Yogyakarta

11 1 0
                                        

"Empat per tiga pi r pangkat tiga." Radi menyahut.

Astri memalingkan pandangan dari buku tebal di hadapannya, "Hah?"

Ditatapnya Astri dari balik laptop, "Iya, tadi kamu misuh-misuh riweuh sendiri nyariin rumus Volume Bola kan? Itu aku kasih tahu."

Astri hanya cengo, rasanya ia bergumam pelan sekali. Ternyata Radi mendengarnya ya?

Astri menutup buku tebal di hadapannya seraya meregangkan badan, berdiri dari kursi dan melakukan olahraga singkat yang hanya dilihat Radi dengan tatapan nanar. Wajah Astri tiba-tiba berseri, dia baru saja melihat menu baru yang dituliskan dengan font besar dan mencolok di atas meja kasir.

"Banana float! Sekarang mereka menjualnya!"

•••

Radi terkekeh, "Banana float ya Tri? Padahal mereka banyak menjual menu baru lho."

Astri yang sedang sibuk memfoto hidangannya yang baru saja diantarkan Awa pun tersenyum, "Iya! Kangen soalnya udah lama gak kesini."

Setelah menanggapi komentar Radi, Astri kembali sibuk memfoto Banana float miliknya. "Buat di update ke Instagram, Rad!" Oceh Astri saat Radi kembali mencemooh dirinya.

Radi tersenyum melihat tindakan Astri yang bergembira karena akhirnya dapat kembali makan Banana float milik Kedai Sepi Menepi. Radi masih ingat bahwa itu merupakan menu wajib yang dipesan Astri saat mereka belajar bersama di Kedai Sepi Menepi. Sampai-sampai Radi selalu meledek Astri dengan 'tenggorokan basah' karena kesukaannya pada menu tersebut.

Selagi Astri disibukkan oleh kegiatannya update Instagram, perhatian Radi teralihkan pada gantungan kunci yang menyembul dari balik tas selempang milik Astri, tergeletak begitu saja di atas meja.

Gantungan kunci mungil tersebut melanbangkan kampus tempat Astri berkuliah. Radi merengut, suasana hatinya langsung berubah seketika. Memang, kalimatnya terlalu kecil untuk dibaca, tapi Radi sudah tahu gantungan kunci itu bertuliskan nama kampus mana.

•••

"ITB!" Astri menjawab pertanyaan Radi setengah berteriak, matanya berbinar.

"Lihat nih, aku bahkan udah beli gantungan kuncinya yang kemarin dijual kakak kelas waktu pengenalan kampus." Ditunjukkannya gantungan kunci terbuat dari besi, paduan warna biru dan putih, dengan lambang gajah di tengahnya dan tulisan 'Institut Teknologi Bandung' mengelilingi.

Radi menaikkan sebelah alisnya, "Yakin bisa masuk ITB? Asam-Basa Kimia aja kemarin kamu mogok ngerjainnya."

Astri menjulurkan lidahnya, "Iya maaf master Radi, aku hanyalah rakyat jelata yang tidak ada tandingannya dengan master."

"Kamu mau kampus apa Rad?" Tanya Astri balik, "Oh kamu kan gak perlu kuliah, udah paling pinter. Albert Einstein aja kalah."

Radi menatap Astri sinis, satu bulan setengah sering bersama Astri membuatnya mulai bisa bersikap tidak selalu serius. Radi juga mulai bisa menanggapi guyonan Astri dengan lebih santai, bukan hanya satu dua patah kalimat dingin.

"ITB juga. Teknik Penerbangan." Jawab Radi kembali sibuk memakan basreng yang sedang hangat-hangatnya. Radi dan Astri baru saja pulang sekolah dan sedang berencana untuk kembali belajar di kedai langganan mereka, Kedai Sepi Menepi.

Tepat saat melewati gerbang sekolah, tiba-tiba Radi merengek ingin membeli basreng di kantin yang hanya di-iyakan oleh Astri. Lagipula, Astri senang berjalan-jalan, jadi bukan masalah baginya harus kembali memutar arah ke kantin.

Astri berbinar, "Berarti kita bakal satu kampus dong!"

Radi kembali mencemooh, "Yakin kamu bisa masuk?"

Sepi MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang