Book in memory

14 0 0
                                    

Aku mungkin akan sangat menyesali keputusanku kemarin. Setelah berbicara dengan Via, aku merasa harus menguatkan tekadku agar bisa mendekati Kevin. Tapi mendadak saja aku ingin sekali menelan kalimatku kemarin bulat-bulat.

"Aku terkejut. Sangat malah." Kevin, masih dengan gaya sok kerennya, membaca buku dan berusaha menirukan suara orang menyebalkan, duduk di depanku dalam jarak aman sejauh 5 meter.

Aku menatapnya tajam. "Oh, apa karena kehadiranku?"

Dia mengangkat alisnya, "30% karena kehadiranmu dan 70% karena kepala batu milikmu."

Aku tersenyum kesal. "Kurasa setiap orang yang ingin mendekatimu harus memiliki kepala dan hati yang sekeras batu, juga tekad sekuat baja."

"Wah, kau tahu sangat banyak. Apa kau salah satu dari perempuan-perempuan yang mengaku fansku?" Katanya dengan tenang.

Aku melotot, "sekarang akulah yang terkejut, ternyata kau memiliki kepercayaan diri di atas rata-rata."

"Setelah mengetahuinya, apa sekarang kau benar-benar akan pergi?" Kevin menyempatkan diri melirikku, meski aku tidak mengharapkan hal itu.

Aku benar-benar akan meledak. Ini baru 5 menit. Bagaimana bisa aku tahan berada di dekatnya lebih dari itu? Mungkin aku sudah terkena darah tinggi.

Mendadak perhatianku teralihkan, aku menatap buku yang sedang di bacanya. Di covernya yang berwarna biru gelap dengan taburan bintang-bintang, terdapat sebuah kalimat, 'Berharap Pada Bintang'. Aku menatap buku itu cukup lama. Kemudian aku mengalihkan tatapanku ke wajah Kevin, dan sedikit terkejut. Dia balas menatapku karena sadar aku menatap lama dirinya (bukunya).

"Jangan menatapku dengan wajah mesum begitu. Aku tahu kau begitu mengidolakanku, tapi tolong jangan berikan tatapan seolah kau akan memangsaku begitu." Dia bergidik ngeri sambil mengelus badannya.

Wajahku memerah sempurna. Sebagian karena aku marah, sebagian lagi karena aku malu ketahuan sedang menatapnya.

"AKU TIDAK...!" Aku berteriak sambil berdiri, tapi kemudian menghentikan tingkah laku memalukanku. Aku yakin ini adalah reaksi yang diharapkan Kevin, sebaiknya aku tidak mengabulkan harapan itu dan membuatnya semakin senang dengan situasi ini.

Aku kembali duduk dan melihat Kevin kembali membaca bukunya seolah tidak terjadi apa-apa. Aku semakin naik pitam di buatnya.

Tapi saat ini buku itulah yang menjadi pusat perhatianku. Seingatku, aku pernah memiliki buku itu saat masuk SMA dulu. Aku membacanya karena buku itu mengingatkanku pada masa kecilku. Tapi, kenapa Kevin juga membaca buku yang sama.

"Kau tahu,aku juga punya buku itu." Kataku setengah termenung. Aku masih membayangkan isi buku itu. Aku sangat menghafal buku itu, karena setiap kalimat yang tercetak di sana seolah menyentuh hatiku.

Kevin mengalihkan pandangan matanya dan menatapku. Cukup lama, sampai aku membalas pandangan mata itu.

"Seorang laki-laki yang memiliki hidup yang berantakan, ayah dan ibu yang bertengkar saat ia kecil, kemudian perceraian kedua orang tuanya saat dia remaja, pernikahan yang terpaksa ia lakukan, cinta yang terlarang dan begitu banyak masalah. Laki-laki yang frustasi itu sangat ingin bunuh diri. Tapi suatu hari, tepat sebelum dia meminum racun tikus, sebuah cahaya jatuh dari langit dan menarik perhatiannya. Entah kenapa dia menunda waktu kematiannya dan memilih mengucapkan harapannya pada cahaya itu.

"Esoknya, ketika dia terbangun, semuanya berubah. Kehidupan bahagia yang ia harapkan seolah terkabul dalam waktu semalam. Kedua orang tuanya yang tidak jadi bercerai dan dia bisa bersama dengan orang yang ia cintai. Seolah semua yang terjadi selama hidupnya kemarin hanyalah sebuah mimpi panjang yang baru saja berakhir saat dia terbangun. Tapi yang tidak di ketahui laki-laki itu, dia harus membayar mahal atas apa yang telah ia dapatkan. Ia kehilanga..."

"Tidak usah di lanjutkan!" Suara Kevin yang meninggi secara tiba-tiba menghentikan ceritaku. Aku menatap wajahnya dengan bingung. Aku melihat kilatan sedih di matanya, hanya sesaat dan kemudian di gantikan dengan tatapan kesal.

"Apa semua fansku harus menghafal semua hal yang aku sukai? Apa tidak ada peraturan di fans clubmu itu tentang privasi idola? Kau benar-benar membuatku merinding saat ini." Kevin langsung berdiri sambil memasang earphonenya dan berjalan menjauh.

Meski saat itu sebagian dari diriku sangat ingin melemparkan sepatu ke kepala laki-laki sombong itu, sebagian lainnya berhasil mencegahku. Rasanya aku ingin mengejarnya dan memeluk Kevin. Aku mengerti kenapa dia tidak ingin mendengar kalimat selanjutnya. Karena akhir dari cerita itu tidaklah bahagia seperti dongeng anak-anak. Laki-laki itu kehilangan wanita yang di cintainya, karena sebuah penyakit yang sudah di miliki oleh wanita itu sejak kecil.

Apa Kevin takut, jika hidupnya akan berakhir seperti itu?

♥∙♥∙♥

wishingWhere stories live. Discover now