Sepuluh

14 2 0
                                    

2018

First impression dalam pertemuan pertama adalah hal yang mampu membimbing seseorang ke depannya atas persepsinya pada orang baru tersebut. Kemudian, semakin mengenal semakin paham bagaimana karakter orang tersebut.

Hal serupa dialami oleh Alynda. Ia bertemu seorang laki-laki yang membantunya mengambil sebuah kotak penyimpanan yang terdapat di rak atas supermarket. Maklum, tubuhnya pendek karena dia tidak suka minum susu dan makan sayur. Sejak masih kecil pun ia senang menggendong adik-adiknya, tak heran mengapa badannya tak tumbuh ke atas. Kembali ke keadaan terkini, Alynda melongo menemukan sesosok laki-laki yang cukup tampan dengan kulit coklatnya. Mungkin sering terpapar matahari pantai, batinnya. Alynda tak mau kehilangan kesempatan, ia segera tersenyum.

"Makasih!" Laki-laki itu hanya mengangguk dan berbalik. Tentu Alynda tak membiarkan itu terjadi. "Eh bentar." Alynda mengulurkan tangannya. "Gue Alynda, lo?"

Gio mengernyit melihat uluran tangan dan nama gadis yang ditolongnya. Sepertinya ia pernah mendengarnya. "Gio." Jawabnya singkat.

"Lengkapnya?"

Gio mengernyit, "Pardon me?"

"Nama lengkap lo." Jawab Alynda santai. "Gue Alynda Dyahtary."

Memori Gio berterbangan, mencari sebuah nama yang terdengar familiar itu hingga 30 detik kemudian, dia berseru. "OH!"

"Eh kenapa?"

"Enggak. Gua baru inget lo siapa, pantes nama lo kayak familiar."

Kini Alynda yang mengernyit, "Kok lo—OH! Lo yang bawa gue ke rumah sakit kan?!" Serunya heboh.

Gio menyesal sok kenal dengan orang itu jika pada realitanya perempuan itu sangat berisik. Ia malu. "Yap. Well, gua duluan."

"Eh!" Alynda menahan lengannya. "Ngapain buru-buru sih, tukeran nomor dulu kali."

Mata Gio langsung melotot kaget. Gila, ini cewek agresif banget!, batinnya merinding. Gio hendak kabur ketika adiknya datang menyelamatkannya.

"Lo kemana aja sih? Ayo! Keburu kasirnya penuh."

Dengan santai, Gia merangkul lengan Gio. Tak memperhatikan ekspresi Alynda yang tak dianggap keberadaannya dan kesal melihat kesempatannya mengenal Gio hilang sia-sia. Ia juga sedikit hopeless, apa gadis itu kekasihnya? Alynda meratapi kepergian mereka dengan raut wajah kesal.

"Astagfirullah, Alynda. Disuruh ambil tempat sebentar gak balik-balik. Nemu cowok kamu?"

"Iya, Mi. Ganteng deh. Kesel. Tapi gak sempet kenalan, ada cewek yang narik dia."

Gina mendengus, "Ya artinya gaboleh kenalan, kan ada ceweknya."

"Selama janur kuning belum melengkung, sah-sah aja, Mi."

Gina melotot mendengarnya, "Sinting nih anak Mami, ya hanya kamu."

Alynda langsung merangkul lengan ibu tirinya. "Mami ah suka gitu."

Gina hanya menggeleng dan melangkah ke kasir. Saat tiba di antrian kasir, ia melihat sosok yang ia kenal sedang melangkah keluar dari kasir berdua dengan si laki-laki yang mendorong troli dan si perempuan yang mengobrol menatap si laki-laki. Dada Gina sesak. Kedua anak sulungnya berbelanja di tempat yang sama namun tak berpapasan dengannya. Sekebetulan itu?

Tuhan, semoga Engkau selalu melindungi anak-anakku dimana pun mereka berada, doa Gina dalam hati.

Sudah hampir 3 tahun tidak bertemu anak-anaknya. Tahun kemarin, ia mendapatkan kabar bahwa kedua anak kembarnya pergi menempuh pendidikan diluar negeri. Semakin jauh. Ia pun tak sempat mengantar dan membantu kepindahan keduanya. Mereka sukses hanya berempat tanpa melibatkan Gina dan Gamal sama sekali.

Independent Kids (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang