Purpose

40 7 0
                                    

Jin POV

Aku tidak tahu bagaimana perasaanku setelah mendengar sendiri dari Haneul bahwa dia hamil. Dia hamil anakku. Apa semua ini hanya mimpi? Tapi tampaknya bukan mimpi, karena wajah Haneul yang menangis tampak jelas dihadapanku

Aku tidak bisa mengutarakan apapun lagi selain mengatakan bahwa aku akan bertanggung jawab untuk semuanya. Aku berusaha menenangkan Haneul sebisaku, karena aku tahu dirinya pasti sangat tertekan akhir-akhir ini. Walaupun, sebenarnya akupun lebih cemas dan mendadak sedikit panik.

Wajah Haneul sangat pucat, badannya juga terlihat semakin kurus. Aku jadi tidak tega padanya, aku sering melihatnya pulang larut akhir-akhir ini. Pekerjaannya pasti sangat berat. Ditambah anak dalam kandungannya yang membuatnya semakin tertekan.

"Aku mencintaimu, Park Haneul. Ayo kita menikah" aku mengatakan itu tanpa beban dari dalam hati. Sungguh, aku mencintai Haneul. Walaupun perasaan itu tidak tumbuh dengan besar, tapi aku cukup menyadari hal itu

"Jangan berbohong, Jin. Kau tidak perlu melakukannya untukku!" Haneul menatap mataku dalam, sehingga aku juga menatap matanya yang sarat akan ketakutan.

"Aku tidak berbohong. Aku serius. Ayo kita menikah, beri aku waktu untuk membuat kau mencintaiku"

Haneul tampak terkejut. Dia menggigit bibir bawahnya pertanda dilanda gusar. Tentu saja ajakanku terlalu mendadak baginya. Bagaimana bisa kami yang sudah sangat canggung ini tiba-tiba membangun sebuah biduk rumah tangga?

"A-aku aku sungguh tidak yakin, aku tidak bisa melak—"

"Jika kau tidak melakukannya demi dirimu sendiri, maka lakukan itu demi anakmu. Demi anak kita"

***

Author POV

Setelah perbincangan malam itu, keesokan paginya Jin dan Haneul sama-sama mengambil cuti untuk pekerjaannya. Jin memutuskan untuk mengajak Haneul menemui keluarganya. Begitu juga dengan Haneul yang ingin membawa Jin menemui keluarganya. Hingga saat matahari menampakkan sinar teriknya pertanda langit sedang cerah pagi ini, Jin dan Haneul tampak melakukan perjalanan kerumah orang tua Jin dengan menggunakan mobil hitam milik Jin

"Kau baik-baik saja? Kau sangat pucat Haneul, apa kau sudah makan pagi?" Jin tidak henti-hentinya mengarahkan pandangan pada gadis disebelahnya

"Ini sudah biasa, aku tidak bisa makan. Aku akan mual jika makan sesuatu"

"Setidaknya minumlah susu, kau tidak boleh egois Haneul, pikirkan bayimu"

Kata-kata itu sungguh menghantam Haneul. Entah kenapa, Haneul jadi gampang menangis. Haneul merasa dirinya lemah sekali sekarang. Bahkan hanya dengan kalimat seperti itu saja, Haneul mendadak bungkam dengan emosi yang tidak terkontrol

"Kumohon jangan menangis lagi Haneul. Lebih baik sekarang makan sesuatu atau minum susu. Kita harus mampir sebentar ke kedai"

Jin menepati kata-katanya. Sekarang mereka sudah duduk manis di kedai yang terletak tidak jauh dari rumah keluarga Jin. Haneul dan Jin hanya diam, dengan pikiran yang sudah kesana kemari. Namun Jin berusaha tenang, dia harus bersikap sebagaimana laki-laki dewasa disini "Mulai sekarang, jangan melupakan makan lagi. Aku akan memperhatikanmu sekarang, Haneul"

Haneul hanya menatap Jin. Jika Haneul yang dulu masih ada, mungkin Haneul akan berteriak karena kesal. Tentu saja kesal karena dirinya diperlakukan seperti anak kecil. Namun, Haneul yang sekarang sudah sedikit berbeda. Haneul juga tidak mengerti kenapa, yang jelas sekarang dia merasa sedikit lebih lembut. Atau mungkin terlihat seperti putus asa?

"Iya aku mengerti"

Jin sempat terkejut. Haneul sangat penurut sekali. Bahkan Jin tidak mendapati raut emosi seperti Haneul biasanya yang suka marah-marah. Mendadak, Jin merasa sangat bersalah. Entah berapa kali Jin memaki diri sendiri. Dan asal kalian tahu, baik Jin maupun Haneul tidak ada yang bisa tidur tadi malam. Mereka baru bisa menjemput mimpi saat subuh. Jin pukul 5 sedangkan Haneul pukul 4.

The 100 Day's || KSJ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang