20 | Jealous

9.3K 564 2
                                    

Biar impas dulu, gue buat povnya Alfian deh ya (entah kenapa author kasian sama Alfian ini*hiks)
Yang ngerasa ga penting, skip aje yee

Aku berhenti tepat didepan rumah megah milik Olivia. Olivia melirik rumahnya sebentar lalu kembali menoleh padaku. Ku remas tangannya yang sedari tadi berada digenggamanku.

"Kau tidak mau turun dulu?" tanyanya. Aku menggeleng. "Anytime."

Olivia tersenyum lalu mencondongkan tubuhnya padaku. Kalau sudah begini, aku mengerti betul apa yang diinginkannya.

Aku mendekat dan menarik tengkuknya agar lebih dekat denganku. Hingga bibir kami bertemu, dia menutup matanya dan menikmati setiap lumatan pelanku dibibirnya. Aku menarik diri terlebih dahulu.

"Masuklah." Aku mengelus pipinya dengan ibu jariku dan dia mengangguk. Dibukanya pintu mobil dan dengan anggun keluar dari mobilku. Olivia melambai dan aku memajukan mobil lagi pulang kerumah.

Setengah jam kemudian aku sampai dirumah dan ketika mesin mobilku mati, aku mendengar deru motor diseberang rumahku. Sepertinya berhenti tepat didepan rumah Jeje.

"Siapa itu?" tanyaku pada Yeni yang baru kembali dari menutup pagar.

"Tuan Aldo dan Non Zera, tuan." Yeni mengulurkan tangannya untuk mengambil tas kantorku dan aku menyerahkan padanya.

"Kau masuk dulu saja. Aku ingin berbicara dengan Jeje sebentar."

Yeni mengangguk dan berlalu dari hadapanku.

Aku melangkah menuju gerbang dan ketika akan membuka pagar, disela-selanya aku melihat Jeje dan Aldo. Yah, katakan aku mengintip mereka.
I don’t like the way he’s looking at you
I’m starting to think you want him too
Am I crazy, have I lost ya?
Even though I know you love me, can’t help it

Dari sini, aku melihat Jeje yang berwajah cemberut dan Aldo mengacak rambutnya dengan gemas. Jeje merapikan rambutnya kembali sambil bersungut-sungut. Entah apa yang mereka bicarakan sampai Aldo menarik Jeje ke pelukannya dan menggoyangkannya layaknya boneka. Aldo tampak tertawa dari belakang sini, tapi aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Hingga mereka melepaskan pelukan dan Aldo seperti berpamitan dengan Jeje karena Jeje mundur selangkah. Aldo melajukan motornya dan Jeje melambai serta memerhatikan motornya sampai motor itu hilang ditikungan. Setelah itu Jeje tersenyum sendiri dan berbalik masuk ke dalam rumahnya.

Cih!

***

Argh!

I turn my chin music up
And I’m puffing my chest
I’m getting red in the face
You can call me obsessed
It’s not your fault that they hover
I mean no disrespect
It’s my right to be hellish
I still get jealous

Aku membanting dokumen dengan kasar. Ku tumpukan kedua sikuku ke meja dan memijit pelipisku. Kepalaku tidak sakit, cuma terasa mau pecah saja. Ini semua karena Jeje yang bersikap terlalu profesional bahkan saat aku berusaha untuk bercanda dengannya tadi. Kenapa dia seperti ini? Aku sudah tidak bisa menerka lagi kenapa dia bersikap dingin padaku. Padahal dipesta itu kami sudah kembali berbaikan dan sepertinya tidak ada hal lain yang bisa membuatnya seperti ini.

Aku mengatur nafas untuk menenangkan diri. Ku ambil lagi dokumen yang aku lempar tadi dan membacanya. Tiba-tiba otakku berjalan dengan cepat. Aku harus mencari waktu berdua dengan Jeje, bahkan dengan cara profesional sekalipun!
'Cause you’re too sexy, beautiful
And everybody wants a taste
That’s why
I still get jealous

***

"Kau suka?" tanyaku pada Jeje yang duduk disebelahku. Kami sedang berada di lokasi syuting iklan bedcover di sebuah taman yang sudah di desain sedemikian rupa. Aku sengaja pergi berdua dengannya karena ku katakan aku ingin melihat proses secara langsung sesekali. Dan dia harus ikut bersamaku. Jika dia menawarkan ke profesionalan, maka aku juga.

my ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang