“Kenapa kau tidak bilang akan kembali ke Amerika hari ini?”
Kedua mata Hinata mengerjap melihat keenam laki-laki itu yang langsung mengeluarkan kalimat protes. Saat ingin berbicara, ia justru melihat Guru Tsunade berjalan ke arahnya. Ekspresi wanita itu terlihat sangat kesal.
“Bibi Tsunade di sini juga?”
“Mereka yang memaksaku untuk diantarkan ke sini menemuimu.”
Perhatian Hinata kembali mengarah pada anggota GS4T itu. “Sudah kubilang, jadilah anak-anak yang baik. Jangan suka membolos dan mengabaikan pelajaran.”
“Kenapa kau cerewet sekali?”
“Kami ke sini ingin menemuimu.”
“Setidaknya, tunjukkan raut bahagia meski hanya sedikit.”
“Kau ini payah sekali, sih?”
“Menyebalkan.”
“Tidak berperasaan.”
“Oi! Oi! Oi!” seru Neji kesal. “Jika kalian ingin mengatakan sesuatu, baiknya cepat katakan. Kami tidak memiliki waktu banyak. Pesawat tujuan Amerika akan segera lepas landas.”
“Aku mencintaimu!”
Lagi, Hinata hanya mampu mengerjapkan kedua matanya. Ia menjadi salah tingkah sendiri ketika diberikan tatapan yang begitu intens dari keenam laki-laki itu. Sampai ia harus mundur beberapa langkah demi menjaga jarak dengan mereka.
“Kalian pasti bercanda,” ujar Hinata.
“Tidak.”
“Aku serius.”
Hinata menatap Neji yang hanya mengendikkan bahu tak acuh. Terlihat jelas sekali kalau lelaki itu tak mau membantunya keluar dari situasi yang menyulitkan ini. Menyebalkan.
“Maafkan aku, tapi perasaanku hanya sebatas sayang. Aku tidak memiliki cinta untuk diberikan pada salah satu di antara kalian berenam.”
“Kenapa?”
Neji berdecak. Ia mendekati Hinata dan langsung merangkul pundaknya. “Karena cinta Hinata sudah termiliki oleh orang lain.”
“Itu tidak mungkin.”
“Kau pasti berbohong.”
“Terserah kalau tidak percaya.” Neji lalu menarik tangan Hinata, menunjukkan benda berkilau yang melingkar di jari manisnya. “Hinata bahkan sudah bertunangan, jadi jangan berharap lebih padanya. Sebaiknya kalian buang saja perasaan kalian itu jauh-jauh.”
“Hinata tidak pernah bilang sudah memiliki orang yang dicintai.”
“Aku tidak akan percaya bahwa Hinata sudah memiliki tunangan.”
Guru Tsunade mendengus sebal. “Anak-anak ini sangat tidak tahu diri,” gumamnya.
“Bicaralah sesuka kalian,” kata Neji yang kemudian menarik tangan Hinata, “tak ada gunanya meladeni bocah-bocah SMA.”
“Apa kau bilang?!”
Mengabaikan pekikan dari keenam laki-laki itu, Neji kembali berpamitan pada orang tuanya serta Guru Tsunade. “Kami pergi sekarang.”
“Hati-hati!”
Neji menatap Hinata yang hanya tersenyum seraya menggeleng. “Kau kenapa?”
“Tidak apa-apa.”
“Jangan bilang kalau kau memiliki perasaan lebih pada salah satu dari mereka berenam.”
Hinata tertawa geli. “Mana mungkin!” ujarnya sambil menarik lengan Neji dan memeluknya. “Kekasih hatiku jauh lebih dari segalanya dibandingkan dengan mereka.”
KAMU SEDANG MEMBACA
TSP (The Six Prince): A Story of Konoha High School (KHS)
Fiksi PenggemarKisah SMA Hinata bersama enam pangeran sekolah berwajah tampan, bermulut pedas, berperilaku kejam, dan berhati dingin.