Gatahan lagi buat ga ngupdate!!
Walopun target ga terpenuhi amat, aku tetap post ini deh.
Ada 3 POV disini : Zera, Aldo, Alfian. Masih ga ditulisin POVnya siapa dan siapa, jadi readers berpandai2 ajalah ya hihi
Part ini didedikasikan buat trimiyu dan gyuola yang udah banyak ngomen, makasih yaa. Dan makasih juga buat semua readers yang masih minat sama cerita abal2 ini :D terutama readers yang ga SR!Aku turun dari tangga menuju ruang makan dimana keluargaku sudah berkumpul. Mom dan Dad serentak menatapku saat aku memasuki ruang makan.
You walk into the room
So perfect but unaware
Making me stop and stare
Every time I heard he broke your heart
Can I just fix you girl?
Show you a different world?"Aldo, kau kenapa berwajah seperti itu? Ada masalah dengan kafe atau Jeje?" Tanya mom ketika aku baru saja duduk dan membalik piringku yang tengkurap. Aku menggeleng tanpa menoleh pada mom.
Mom menoleh pada Dad dan Dad sepertinya mengerti isyarat Mom dan membuka suara. "Kau tidak pernah seperti ini. Kecuali saat kami memintamu untuk menikah."
Aku menatap dingin pada Dad dan Dad membalasku dengan tatapan bertanya. Akhirnya aku menghembuskan nafas berat. "Aku ingin melanjutkan Master di Sidney."
"Apa?" Aku bisa melihat keterkejutan diwajah mom, dan tidak dengan dad. Dad malah tersenyum dan bangga. "Apa maksudmu? Kau tidak bisa meninggalkan kafe yang baru kau bangun begitu saja. Dan juga Zera. Apa kau sudah membicarakan dengannya?"
"Masalah kafe, aku akan mempercayakan pada Pito, dan aku rasa mom dengan senang hati akan terus memantau kemajuan Kafeku. Dan Jeje, aku harap dia tidak tau sampai aku benar-benar menyelesaikan masalah administrasi dan tinggal memulai kuliahku lagi."
"Kenapa begitu? Bukankah kalian akan segera menikah? Katamu akan memberikan cucu pada mom secepatnya!"
Aku bergidik dan menatap mama dengan wajah jengkel. "Siapa bilang? Mom jangan mengada-ada."
Mom tersenyum dan aku ikut tersenyum padanya. Sepertinya mom sedang berusaha membuat suasana hatiku mencair.
"Apa kau yakin?" Tanya Dad lagi. Aku mengangguk mantap.
***
"Tuan, nona Olivia menghubungi anda sedari tadi. Katanya ponsel anda tidak aktif."
Aku mengangguk pada Yeni yang memberikanku kabar ini. Kulirik ponselku yang sedari tadi berada di meja kerjaku. Memang benar, sudah setengah hari ponsel ini mati dan aku tidak berniat menghidupkannya.
"Terima kasih, aku akan menghubunginya nanti."
Yeni mengangguk lalu pamit dan keluar dari ruang kerjaku. Kuhela nafas berat. Ku sandarkan tubuhku ke kursi berbahan kulitku ini, memberikan sedikit kenyamanan di punggungku. Sedangkan aku berusaha merilekskan tubuhku, jemariku menggerakan mouse ke folder pribadiku di layar komputer. Folder yang berisi kumpulan fotoku dengan Jeje.
Ketika folder itu terbuka dan menampakan foto-foto dalam ukuran mini, kutarik tubuhku kembali untuk melihatnya dengan seksama. Kuklik dua kali pada salah satu foto hingga foto itu membesar dan memenuhi layar. Foto saat wisuda sarjanaku. Aku yang memakai jubah hitam dengan toga dan Jeje yang berdiri disebelahku. Tangan kirinya menggandeng sikuku dan tangannya yang lain memegang sebuket bunga. Tentu saja dia tidak berpenampilan anggun disana. Dia hanya menggunakan pakaian simpel layaknya pergi jalan-jalan.
Aku tersenyum mengingat hubungan kami dulu. Where ever I am, there she is. Tapi sekarang sungguh berbeda. Jeje, bukan milikku lagi.
Pikiranku melintas ke seminggu lalu saat makan malam dirumah Aldo dan dimana saat itu aku menantangnya untuk mencium Aldo. Dan benar saja, dia melakukannya! Didepanku! Awalnya aku melihat bahwa ciuman yang diberikan Jeje untuk Aldo merupakan ciuman yang bergairah, tapi saat Aldo membalasnya, ciuman itu berubah menjadi sebuah ciuman yang siapapun akan iri melihatnya. Ciuman lembut yang disampaikan atas dasar cinta. Dan aku melihat betul bagaimana tatapan mereka ketika bibir itu berpisah. Mereka memang saling jatuh cinta.
I'll take you anywhere
I'll put you on a throne
I'll lay down my heart, I swear
And I'll make sure that you'll never be alone
KAMU SEDANG MEMBACA
my A
RomanceGadis itu menutup mulutnya agar suara pekikannya tidak terdengar melengking, jadilah teriakannya tertahan kembali ke kerongkongannya. Pria itu sekarang berlutut dihadapannya dengan tangan terulur dan menunjukkan sebuah kotak kecil beludru berwarna b...