Bab 7 : It's Him

10.2K 1.2K 34
                                    

Pagi ini hari begitu cerah aku dan teman-teman kelasku sedang melakukan pemanasan di bawah sinar matahari yang masih hangat. Kali ini pelajaran olahraga yang mana juga di gabung dengan kelas lain, lebih tepatnya kelas abangku.

Kami melakukan pemanasan bersama terlebih dahulu lalu biasanya Pak Rifky menyuruh kami untuk melakukan pertandingan antar kelas. Kali ini permainanya bola basket.

Menurutku ini tidak adil di kelas abangku ada Daniel pacar Tasya yang anak basket. Mereka sudah mempunyai keuntungan.

"Hmmm, aku bingung harus dukung mana." Ucap Tasya sambil menggaruk keningnya yang aku yakin pasti tidak gatal.

"Aku juga." Ucapku yang sama-sama bingung.

Andah dan Diandra menatap kami berdua dari sorot mata mereka, mereka mengatakan untuk mendukung kelas kami.

Pertandinganpun di mulai kami menyoraki kelas kami masing-masing. Aku tidak menyoraki siapapun aku hanya duduk melihat di bangku bawah pohon.

Pertandingan sudah berjalan cukup lama dan kelas abangku memimpin. Rey teman kelasku yang tidak ikut main dia duduk di sampingku. Di antara teman kelasku yang cowok aku cukup akrab dengannya. Aku pernah sekelas dengan dia waktu kelas satunya dan sekarang bareng lagi.

Rey mengajakku mengobrol seperti biasanya dan aku menjawabnya dengan baik. Aku lihat abangku dan Gavyn mulai tidak fokus bermain dia sering melihat ke arahku. Sehingga kelas ku bisa menyusul ketertinggalan.

"Sepertinya saudara kembarmu tidak suka melihatku duduk di sampingmu." Ucap Rey yang bisa membaca situasi.

"Biarkan saja dia tidak fokus, biar kelas kita yang menang." Kataku setengah bercanda. Rey tertawa mendengar perkataanku.

"Oh ya, Kamu mau kuliah dimana Qila?" Tanya Rey sambil menatapku. Rey adalah anak yang baik dan aktif di kegiatan keagaamaan. Atau biasa di panggil anak rohis.

"Tetap disini kok, kamu?" Tanyaku balik. Aku memang tidak mau kuliah jauh-jauh. Karena aku yakin bunda pasti akan menceramahiku panjang lebar jika aku jauh dari bunda.

"Aku rencananya mau kuliah di Bandung." Ucapnya. Aku hanya mengangguk tidak bertanya sekali lagi. Aku lihat ke pertandingan akhirnya kelasku dan kelas abangku skornya seimbang. Sedangkan ketiga sahabatku mereka malah tanding bola voly sama kelas Raya. Dan tentunya lawan mereka adalah Raya. Sedangkan aku, aku lebih suka olahraga badminton dan renang.

"Qilla jangan panik ada ulat di kepalamu." Tunjuk Rey ke atas kepalaku.

"Ah yang bener? tolong ambilin." Kataku merengek. Dulu waktu kecil aku sering manjat pohon dengan abang kembarku dan akhirnya aku gatal-gatal karena ulat bulu yang ada di tanganku sejak saat itu aku berhenti manjat-manjat pohon. Selain karena ada ulat bulu biasanya ada semut merah. Yang MasyaAllah kalau gigit sakit banget.

"Tunggu." Rey mencari ranting agar bisa mengambil ulat yang ada di atas kepalaku.

Kalian tahu, waktu Rey mengambil ranting atau apapun itu yang bisa memindahkan ulat dari kepalaku ada abang Arkan di sampingku dan ikut mencari ranting pohon. Dan kebetulan daerah tempat yang aku duduki sudah bersih karena sudah di sapu oleh tukang kebun sekolah.

Aku merasakan ulat bulu tersebut berjalan turun dari kepalaku. Aku menggemgan tanganku. Aku takut dan geli. Aku memejamkan mataku dan aku sudah membayangkan ulat bulu itu berjalan ke mukaku.

Aku membuka kedua mataku. Karena aku merasakan ada sentuhan tangan pundakku. Gavyn berdiri di depanku. Dia memberikan tangannya agar ulat bulu itu berjalan di atas tangannya. Dia membuat ulat itu berjalan di atas tangannya. Sehingga bulu yang ada di atas tubuh ulat itu tidak menyentuh kulit tangan Gavyn hal itu membuat tangan Gavyn tidak akan gatal-gatal.

Abangku dan Rey melihat tingkah Gavyn dengan pandangan yang berbeda. Entahlah sepertinya begitu.

