III. Kau, Imajinasi, dan Halusinasi.

6 0 0
                                    

Awalnya, aku tak seluruhnya percaya akan hal ghaib yang ada di muka bumi ini. Bagiku, itu serupa halusinasi. Orang terlalu pandai menggunakan halusinasi untuk membodohi diri. Bukan imajinasi, melainkan halusinasi. Imajinasi dan halusinasi ialah satuan khayal yang mempunyai dua penggunan dan paham yang berbeda.

Pada umumnya Imajinasi bersifat baik. Sebagai contohnya, telepon tidak akan tercipta bila Alexander Graham Bell tidak percaya akan imajinasinya. Mengerjakan tugas kuliah tidak akan semudah seperti sekarang ini jika Bill Gates tidak bergerak untuk menjalankan imajinasi Microsoftnya. Dan percaya atau tidak kalian, teknologi yang kita nikmati kini tak lepas dari imajinasi konyol mereka yang dahulu ditertawakan penduduk bumi, kini malah dipakai oleh penduduk bumi itu pula. Tidak malulah mereka? Wajar, selalu ada komponen manusia seperti itu yang menghuni bumi. Mencibir jasa, namun tetap menggunakannya.

Jadi untuk hari ini, bolehkah aku berimajinasi -bukan halusinasi- untuk memilikimu sesegera mungkin? Kau terlalu konyol untuk kubiarkan sebatas tinggal di imajinasi. Aku ingin bergerak menggapaimu, berlari mengejarmu. Tak salahkan? Atau perlu aku buat surat izin ke bapak presiden bahwa aku sedang mencintai salah satu rakyatnya? Kurasa tidak perlu.

Seberes ini, aku ingin mengajakmu bertemu? Semoga kau punya waktu. Kali ini aku janji tidak akan menatapmu secara diam-diam, tidak akan macam-macam. Tenang, untuk urusan kenyamanan, aku bisa lebih menjamin daripada hotel bintang lima. Untuk urusan keamanan, aku bisa melebihi satpam. Dan untuk bahagia, aku sangat ahli berkutat di dalamnya.

Selamat malam, semoga mimpimu indah seumpama panorama wajahmu. Maaf bila lancang, namun secara terus terang, hatiku berteriak di malam panjang, kau didambakannya secara lantang.

Tentang Cinta, Kita Sudah Lupa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang