Prolog

39 6 1
                                    

Sore itu, di sebuah taman bermain, seorang anak laki-laki berjalan menjauhi teman-temannya yang sedang asyik bermain bola. Ia duduk di bawah sebuah pohon, memandang langit sore yang terlihat begitu indah. Sejak ia diberitahu orang tuanya untuk tidak bermain lari-larian atau pun permainan berat lainnya, ia yang biasanya tidak bisa tenang, menjadi begitu gelisah. Ia terus-terusan melirik teman-temannya dengan kesal.

"Beruntungnya mereka, aku kan juga mau main." Anak itu semakin cemberut dan merebahkan dirinya di pohon besar itu.

Seorang anak perempuan yang berdiri tidak jauh dari anak laki-laki itu tampak tertarik dengan anak itu. Sudah 1 minggu ini setiap kali ia datang ke taman untuk bermain, selalu saja melihat anak itu duduk di bawah pohon dan menonton teman-teman laki-lakinya bermain. Kali ini anak perempuan itu sedang asyik menceritakan salah satu buku cerita yang baru selesai ia baca bersama ibunya.

"Indah, kamu liatin siapa?" Tanya salah seorang temannya yang bingung karena Indah berhenti bercerita. Indah memandang temannya dengan wajah yang begitu polos.

Jari mungil Indah menunjuk anak laki-laki yang duduk di dekat pohon tadi. "Itu, aku lihat kok dia gak ikut main sama temennya yang lain ya?" Tanya Indah, mata bulatnya melebar penasaran.

Wajah teman-teman Indah ikut menatap anak laki-laki itu yang membuat anak itu menyadarinya dan membuang muka dengan cueknya. "Dia nyebelin. Lihat aja cara dia liatin kita, udah ah Indah, lanjutin cerita kamu yang itu aja..." Teman-teman Indah hanya bisa terkejut saat melihat Indah sudah berdiri di depan anak laki-laki itu.

"Hei, gak main sama mereka?" Tanya Indah dengan senyuman polos. Ia belum pernah gagal mendapatkan teman dengan cara itu. Tersenyum dan mengajak anak itu mengobrol, mungkin akan menambahkan satu teman lagi baginya. Tidak peduli perempuan atau laki-laki, seperti kata mamanya, 'teman itu tidak boleh memilih'.

Anak laki-laki itu hanya melirik Indah sekilas sebelum mengacuhkan ucapan Indah dan kembali menonton teman-temannya bermain sepak bola.

Indah yang menyadari dirinya di acuhkan, kembali berusaha dan duduk sedekat mungkin dengan anak laki-laki itu. Anak itu terlihat tidak nyaman dan menjauhkan diri dari Indah, meski begitu Indah terus mendekat dan merapat pada anak itu. Sampai akhirnya anak laki-laki itu menyerah dan membiarkan bahu mereka saling menempel saking dekatnya.

"Kamu lagi sakit ya? Atau mereka jahatin kamu?" Indah kembali bertanya. Nada polos khas anak kecil membuatnya terlihat begitu lugu.

Merasa tidak akan di respon, Indah kembali berceloteh. "Kalau kamu mau temenan sama mereka, aku bisa bantu kok. Tapi, kayaknya kamu lebih suka sendirian di sini yah?" Indah terus berbicara, tanpa peduli anak di sebelahnya merasa sangat terganggu dengan hal itu.

"Oh ya, kamu pernah baca buku cerita ini gak?" Indah menunjukkan sebuah buku pada anak itu, yang awalnya hanya di perhatikan sekilas oleh anak itu. "Ceritanya bagus loh, tentang kelinci yang di jauhin sama temen-temennya, katanya dia beda gitu, soalnya warna bulu dia hitam. Mereka bilang kelinci itu penyakitan, kalau deket-deket nanti bisa sakit juga, warna bulunya nanti jadi hitam kayak gini." Indah menunjuk salah satu gambar kelinci yang berwarna hitam diantara kelinci-kelinci putih.

Anak laki-laki itu mulai tertarik dan merapatkan tubuhnya ke Indah agar bisa melihat gambar di buku cerita Indah lebih jelas. Indah yang menyadari hal itu, malah tambah semangat bercerita. Dia bahkan menggerak-gerakkan tangan mungilnya untuk memberikan gambaran pada anak laki-laki di sebelahnya yang menatapnya dengan kagum.

"Oh ya, kalau kamu punya masalah, kamu bisa coba nungguin cahaya jatuh dari langit kayak kelinci hitam ini, tapi cuma ada malam-malam. Jadi kamu harus nungguin setiap mau tidur. Nah, kalau cahayanya udah jatuh, kamu tutup mata kamu, terus ucapin harapan kamu. Teriak aja biar cahaya itu denger, terus nanti kamu tidur deh. Kalau kamu percaya sama keajaiban, pasti harapan kamu di kabulin." Kata Indah dengan bersemangat. Anak laki-laki itu menatap Indah dengan mata berbinar-binar kemudian menatap langit sore.

"Cahaya jatuh di langit malam ya?" Anak laki-laki itu mulai tersenyum.

Mendadak seseorang memanggil Indah dari kejauhan, melihat mamanya sudah datang menjemput, Indah beranjak dari tempatnya dan berlari mendekati mamanya. Ia melupakan anak laki-laki yang ia dekati tadi dan langsung pulang bersama mamanya. Tanpa Indah sadari kata-katanya tadi berhasil membuat laki-laki itu bersemangat.

Di tengah jalan Indah bercerita pada mamanya, tapi saat mamanya bertanya nama anak itu, Indah tersadar dan menarik mamanya untuk kembali ke taman itu lagi. "Aku lupa tanya nama dia, kalau belum tahu namanya, kita belum bisa temenan." Rengek Indah.

Sedangkan anak laki-laki itu menatap tempat anak perempuan tadi menghilang. "Aku lupa nanya nama dia. Kira-kira, besok masih ketemu lagi gak ya?" Gumam anak itu.

wishingWhere stories live. Discover now