Setelah meletakan ulat bulu pada tanah. Gavyn tidak membunuhnya dia bahkan membiarkannya.

"Dia juga berhak untuk hidup." Ucapnya seakan mengerti apa yang ada dalam otakku.

Aku tersenyum menatap wajah tampannya dari samping sedangkan dia, dia masih menatap ulat bulu tersebut yang berjalan menjauh. Dia memperlakukan ulat bulu tersebut dengan lembut. Hati ini menghangat. MasyaAllah kepada hewan sekecil ulat dan berbulu saja dia bisa bersikap lembut.

Gavyn menoleh menatapku sehingga aku menjadi kelabakan sendiri karena ketahuan menatapnya. "Sudah tidak apa-apa kan?" Tanyanya.

Aku hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Aku yakin pipiku sekarang mulai bersemu merah.

"Tanganmu tidak apa-apa?" Tanyanya melihat ke arah tanganku. Aku begitu kuat mengepalkan tanganku hingga warna kulitku memerah.

"Ah, tidak apa-apa." Kataku gugup sambil mengusap kedua tanganku. Gavyn kembali menatapku dari atas sampai bawah. Aiishh aku cuman kejatuhan ulat bulu bukan kejatuhan buah kelapa.

Setelah memastikan aku baik-baik saja dia kembali berjalan ke lapangan seperti tidak terjadi apa-apa. Untungnya yang memerhatikan tingkah Gavyn hanya beberapa orang saja. Ketiga sahabatku saja tidak tahu. Mereka lebih antusias mengalahkan kelas Raya ketimbang diriku yang sudah kepanasan akan sikap Gavyn yang selalu tiba-tiba dan mengagetkanku.

Itu orang paling tidak tahu jika sikap tiba-tibanya bikin jantung anak gadis orang tidak baik. Bikin pipi anak gadis orang memerah, bikin anak gadis orang bikin senyum-senyum sendiri seperti orang tidak waras. Ah dasar Gavyn si Wajah datar.

❤❤❤

Sampai pulang sekolah aku tidak menceritakan insiden ulat bulu karena menurutku itu tidak perlu di ceritakan pada sahabatku. Dan sepertinya beberapa pasang mata yang melihat perlakuan Gavyn padaku tidak ada yang membicarakannya karena yang melihat adalah para laki-lakinya. Coba kalau perempuan yang melihatnya mungkin sudah beredar gosip dengan headline untuk pertama kalinya Gavyn memberikan perhatian pada seorang gadis.

Dan abangku tidak mengatakan apapun tentang perlakuan Gavyn atau dia menyembunyikan sesuatu entahlah aku tidak ambil pusing.

Sorenya aku pergi ke toko kue bunda. Aku pergi sendiri tanpa abangku. Abangku dia lagi keluar dengan teman-temannya. Baru juga buka pintu. Bunda sudah menyuruhku.

"Qilla tolong anterin ini yaa, ini udah langganan tiap tahun pesan jadi hanya ucapan terima kasih saja." Bunda memberikan sebuah bingkisan yang aku tidak tahu isinya apa.

"Kamu ke sini mau bantuin bunda kan?" Aku mengangguk. Tapi aku belum sempat duduk baru juga udah nyampek udah di suruh anterin barang.

"Anak pintar." Ucap bunda sambil menepuk pipiku. Bunda lalu memberikan alamatnya padaku.

Setelah agak kesulitan mencari alamatnya. Akhirnya aku sampai juga. Sepertinya sedang ada acara. Aku membuka helmku. Tidak ada yang menjaga di pintu gerbangnya mungkin orangnya lagi ada di dalam semua. Kalau ada satpam kan aku bisa titipkan ke bapak satpamnya.

Aku berjalan memasuki rumah tersebut. Satu pintunya terbuka tapi aku tetap memencet bel dan mengucapkan salam.

Suara jawaban salam terdengar dari dalam rumah. Sepertinya aku tidak asing dengan suara ini. Benar saja suara tersebut tak lain dan tak bukan adalah suara Gavyn. Aku berdiri mematung menghadapnya begitu juga dengan Gavyn.

Untuk beberapa saat kami saling terdiam mungkin sama-sama terkejut. Aku terkejut karena pemilik rumah yang aku datangi adalah rumah Gavyn dan Gavyn mungkin terkejut karena tamunya adalah diriku.

❤❤❤

Ulat bulu membawa berkah😂

Untuk part selanjutnya sampai tamat silakan baca di apk berbayar Karyakarsa Terimakasih🙏❤


Assalamualaikum Poker Face (TAMAT, LENGKAP) (Sekuel Nada)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang