Studio Mei Hwa cukup mudah ditemukan. Lokasinya strategis, berada di jantung kota Slawi, dilewati empat trayek angkutan kota, membuatnya mudah dijangkau dari berbagai penjuru.
Setelah mendapatkan alamat lokasi, Ayek langsung menuju ke studio milik Mei Hwa. Kabar baiknya, gadis itu sedang berada di sana.
Studio Mei Hwa hanya berjarak satu kilometer dari rumah Ayek. Ia bisa saja jalan kaki menuju ke sana. Namun, ia tak ingin berkeringat saat berada di dekat gadis itu. Parfumnya bisa sia-sia. Maka itu, ia menggunakan jasa ojol. Selain lebih cepat, juga membuatnya tidak tampak kere.
Sampai di parkiran studio, Mei Hwa telah menunggu Ayek. Gadis itu duduk di bangku panjang, dekat pintu masuk.
"Hai, Mei!" sapa Ayek, selepas membayar jasa Ojol.
"Hai, Yek!" Mei Hwa tersenyum manis. Ia berdiri, memberi isyarat kepada Ayek untuk masuk ke studio.
Sebelum masuk studio, Ayek sempat mengamati beberapa anak-anak remaja yang sedang duduk-duduk di area parkiran yang rindang. Banyak pohon di sana, sehingga cukup sejuk meski cuaca sedang panas.
"Ayeeek!" teriak seorang gadis remaja. Tangannya melambai-lambai ke arah Ayek. Sikapnya itu mengundang perhatian beberapa orang di sekitarnya.
Ayek menoleh. Meski tidak mengenal si pemanggil, namun ia merespon dengan balas melambai. Kini sebagian besar orang di area parkir memusatkan pandangan ke arahnya.
Situasi seperti itu sudah biasa bagi Ayek. Ketika berada di keramaian, selalu ada saja yang memanggilnya, mengajak selfi, minta tanda tangan, sampai memeluknya. Bukan hanya perlakuan menyenangkan saja, kadang ia harus bersabar dan bersikap bijak ketika ada seorang ibu-ibu muda tanpa basa-basi menjambak rambutnya. Setelah puas membuat kepalanya sakit, perempuan itu minta maaf seraya beralasan bahwa ia melakukannya karena sedang ngidam.
Ayek mempercepat langkah. Di ambang pintu Mei Hwa masih berdiri menunggunya. Ia pun segera masuk studio.
"Ternyata kamu lebih terkenal dari yang kubayangkan," ujar Mei Hwa.
Ayek mengedikkan bahu, merasa bangga sekaligus berusaha rendah hati.
"Kamu tahu siapa yang tadi memanggilmu?" tanya Mei Hwa.
Ayek menggeleng.
"Dia gitaris band SMAN 1 Pangkah yang punya prestasi seabreg!"
"Serius?"
Mei Hwa mengangguk. "Kia langsung ke atas." Ia berjalan sambil melempar senyum ke arah beberapa anak muda yang sedang menunggu antrian.
Ayek menjajari langkah Mei Hwa. Pandangannya menyisir ke ruang tunggu. Ia menghitung setidaknya ada tiga kelompok kerumunan. Ia yakin mereka adalah anak-anak band. "Banyak juga pelanggan studiomu, Mei!"
"Di era keemasan K-pop, aku senang masih banyak band di kota Slawi." Mei Hwa menapaki anak tangga, diikuti Ayek.
Ayek mengangguk, padahal Mei Hwa tidak sedang memandang ke arahnya. "Lantai pertama tadi rental studio?"
"Iya. Lantai atas buat recording."
"Wah, keren!"
Mei Hwa melirik Ayek. "Band kamu juga punya studio bukan?"
"Studio itu punya Sandi. Band numpang saja."
Kaki Mei Hwa baru saja mendarat di lantai dua. Ia kembali menoleh kepada Ayek. "Kalian tidak ingin punya studio sendiri?"
"Pengennya begitu."
Mei Hwa merentangkan kedua tangannya. "Seperti kubilang tadi, ini ruangan recording. Di sebelahnya lagi ruangan pribadi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Nada-Nada Asmara
Romance#Daily Update #Cover design by Dee14007 Ayek terkesan atas perkenalannya dengan Mei Hwa. Ia bersemangat mengenal gadis itu lebih dalam. Karena sama-sama menggemari musik, ia mengajak gadis itu untuk kolaborasi agar terus berhubungan. Gadis keturunan...