-ˋˏ 8 ˎˊ-

173 26 0
                                    

Jeongin menatap Hyunjin dengan wajah gelisah, padahal Hyunjin hanya makan di sampingnya. Hyunjin yang merasa ruangan itu terlalu sunyi membuka percakapan.

"Kau tadi pergi kemana?" Hyunjin menoleh kearah Jeongin sekilas.

"Aku pergi bertemu adik kelasku, seperti biasa." Jeongin memainkan jarinya.

"Mulai sekarang jangan pergi mengajari adik kelas mu lagi, aku dengar kau juga ingin bekerja di restoran Seungmin kan?" Hyunjin menyuapkan kue beras kedalam mulutnya.

"I-iya... Aku ingin bekerja di restoran Seungmin Hyung. Tenang saja, ini hari terakhirku mengajarnya."

"Kalau begitu pergilah, ambil pekerjaan itu." Hyunjin membuat Jeongin membuka mulutnya lebar-lebar.

"Ti-tidak—" Jeongin menggelengkan kepalanya.

"—aku takut nanti tidak bisa membagi waktu, antara mengurus rumah dan bekerja."

Hyunjin meletakkan sendok dan sumpit itu kasar diatas meja.

"Ketika aku sudah mengizinkanmu, kenapa kau tidak mau melakukannya?" Hyunjin menatap Jeongin tajam.

Oke, dirinya yang lain keluar lagi. Jeongin menarik nafasnya dalam, senyuman di wajahnya itu perlahan muncul.

"Tugasku adalah mengurusi rumah, membantu dan menjaga-"

"Lupakan tentang aku, hapus senyuman dan wajah lugu mu itu! Aku muak melihatnya! Aku tahu kau terkekang selama ini!" Hyunjin meninggikan suaranya.

"Kenapa kau menyembunyikan semuanya dariku? Kenapa kau tidak bilang yang sebenarnya? Kenapa kau tidak bilang bahwa keluarga mu telah di kutuk oleh keluarga ku?" Hyunjin membuat Jeongin kembali menunduk.

Matanya memejam erat, Ia sangat sensitif jika ada seseorang selain dirinya membicarakan tentang keluarganya.

"Apa kau ingin membuat orang lain iba kepadamu? Dan membenci ku?" Jeongin menggeleng cepat.

"Kau ingin keturunan mu juga menjadi pelayan di keluarga ku?" Jeongin kembali menggeleng cepat.

Jika boleh jujur, Ia lebih senang jika keturunannya adalah salah satu dari keturunan keluarga Hwang.

"A-aku lebih baik di hukum hingga mati dari pada aku harus melihat anakku di siksa." Jeongin memberanikan dirinya untuk menatap manik hitam di mata Hyunjin.

Hyunjin mengangguk, Ia mendekatkan dirinya kearah Jeongin dan membuka kancing kemejanya satu persatu dengan tergesa-gesa. Ia membalikkan tubuh Jeongin secara paksa dan menurunkan kemeja yang digunakannya.

Bisa Ia lihat luka yang mengering di punggung Jeongin dan bekas kemerahan yang masih bisa terlihat.

"Kau ingin dapat lebih dari ini..." Hyunjin menahan emosinya, rahangnya mengeras.

Ia tidak tahu selama ini Jeongin harus bekerja dengan ayahnya sebelum dengannya. Bahkan siksaan yang Ia lihat di rekaman cctv di kediaman ayahnya itu membuatnya meringis.

Ia benar-benar tidak bisa menahannya lagi, Hyunjin pikir siksaan yang Ia berikan selama Jeongin bekerja dengannya itu sudah paling menyakitkan, tetapi ternyata tidak.

Dirinya tidak pernah mengetahui apa yang Jeongin lalui selama ini. Hatinya sudah terlalu sakit.

Melihat seseorang yang Ia cintai sudah terlalu lama menderita, aturan keluarga itu sudah membunuhnya dan juga Jeongin secara perlahan.

"Tuan, apa yang Tuan lakukan?" Jeongin memakai kemejanya kembali, Ia menahan dirinya agar tidak menangis.

"Aku membebaskanmu."

