Kita pernah bernaung dalam satu awan
Bersama gulita peneman keheningan
Merangkai bintang menjadi untaian
Lupakan sejenak perihal rodanAda cerita di tiap kerlip perhiasan langit
Kau bilang banyaknya tak mampu kalahkan bunga yang tertanam di hati
Untuk selanjutnya, padaku kau beri
Sebagai gadis yang dicintaiNamun saat ini, hanya aku yang menikmati. Seorang diri. Setelah sang pelangi di ujung sana memikatmu tiada henti, kalahkan takjub yang tersemai pada bulan purnama. Yang kita nikmati bersama, saat dulu kala.
Tawamu tak terdengar lagi. Suara renyah itu hilang, meluap hingga sampai ke pelangi yang kau tuju. Hingga tak tersisa satu getaran pun untukku, yang katamu tiap detaknya adalah namaku. Dulu.
Ketahuilah, pelangimu hanya hadir sesaat setelah hujan itu, perihal penghantarmu kepadanya. Jika dia pergi, berbaliklah. Masih ada gulita berhias permata dan rembulan kita di sini. Yang setia menemani, merangkai bait-bait cerita hingga aku pergi. Berteman mati.
2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSA
PoetryBerisi tentang rasa yang diuntai dalam bait-bait aksara. Ada prosa sedih, dan prosa yang membuat tersipu. Beberapa prosa sudah dibukukan.