aku harus membalikkan tubuhku.

Aku membalikkan tubuhku dengan cepat. Punggungku menempel erat pada pintu apartemen yang dingin ini.

Aku masih tak mau menatapnya. Aku lebih memilih untuk melihat kebawah.

"lihat aku" perintah Clive

"pamela" suaranya semakin merendah. Dan aku semakin ketakutan

Dia mengangkat daguku perlahan, hingga mata kami saling bertatapan.

"terkadang kau membuatku muak. Kekerasan kepalamu itu, aku tak menyukainya."

--DEG—

Mataku memanas, aku tak menyangka dia akan mengatakan hal itu.

"AKU HANYA MELINDUNGI KESUCIANKU!" teriakkan ku membuatnya menegakkan tubuhnya namun masih tetap berada diposisi semula.

"oohh?"

Tatapan tajamnya berubah menjadi tatapan sayu yang merendahkan.

Aku tak menyukai ini...

"ugh... kumohon biarkan aku pergi..." ucapku pelan sambil menundukkan kepala.

"tidak bisa"

"aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan"

"a-apa?"

"kau tidak dengar atau kau tidak paham?"

"a-aku"

"jika aku menolak memberikan apa yang kau inginkan bagaimana?!" aku mengatakannya dengan tegas

"hmm... bagaimana ya..." ucapnya sambil terlihat berpikir. Walaupun aku tau dia hanya berpura pura. Dan itu sangat menggangguku.

Dia bergumam lalu tersenyum. Senyumannya membuatku merinding.

"aku akan mengambilnya secara paksa"

Aku terperangah "tidak mungkin kau tega melakukan itu. TIDAK MUNGKIN!"

"mungkin saja. kemari!"

"TIDAKKK!!"

Dia menarik tanganku dengan kasar. Air mataku mulai mengalir dengan derasnya.

Aku terus berteriak, meronta ronta dan terus berusaha untuk melawanya. Clive yang mulai kesal denganku akhirnya memukul wajahku hingga kau tersungkur dilantai.

Aku hanya bisa menangis sambil memegang pipiku yang terasa sangat sakit. Aku bahkan bisa merasakan darahku sendiri di dalam mulutku.

Dia menarikku lagi, aku meronta lagi. Tanpa kata dia akhirnya memukulku dan menendangku. Kepala, perut, punggung, kaki dan tanganku. Semuanya terasa sakit.

Dia menyeretku ketempat tidurnya lalu membantingku. Memang kasurnya terasa lembut pada saat bersentuhan denganku. Namun hatiku sangat sakit.

Air mataku tak bisa berhenti mengalir. Aku menatapnya dengan ketakutan ketika Clive membuka kemeja yang dikenakkannya hingga menampilkan tubuhnya yang sempurna.

Aku mundur sampai aku tidak bisa kemana mana lagi. Pintu kamar dikunci dan aku tersudut di ujung kasur ini. Aku memeluk bantal yang ada dibelakngku dan berusaha untuk tidak melihatnya.

Aku merasakan tarikan yang kuat dikakiku sampai bantal yang kupeluk terlepas tanpa sadar.

Tarikanya yang begitu kuat membuatku menjadi terlentang. Belum sampai aku bangun, clive dengan cepat berada diatasku. Memerangkapku dengan tubuhnya yang kekar.

"hiks...." isak tangisku bukannya membuat Clive kasihan, namun dia malah semakin jadi.

Dia tersenyum, mengelus rambutku lembut dan mengecup keningku. Gerakannya terasa lembut namun aku malah merasa semakin ketakutan.

...TBC...

THE STORIESWhere stories live. Discover now