Ada yang lain pada senja kali ini
Ada luka di bawah naungan jingga
Ada hati yang terluka karena duri
Ada perih yang memberi kabar dukaAku tak tahu apakah setelah ini, indahnya semburat mentari tenggelam 'kan tenangkan hati. Setelah saat ini, petang tadi, jejakmu semakin jelas terlihat. Jejak tanpa sang pemilik. Karena kamu, telah benar tak ada di sini. Tinggalkan aku, sendiri.
Kau tak pernah tenggelam dalam rengkuhku. Seharusnya diri ini memang tak pernah lukiskan namamu dengan kanvas pelangi. Salahku, memang, menyimpan rapi dalam almari lakuna. Tanpa kauminta.
Dan ketika kaupinta aku 'tuk lepaskan genggaman, tak ada alasan yang dapat mencegahmu pergi. Karena, memang, lagi-lagi hanya aku yang menggenggam. Kau hanya menerima genggaman, tanpa memberi sebaliknya.
Tuan, bagaimana senjaku akan seindah hari kemarin?
Tak akan ada lagi bait-bait yang kaukirim 'tuk tenangkan hati. Sekadar kata sambung untuk bersua, kini hilang segalanya. Lenyap, seiring dengan langkahmu yang semakin jauh dari pandangan.
Pergilah, Tuan. Bawa hati yang semula kugenggam. Maaf jika daku, pernah lancang menyimpan namamu di hati yang terdalam. Tanpa seijinmu, dahulu.
Pergilah, Tuan. Di senja kali ini, kaukulepaskan. Berkelanalah mencari pasangan hati yang dapat menentramkan. Meski setelah ini, waktuku harus siap dihujani kerinduan. Dicambuk keperihan. Juga ... ditampar kenyataan.
Pergilah, Tuan. Biar senyumku menjadi penghantar. Yakinlah bahwa aku akan baik saja. Meski sejatinya, ialah dusta.
22 Juli 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROSA
PoetryBerisi tentang rasa yang diuntai dalam bait-bait aksara. Ada prosa sedih, dan prosa yang membuat tersipu. Beberapa prosa sudah dibukukan.