Jeongin yang mendengar itu hanya bisa termenung sesaat.

"Aku membebaskanmu, ini bukan kesalahanmu. Ini kesalahan leluhurmu, kakek mu yang sudah meracuni kakek ku. Bukan dirimu, hal yang aku dengar hanya dongeng menyeramkan, itu bukan kenyataannya." Hyunjin menundukan kepalanya.

Ya, Kakek Jeongin membunuh Kakek Hyunjin untuk merebut harta sahabatnya itu sendiri. Namun rencana yang dibuatnya tidak terlalu matang, itu membuat Kakek Jeongin di hukum oleh aparat dan juga orang di sekitarnya. Ia tidak di terima dimanapun, sehingga dirinya dan juga Nenek Jeongin harus melayani keluarga Hwang. Begitu juga keturunannya.

Jeongin membalikkan tubuhnya, kembali menghadap kearah Hyunjin.

"Kau tidak perlu membebaskan ku, aku sudah nyaman disini. Aku sudah dekat dengan Bibi Kim, aku sudah mendapat kenalan baru seperti Seungmin Hyung." Jeongin tersenyum tulus.

"Aku hanya bisa menjaga mu di rumah ini, dengan melayani semua kebutuhanmu." Jeongin menundukan kepalanya lagi.

Hyunjin menggenggam kedua tangan Jeongin erat dan mengusapnya lembut.

"Jeongin..."

"Iya Tuan?"

"Aku sudah membawa mu ke dalam kegelapan, aku juga ingin membawa mu ke tempat yang lebih terang."

Jeongin menatap Hyunjin agak terkejut, matanya terus mencari keberadaan Hyunjin yang sebenarnya di dalam lingkaran gelap itu. Ia menemukannya. Jeongin tidak ingin Hyunjinnya yang sudah kembali ini menghilang dari hadapannya.

"Aku juga sudah membawa Ayahmu ke rumah sakit untuk di tes kejiwaannya, aku sungguh minta maaf, karena Ayahku, Ayahmu menjadi seperti itu sejak Ibumu tiada..."

Jeongin tidak bisa menahan air matanya sekarang, tubuhnya bergetar, tangannya mengepal dengan sangat kuat.

Hyunjin yang melihat itu segera membawa Jeongin ke dalam pelukannya.

"Kenapa kau tidak bilang yang sebenarnya terjadi kepadaku? Kenapa kau memendamnya? Jelaskan kepadaku." Jeongin hanya menggeleng sembari menggigit bibirnya dengan terisak.

"Maaf aku sudah mengingkari janjiku, maaf aku tidak bisa berada di sampingmu untuk waktu yang sangat lama. Kau masih mencintaiku kan?" Hyunjin menenggelamkan wajahnya di leher Jeongin, Ia menunggu jawaban.

Jeongin hanya memeras pakaian Hyunjin, Ingin sekali Ia membanting Hyunjin untuk melampiaskan kekesalannya selama ini karena Hyunjin yang telah berubah kepadanya.

"Kau boleh membenciku, tapi aku masih sangat mencintaimu. Aku merindukan mu hingga aku melampiaskannya ke banyak wanita, tetapi tidak dengan Yeji, aku sempat melupakanmu karena dia."

Jeongin segera melepaskan pelukannya, wajahnya sudah sangat basah. Perlahan Hyunjin menghapus jejak air mata di kedua pipi Jeongin.

"Kau membenciku kan? tidak masalah, aku sudah banyak melukaimu."

Jeongin menggeleng cepat.

"Bukan kau yang menyakiti aku, tapi Yeji." Jeongin meraih tangan Hyunjin.

"Apa maksudnya?" Hyunjin mengerutkan keningnya.

"Dia menyakitiku melalui dirimu, aku yakin kau akan terluka setelah ini, dan itu akan melukaiku juga." Jeongin menetralkan nafasnya.

"Apa yang kau maksud?" Hyunjin kembali menajamkan sorot matanya.

"Berjanjilah dulu untuk tidak marah, apalagi memecahkan piring..."

***

Sebentar lagi menuju end.
Vomment~

Everything Has Changed [HYUNJEONG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang