VIII. Romansaku berbeda

16 0 0
                                    

Setelah resmi berpacaran, jujur hari-hariku penuh diusung kebahagiaan. Yah, seburuk apapun hariku, bila bertemu dan ngobrol denganmu semua menjadi terasa baik-baik saja. Dirimu adalah kedamaian yang berwujud manusia. Darimu aku lebih memahami begitu relatifnya definisi bahagia.

Perihal mencintaimu, aku semakin nyaman. Kau kini resmi kugenggam, tanpa harus kukekang. Tenanglah, padamu kupercaya. Kau bukan mereka, tipikal wanita yang mudah mendua. Ah entahlah, aku sendiri tak tau apa alasannya. Yang terpenting, aku tak pernah sama sekali untuk berpikir menyia-nyiakanmu, maka kuharap kau pun begitu.

Kini, usia hubungan kita sudah bertempo 2 bulan. Tidak terlalu muda untuk kita saling mendewasakan,  tidak terlalu tua juga untuk dihadiri rasa bosan. Tapi, kuharap jangan. Bahagia kita belum utuh, belum menyeluruh. Dan untuk melawan rasa bosan kurasa itu belum bisa menjadi senjata yang cukup ampuh.

Rumahmu, adalah destinasi pacaran yang paling aku sukai. Keluargamu hangat, dapat menerimaku tanpa banyak syarat. Lagian, mencoba mengakrabkan diri dengan keluargamu adalah jalan ninjaku untuk mendapat restu. Aku dan keluargamu mempunyai banyak kesamaan. Ibumu hobi bernyanyi dan aku juga. Walau suaraku tidak lebih baik dari suara penyanyi kondang pesta pernikahan. Ayahmu suka sepakbola, dan aku juga. Kabar baiknya, kami memfavoritkan satu klub sepakbola yang sama. Bagi para pecinta sepakbola, itu seperti suatu anugerah dapat calon mertua yang memiliki kecintaan yang sama terhadap satu klub bola. Adikmu memiliki minat literasi yang tinggi, dan aku juga. Adikmu juara dalam membuat syair cinta, tapi aku juga tidak kalah juaranya. Perlu bukti? Hatimu saja dapat aku taklukkan. Hehe

Kita memang sekarang masih berpacaran, tapi bukan menutup kemungkinan kelak kita bakal menikah, bukan? Jadi aku ingin dari sekarang membangun chemistry itu. Chemistry itu penting ada, dan salah satu cara membangunnya dengan sering berinteraksi dan berkomunikasi. Jadi, tidak masalah kan?

Kita diuntungkan dengan jarak rumah yang tidak terlalu jauh, jadi untuk menemuimu aku tidak perlu memikirkan jalan yang kutempuh. Ke rumahmu, berjalan kaki pun bisa, palingan ketika sampai rumahmu kusuruh kau memijit kakiku. Ah bercanda, mana mungkin aku setega itu. Tapi kalau kau mau, boleh juga. Hahahahaha.

Tidaklah pula kita selalu dirumahmu saja, aku juga ingin punya quality time bersamamu, menghabiskan waktu berdua saja. Kan tidak jarang aku mengajakmu ngebioskop, dan sering juga aku mengajakmu ke toko buku. Tenang, aku juga pria yang memiliki sisi romantis. Hanya saja caraku berbeda dengan mereka. Aku bisa menyulap segala hal dapat menjadi manis. Lagi-lagi aku punya bukti atas omonganku. Berdasarkan data dari buku catatanku, kau dulu orang yang tidak terlalu suka membaca buku, kau bilang sering membaca buku juga membuatmu jemu. Nah, setelah berpacaran denganku, toko buku adalah destinasi pacaran yang paling sering keluar dari mulutmu. Tidak jarang juga kau meminta ke perpustakaan, walau dengan terpaksa beralasan ingin mengerjakan tugas. Tidak apa-apa. Minat literasi orang Indonesia sedang rendah-rendahnya. Dan kita harus berupaya untuk meninggikannya.

Tentang Cinta, Kita Sudah Lupa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang