Keesokan harinya.
━━━━━━━━━━━━━━Hyunjin berada di kamarnya, tentunduk lesu sembari mengusap wajahnya kasar. Ia hanya bisa terduduk di samping kasurnya dengan tangis yang perlahan kembali pecah.
Penglihatannya menjadi buram karena air mata yang terus keluar dari matanya, sudah sejak kemarin Ia menahan tangisnya, akhirnya Ia menumpahkannya setelah pulang dari pemakaman Tuan Hwang. Ayahnya.
Jeongin yang baru saja sampai di rumah karena Ia pulang lebih terlambat berjalan kearah kamar Hyunjin untuk mengeceknya.
Ia buka perlahan pintu kamar Hyunjin, ruangan itu tampak gelap. Hanya ada penerangan dari luar, itupun tidak terlalu terang.
Jeongin menyalakan lampu ruangan itu, Ia terkejut melihat Hyunjin yang tengah menatapnya tajam dengan mata yang sembab.
"Kau puas?" tanyanya dengan seringai kecil.
"Kau puas Ayahku mati?" tanyanya lagi dengan suara yang lebih tinggi.
Jeongin menggeleng, mendekat kearah Hyunjin perlahan. Ia menghiraukan tatapan Hyunjin yang membuat siapapun merasa tidak nyaman.
"Aku tau rasanya kehilangan." Jeongin merendahkan suaranya.
"Tau apa kau?" Hyunjin mengeraskan rahangnya.
"Rasanya kehilangan seseorang yang amat berarti di hidupmu. Itu bukan hal yang mudah." Jeongin tersenyum kecil, Hyunjin hanya memutar bola matanya acuh.
"Apalagi jika kau melihatnya di depan matamu." Jeongin membuat Hyunjin menoleh dan menatapnya dalam.
"Eomma!!!" Jeongin berteriak kearah Ibunya yang sudah tak berdaya.
"Jeongin! Ayo!" Hyunjin berusaha menarik Jeongin yang terus saja berusaha melepaskan diri.
"Tidak Hyung, Eomma... Eomma!" Jeongin menggeleng.
"Aku tahu ini sulit, tapi cobalah untuk mengikhlaskan kepergian Tuan Besar." Jeongin mengusap bahu Hyunjin perlahan.
"Dia pasti sangat bangga memiliki anak yang luar biasa sepertimu." Jeongin berusaha meyakinkan Hyunjin, tapi yang terjadi setelahnya Ia malah membuat Hyunjin kembali menangis.
"Tidak, hiks. Dia tidak pernah bangga." Hyunjin merasa dirinya sudah terlalu lelah, namun perlahan sebuah pelukan hangat membuatnya merasa tenang.
Kepalanya bersandar di dada Jeongin, tangan Jeongin terus mengusap punggung dan kepala Hyunjin bersamaan, mulutnya juga tidak henti-hentinya merapalkan mantra penenang.
Tak lama wajahnya berubah menjadi panik, ketika Ia tidak sengaja memegangi dahi Hyunjin yang terasa panas.
"Tuan...Tuan?" Jeongin perlahan melepaskan pelukannya, melihat Hyunjin yang setengah sadar.
Jeongin perlahan membaringkan tubuh Hyunjin, menarik selimut hingga ke perutnya. Ia pergi ke dapur, mencari handuk kecil dan wadah yang di isi dengan air hangat.
Setelah itu Ia kembali ke kamar Hyunjin. Ia memasukan handuk itu kedalam air hangat dan memerasnya.
"Kau terlalu menyembunyikan kelemahanmu." Jeongin tersenyum kecil, mengusap dahi dan pipi Hyunjin menggunakan handuk.
Ia menatap wajah Hyunjin yang tetap tampan meskipun sedang kacau.
Ia tahu yang Hyunjin butuhkan hanya perhatian dari orang-orang sekitarnya, tetapi Ia enggan menunjukkannya.
"Kau terlalu keras, sampai saat kau seperti ini saja wajahmu membuatku takut." Jeongin mengelap tangan dan jari-jari besar Hyunjin.
"Jarimu kecil sekali!" ledek Hyunjin dengan tawa cukup keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything Has Changed [HYUNJEONG]
Fanfic[Selesai]Semuanya berubah, tidak ada lagi yang namanya kehangatan, persahabatan, apalagi perasaan. Semuanya berganti menjadi PERBUDAKAN. Hapus senyuman palsu dan wajah lugumu itu! Aku muak melihatnya! -Hwang Hyunjin Aku tidak ingin menikah, aku tida...