***
Prilly sendiri di apartemennya. Ali kembali ke rumahnya tiga jam yang lalu setelah menyuruhnya untuk memasak makan siang untuk lelaki itu. Raihan juga masih berada di rumah Ali bersama istrinya.
Dia bosan. Biasanya disaat-saat membosankan seperti ini dia pasti memanfaatkannya dengan mengajari Raihan membaca dan menulis. Tapi...Ali sepertinya tidak memiliki niatan untuk mengembalikan Raihan padanya, padahal hari telah beranjak sore dan sebentar lagi malam akan menyapa.
Berkali-kali dia mengirimi Ali pesan untuk segera mengantarkan Raihan. Demi apapun, saat ini dia tidak bisa menyembunyikan perasaan khawatirnya. Khawatir Ali dan Renata mengambil Raihan darinya.
Raihan adalah kekuatan baginya untuk bertahan hidup dikala kesakitan menderanya. Berbeda dengan Ali, jika baginya Raihan adalah segalanya. Maka bagi Ali Raihan adalah alat untuk membuatnya hancur. Ya, Ali memang sekejam itu dan sialnya dia tidak bisa pergi jauh dari Ali.
Dia memang bodoh. Tapi, dia sangat butuh sosok Ali demi Raihan.
"Ikut aku."
Prilly tersentak kala tangan kekar yang tiba-tiba saja menarik lengannya. Saat dia mendongak, retinanya bertemu dengan retina milik Ali.
Terlalu asik melamun, dia tidak sadar jika lelaki itu memasuki apartemennya dan berdiri di hadapannya.
Dia melepas tarikan Ali dan menatap ke belakang tubuh Ali. Dia mengernyit dalam karena Ali datang ke apartemennya tidak membawa Raihan.
Seolah mengerti dengan apa yang dia pikirkan, Ali kembali menarik lengannya dan berkata, "Raihan di rumahku dan aku kesini untuk membawamu ke rumahku."
Mendengar itu, kontan Prilly kembali melepas tarikan Ali. "Tidak. Aku tidak mau ke rumahmu..."
"...dan bertemu dengan istri cantikmu!"
"Kenapa?"
Prilly menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku... ah, cepat antar Raihan pulang, sebentar lagi matahari terbenam. Raihan harus belajar tiap malamnya."
Ali memicingkan matanya, menatap Prilly curiga sebelum pada akhirnya menghela nafas panjang dan menatap Prilly tajam.
"Aku tidak akan membawa Raihan untuk tinggal bersamaku dan Renata." Ujarnya membuat Prilly mendelik tajam.
"Aku juga tidak akan membiarkan kamu dan Renata membawa Raihan!" Desisnya.
Ali tersenyum miring. "Tidak akan. Tapi... kamu jaminannya," bisik Ali tepat di depan telinganya dengan nada suara pelan, sangat pelan di kalimat terakhirnya.
Tubuh Prilly meremang saat nafas hangat Ali menerpa permukaan lehernya. Terlebih, kini Ali merengkuh pinggangnya dan menariknya mendekat hingga kedua tangannya kontan menekan dada bidang Ali setelah sadar tidak ada jarak antara dirinya dan Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Husband [ END ]
RomanceKehidupan Prilly begitu miris. Suaminya selingkuh dan menceraikannya begitu saja meninggalkannya bersama anaknya yang baru menginjak usia 4 tahun. Lebih miris lagi, suaminya yang kaparat itu tanpa tahu malu meminta 'jatah' padanya nyaris setiap mala...