Bertemu dengan cowok santai dan bodo amat dengan hidupnya membuat Dena menghela napas panjang. Belum lagi, mereka harus bersama karena suatu hal. Camkan, 'harus' bersama. Selain itu, Kenzo tahu bahwa Dena sangat lemah dengan es krim matcha. Kenzo me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kenzo mengernyit dalam; bingung. Cowok itu meneguk kopinya yang hampir habis. Kopi hitam yang pahit itu kesukaannya. Ia sedang duduk di balkon kamarnya sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya. Kenzo, ia tidak paham apa yang terjadi pada Dena sehingga cewek itu jadi menyebalkan dan lebih jutek dari sebelumnya.
Biasanya saat Kenzo meminta tugas Dena, gadis itu akan marah-marah. Setelah itu, Dena akan berkata, "beliin es krim yang banyak ya?" atau permintaan lain sebagai ganti tugasnya yang Kenzo salin; yang tentu saja tingkah Dena sangat menggemaskan bagi Kenzo. Namun hari ini berbeda. Setelah insiden Dena yang kalah taruhan dengan Kenzo, gadis itu nampak berbeda dari biasanya. Atau hanya Kenzo saja yang berpikiran seperti itu?
Cowok itu berdecak; kesal dengan jawaban Dena. Ia memasang muka datar sambil menatap ponselnya, agak tidak terima dengan perkataan Dena yang menohok hatinya; walaupun sepenuhnya hampir benar.
Kenzo mendesah, pusing dengan sifat malasnya yang tidak berujung. Setelah pulang dari kampus, Kenzo langsung bermain bola bersama teman sekampungnya. Ah iya, sekarang Kenzo sedang berada di Bogor. Ia mengendarai motor dari Jakarta ke Bogor, hampir dua jam. Alasannya benar, badannya memang remuk semua tetapi ia tidak ingin tidur karena tugasnya menumpuk.
Mendesah lagi, "Coba tadi gue gak main bola.. ah susah sih kalo udah hobi!" ucapnya sambil meremas kepalanya; pusing dengan kemalasan yang tidak berujung itu.
***
Dena berjalan kesusahan sambil membawa tiga buku. Jangan salah, satu buku berisi empat ratus lembar dengan kertasnya berukuran A4. Ia baru saja dari perpustakaan, lima belas menit lagi kelas akan masuk. Kania sudah duluan tadi, mereka berpisah karena Dena harus meminjam beberapa buku untuk referensi tugasnya.
"Na?"
Langkah Dena terhenti, ia mendongak kemudian tersenyum saat menatap Januar yang berdiri di hadapannya. "Sini bukunya!" katanya sambil mengambil buku dari tangan Dena.