Volume Bola

19 3 3
                                    

"Radi!" Radi menoleh ke sumber suara yang memanggilnya, tampak seorang anak perempuan dengan rambut panjang menatapnya berseri.

"Kamu Radi kan? Kenalin aku Astri!" Astri memberikan isyarat untuk bersalaman, gadis itu tersenyum lebar dengan wajah yang sangat ramah. Radi terdiam, mengangkat sebelah alisnya.

"Oh." Jawab Radi sinis tanpa menyambut salaman Astri.

"Berisik sekali sih, menyebalkan." gumam Radi dalam hatinya. Kesan pertama Radi terhadap Astri cukup buruk, Radi tidak senang banyak bicara. Ia cenderung lebih suka diam dan termenung, sebagian teman sekelasnya bahkan menganggap Radi orang yang sangat murung dan lebih baik tidak ditemani.

"Tidak usah dekat-dekat sama Radi, dia memang pintar, tapi jutek sekali. Sombong mentang-mentang otaknya encer." Kira-kira begitulah salah satu bisikan buruk tentang dirinya yang Radi pernah dengar. Walaupun begitu, Radi tidak terlalu ambil pusing. Hal yang menjadi fokusnya adalah lulus sekolah dan masuk kampus impian.

Astri tersenyum pahit, ajakannya untuk bersalaman ditolak mentah-mentah yang tentunya sedikit menjadi tamparan bagi Astri yang berwatak ramah. Keadaan menjadi canggung dengan Radi yang terus-terusan melihat ke arah Astri seolah meremehkan.

"Oh iya, kita satu kelompok belajar. Untuk ke depannya mungkin aku tidak banyak membantu, tapi mohon kerjasamanya ya." Astri masih berusaha bersikap ramah, walau penolakan Radi membuatnya sedikit tidak nyaman.

Radi berdecak, kelompok belajar tidak berguna. Dia kan sudah pintar, untuk apa memiliki kelompok belajar, pasti dirinya akan dirugikan karena harus menjelaskan berbagai materi kepada Astri, yang menurut Radi pastilah lebih bodoh darinya.

Kelompok belajar memang diadakan oleh masing-masing wali kelas untuk persiapan ujian masuk perkuliahan bagi kelas dua belas. Pengelompokannya tidak selalu pintar-bodoh, tapi netral, dan diharapkan terjadi simbiosis mutualisme. Misalkan murid A pintar di Kimia dan bodoh di Fisika, maka ia akan dipasangkan dengan murid B yang pintar di Fisika tapi bodoh di Kimia.

Sayangnya, hal seperti itu tidak berlaku pada Radi karena ia tidak memiliki masalah pada mata pelajaran wajib apapun. Satu-satunya yang salah pada dirinya hanyalah sifat angkuh yang sudah menempel sebagai jati dirinya.

"Iya." Radi menjawab ketus ucapan Astri, tak ada kata berbasa-basi lainnya, atau setidaknya berusaha bersikap ramah. Radi masih kesal dengan keberadaan kelompok belajar ini, pastilah merepotkan dan sama sekali tidak memberikan manfaat pada dirinya.

Astri pun pamit karena urusannya sudah selesai dengan Radi dan karena atmosfer yang berada di sekitar Radi sangatlah menekan. Astri sedikit menyesal harus sekelompok dengan Radi, tapi apapun itu harus dijalani bukan? Lagipula waktu empat bulan tidak akan lama, pikir Astri berusaha untuk menghibur dirinya sendiri.

Radi hanya terdiam melihat Astri kembali ke bangkunya, tiba-tiba Radi teringat sesuatu. Wali kelas mewajibkan antar kelompok belajar untuk saling bertukar kontak. Merepotkan memang, tapi Radi harus bersikap baik di depan wali kelas agar dicap sebagai murid teladan.

"Astri?" Astri menoleh sambil tersenyum dan menjawab panggilan Radi dengan isyarat tangan.

•••

"Radi? Boleh aku duduk disini? Teman aku belum datang soalnya." Radi kembali ke masa kini, suara Astri setelah sekian lama menyebabkan dirinya tanpa sadar bernostalgia mengenang kali pertama mereka bertemu.

Astri yang melihat Radi memasang muka celanga-celongo, menatapnya aneh. Sama sekali seperti bukan Radi. Astri mengibaskan tangannya di depan muka Radi, membuat Radi kembali ke realita secara paksa.

"Ah, oh, oh iya Astri ya Astri." Radi gagap, dirinya empat tahun lalu pasti akan tertawa apabila melihatnya gagap begini, apalagi hanya karena seorang perempuan.

Sepi MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang