Back to the past? III

14 2 4
                                    

Aku kedinginan.

Meski kedua tanganku sudah ada di balik jaket tebal yang ku kenakan, meski sebuah syal abu-abu terlilit rapih di leherku. Rasanya tetap dingin.

Mungkin ini karena udara di atas bukit semakin dingin. Di tambah matahari yang semakin rendah, menujukkan warna orange yang menyinari sebagian bukit ini. Aku duduk di atas sebuah batu yang cukup besar, yang anehnya terletak di pinggir tebing.

Sebuah buku kecil bersampul hitam kudekap di dadaku. Buku itu adalah Diari milik Kevin, sebuah buku yang selalu ia bawa kemana-mana. Aku pernah melihatnya sekali, tapi tidak ku sangka buku ini begitu berarti baginya. Saat itu ada kegiatan mendaki bukit di belakang sekolah, bukit tempatku berada saat ini, dan saat itu hanya dialah yang tidak ikut mendaki. Dia memilih duduk di bawah sebuah pohon sambil menulis di buku hitamnya itu.

Mana mungkin aku sadar jika saat itu adalah terakhir kalinya aku bisa melihat senyumannya. Karena setelah itu, dia jarang terlihat. Seolah lenyap dari pandangan dan perhatianku. Meski hanya bisa memandanginya, aku tidak bisa melupakan perasaan hangat saat melihat senyumannya. Tapi setelah itu, aku tidak pernah memperhatikannya lagi, semua perasaan itu seolah lenyap begitu saja.

Sampai aku memulai kehidupanku lagi dari awal di Universitas baruku ini.

Halaman terakhir buku itu semakin menusuk-nusuk hatiku. Dia menceritakan tentang seorang gadis kecil yang dulu pernah ia temui, seorang malaikat penyelamat hidupnya.

"Aku berharap bisa bertemu dengan gadis itu lagi, meski dia tidak akan mengingatku, aku tetap akan mengingatnya. Bagaimana senyuman dan ceritanya yang saat itu berhasil membangkitkanku dari keterpurukan. Saat itu pertama kalinya aku menyadari adanya seorang malaikat di taman bermain itu, tapi saat itu juga aku harus kehilangan malaikatku itu. Tapi harapanku terkabul, aku kembali bertemu dengannya. Senyumannya masih sama, wajahnya terlihat begitu indah. Rasanya aku ingin mendekatinya, mengatakan jika aku sangat merindukan cerita-ceritanya juga senyumannya yang hanya tertuju padaku.

Tapi sayangnya aku tidak bisa. Penyakit ini menghalangi semua mimpiku itu. Aku sangat takut, jika aku mengatakan semuanya, kembali mengenalnya, aku akan semakin sulit untuk melepaskannya. Aku juga sangat takut jika ia menangis saat aku memang harus pergi. Aku tidak ingin menyakiti malaikatku itu, karena itu aku berusaha melupakannya.

Aku masih menunggu, menunggu akan datangnya sebuah keajaiban dari langit malam. Keajaiban yang akan mengabulkan harapanku. Keinginanku untuk bisa dekat dengan malaikat kecilku, penyelamat hidupku. Tapi, di saat seperti ini, aku rasa aku harus menyerah. Melupakan semua harapan konyol ini. Bisakah aku melakukannya?"

Malam semakin larut, yang menemaniku saat ini hanya bulan dan bintang-bintang di langit. Buku itu masih ku genggam erat, sambil memandangi langit. Aku seolah bisa merasakan kesepian dan kesedihan Kevin ketika harus menatap indahnya langit malam di balik jendela rumah sakit, di atas ranjangnya dengan tubuh di penuhi alat-alat medis penunjang hidupnya. Tapi aku tidak bisa menangis, meski kesedihan itu begitu menusukku.

Aku mendekap kuat buku itu, perasaanku seolah menyatu dengan Kevin. Aku menatap langit malam yang di taburi bintang-bintang. Bersama bulan, mereka menerangi hutan tempatku berdiri sekarang. Sesuatu tertangkap oleh mataku, setitik cahaya melesat dengan cepat. Saat itu, tanpa menyadarinya, aku menutup mataku dan mengucapkan satu harapan.

"Aku berharap, aku bisa mengulang waktu. Akan ku berikan kebahagiaan pada Kevin. Akan aku lakukan apa pun demi membuat ia tersenyum dan tertawa."

Ketika membuka mata, aku bisa merasakan pandanganku mengabur. Aku mengusap air yang menganggu pandanganku. Air mata? Aku menangis?

Saat itu aku merasa ada yang aneh dengan bintang itu, dia mendekat. Terlalu dekat. Cahaya bintang yang menyilaukan itu seolah menyelimutiku, ketika itu aku menutup mata dengan kedua tanganku.

Pandanganku menggelap, kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.

♥∙♥∙♥

wishingWhere stories live. Discover now