The dead man I

7 1 0
                                    

Aku memasuki kelas dan duduk bersama teman-temanku. Berusaha mengikuti alur dan membiasakan diri. Tapi kemudian, orang itu datang. Memasuki kelas dengan santainya, melangkahkan kaki dengan ringannya sambil mendengarkan musik melalui earphone miliknya. Seolah semua suara di dunia ini begitu menganggunya. Dia juga tidak menyapa, atau di sapa oleh siapa pun di kelas ini. Dia tidak sedikit pun menoleh untuk melihat keadaan sekitar. Dia seperti terjebak di dunia miliknya sendiri.

"Kau kenapa? Memperhatikan Kevin kayak baru ketemu hari ini aja!" Komentar Icha sambil memainkan kukunya yang baru ia ceritakan tadi, habis dipoles di salon kemarin sore.

Aku akan menjawab 'iya'. Tentu saja, baru kemarin rasanya, atau memang baru kemarin, aku mendengar kabar mengenai kematiannya. Lalu sekarang, hari ini, aku melihatnya melangkah memasuki kelas seolah dia baik-baik saja. Dia seperti bangkit dari kematian dan menjadi zombie tampan yang berkeliaran di sekolah.

Aku tidak bermaksud mengatakannya tampan.

"Sombong seperti biasanya. Tidak menoleh, tidak menyapa atau pun memberi salam. Manusia atau bukan sih?" Jawabku dengan lancar. Oke, aku tahu aku keterlaluan. Terlihat dari reaksi teman-temanku. Tapi aku berusaha untuk mengacuhkannya, setidaknya sampai aku terbiasa diwaktu ini.

Di sela-sela obrolan kami, mengenai cat kuku warna baru yang ingin di beli Icha, aku menyempatkan diri menoleh ke arah Kevin. Laki-laki itu benar-benar masih hidup. Hidungnya masih berkedut-kedut menarik oksigen di sekitarnya. Matanya masih bergerak mengikuti tulisan dibuku yang sedang dibacanya. Tapi selain hal indah yang bisa dia dapatkan setelah kematiannya itu, dia sendirian. Masih kesepian.

"Aku berharap, aku bisa mengulang waktu. Akan ku berikan kebahagiaan pada Kevin. Akan aku lakukan apa pun demi membuat ia tersenyum dan tertawa."

Ingatan itu seolah terlintas begitu saja di kepalaku.

Sayup-sayup suara Ratna kembali terdengar olehku. "... kalau kata aku sih, Via pasti akan menggerogoti kukunya sendiri jika melihat kukunya berwarna ungu." Kemudian Icha tertawa dengan histeris. Amel terus-terus mendesis kesal, dan Via memukul Ratna di bahunya membuat perempuan itu mencibir kesal.

"Ya ampun kalian ini, bisa diam sebentar tidak sih?" Aku mulai bersuara, tapi kemudian Icha menyenggolku.

"Kau ingin berkonsentrasi untuk memperhatikan Kevin kan? Apa dia begitu tampan?" Icha tersenyum senang sambil melirik Kevin.

Aku memasang wajah terkejut. "Tidak, aku tidak memperhatikannya. Hanya saja, aku mulai berpikir. Tidakkah dia selalu sendirian? Apa dia tidak punya teman?" Aku mengutarakan pikiranku sepolos mungkin, berusaha untuk tidak membuat teman-temanku curiga.

Ratna menjawabku dengan cepat. "Aku rasa itu karena sikapnya. Dia punya banyak penggemar, bahkan sampai sekarang. Meski memiliki sikap kasar dan mulut tajamnya yang berhasil membuat tidak hanya murid perempuan, tapi murid laki-laki menjauhinya. Selain semua itu, dia cukup keren."

"Apanya yang keren dari sikap kasarnya. Laki-laki seperti itu tidak pantas untuk di dekati." Via menimpali.

Amel mengangkat alisnya sambil menatap Via dengan wajah kesal. Sepertinya Amel lebih berbakat menunjukkan wajah kesal dari pada wajah ramah. "Kau sendiri, perempuan tapi kasar. Memangnya orang sepertimu pantas di dekati?"

Via tertegun kemudian memajukan bibirnya kesal. "Aku kan hanya kasar pada laki-laki. Kalian tahu sendiri aku trauma jika di dekati laki-laki."

Via merupakan idola di SMP ku dulu. Wajahnya yang cantik, tingginya yang idela, dan rambut panjangnya yang lurus tanpa sedikit pun sentuhan salon terkenal. Siapa yang tidak ingin memacarinya? Tapi bukan itu masalahnya, sikap Via yang memang kasar dan berlidah tajam sejak ia di lahirkan, membuat salah satu laki-laki yang mendekatinya tersinggung dan membalas dendam dengan cara yang lebih kejam lagi. Saat itu Via masih selamat, karena anak SMA sekitar situ memergoki mereka dan menyelamatkan Via. Mereka bertiga tahu mengenai masalah ini.

"Meski begitu, kau masih saja mendekati kakakku kan?" Icha tersenyum lebar. Dia sangat senang menggoda orang lain.

Tentu saja, yang tidak Icha, Ratna dan Amel tahu, adalah anak SMA penyelamat Via waktu itu. Ternyata, laki-laki itu adalah kakak Icha. Meski saat Via masuk SMA, kakak Icha sudah lulus dan sekolah di kota, Via masih tidak menyerah mendekatinya.

"Jangan salah paham. Aku hanya berusaha mengobati traumaku. Kalian sendiri yang menyarankan. Dan kebetulan kakak Icha adalah satu-satunya laki-laki yang bisa ku tolerir." Via mengatakannya dengan wajah memerah. Dia kesal saat kisah cintanya di ungkit-ungkit.

Aku tertawa melihat reaksinya itu. Sudah lama aku tidak melihat reaksi Via ini. Di masa depan, dia tidak mendapatkan hatinya kakak Icha. Laki-laki idamannya itu keburu dinikahi oleh perempuan cantik dan Via menangis semalaman suntuk di kamarku.

Apa mungkin, aku juga bisa mengubah kisah cinta Via?

Oh ya ampun, aku benar-benar punya banyak hal yang harus ku perbaiki. Dari mana aku harus memulainya?

♥∙♥∙♥

wishingWhere stories live. Discover now