Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

3 - How to Control My Mom?

36.2K 4.6K 255
                                    

"Kamu karena belum kenal aja, kali. Ini kan baru pertemuan pertama. Siapa tau mungkin first impression agak jelek, tapi ternyata setelah kamu kenal dekat, ternyata nggak sejelek itu."

"Hmmm ...." Evelyn hanya menggumam menanggapi Mbak Titi. "Mungkin. Tapi yang jelas dia bukan tipeku banget."

Mbak Titi tergelak. Mengingat sepak terjang Evelyn di dunia percintaan yang hanya kencan dengan pria-pria yang mengajaknya jalan, Mbak Titi sangsi Evelyn memiliki pria idaman. Evelyn hampir tidak pernah menolak siapa pun karena tidak sampai hati untuk menolak, kecuali beberapa yang terkenal playboy dan PK-alias Penjahat Kelamin.

"Mbak nggak tau kamu punya tipe pria idaman?" tanya Mbak Titi sambil menaikkan salah satu sudut bibirnya seolah sedang mencibir.

Evelyn tertawa terbahak-bahak saat ucapan Mbak Titi benar-benar membuatnya tersinggung. "Sial! Punya, lah!"

"Kalo kamu punya, kamu nggak akan pacaran sama Dino, Edward, Rexy, Leon. Mereka berempat bahkan masing-masing personality-nya berkebalikan. Kamu juga nggak akan pacaran sama Ryan, Peter, Tirta, Beni, Satrio ...."

"Perlu, ya, disebutin semua?!" pekik Evelyn hingga bangun dari posisi tidurnya. Ia mendelik jenaka pada Mbak Titi, pura-pura marah karena ia jadi terkesan seperti wanita yang suka mempermainkan para pria.

"In case kamu lupa ...." Mbak Titi mengangkat kedua tangannya, menahan Evelyn untuk mengendalikan emosi walaupun ia tahu Evelyn hanya berpura-pura kesal terhadapnya. Tak lama suara tawa langsung membahana di seluruh ruangan apartemen yang biasanya sepi itu.

"Wira tuh ... dia off-limit," ucap Evelyn setelah ia dan Mbak Titi terdiam karena kelelahan tertawa. "Yah, mungkin dia baik untuk jadi teman. Tapi, as a lover, kayaknya kurang menantang."

"Once again, kamu baru ketemu dia sekali!"

"Ya, itu emang summary aku setelah ketemu dia sekali dan kayaknya akan gitu selamanya. I'm pretty sure about my judgement."

***

Bogor, 30 Juli 2016

Wira sedang duduk di sebuah saung ketika ia menyapa beberapa buruh kebun yang lewat. Kebun mamanya ini sebenarnya tidak terlalu luas, tetapi Mama juga jarang berada di sini, jadi ia memberdayakan orang-orang sekitar untuk mengurus kebunnya saat ia tidak bisa datang. Tanamannya juga bermacam-macam karena memang bukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Hanya untuk memenuhi kebutuhan dapurnya sendiri dan kedai kakak iparnya saja.

Wira kemudian terpaku menatap keranjang-keranjang kecil berisi selada, kol, wortel, apel, dan jeruk. Bukan sebesar keranjang panen, tapi tetap saja banyak! Wira menoleh ke kiri, terlihat mamanya datang dengan sekeranjang paprika hijau.

"Ini kurang nggak, ya, buat seminggu?"

Wira mengernyit bingung. "Ma, aku nggak bisa masaknya. Mau sebulan juga nggak bakal abis. Perasaan Mama udah tau kalau aku nggak punya bakat di dapur?"

Tanpa repot-repot menoleh pada Wira, Bu Liana menjawab, "Siapa bilang ini buat kamu? Mama, kan, mau titip untuk Evelyn."

Wira menatap ngeri keranjang-keranjang itu bergantian dengan wajah berbunga-bunga mamanya. "Siapa yang mau mama titipin?"

"Ya, kamu, lah!"

Wira meringis ketika tangan Bu Liana melayang ke arah lengannya. Cepat-cepat Wira menggosok kulit lengannya yang terasa panas sambil mendesis.

"Ma, aku belum kenal. Aku bahkan nggak tau di mana alamat dia di Jakarta." Wira lebih ngeri membayangkan harus membawa buah dan sayur itu ke bandara dan membungkusnya rapat agar tidak rusak, belum lagi kemungkinan terancam ditangkap petugas imigrasi karena menyelundupkan sayur-sayur ini. For God's sake, Wira bukan paman dari desa! Oh fuck, bahkan lagu anak-anak itu sudah berputar di kepalanya.

How To End Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang