Saking sunyinya mansion mewah ini, bahkan suara langkah kaki seorang gadis yang tengah menyusuri lorong lorong demi menghapal tempat ini terdengar sangat jelas. Sepanjang matanya memandang, dilantai dua--dimana kamarnya berada--hanya ada ruangan-ruangan yang entah untuk apa, serta barang-barang mewah seperti guci, lemari, sofa dan sebagainya.
Baru mengelilingi lantai dua, Jisoo sudah merasa pegal dan lelah. Jadi, gadis itu memutuskan untuk kembali kekamar saja. Jujur saja sejak tadi ia mencoba untuk tidur, namun rasanya begitu sulit. Maklum saja, ini tempat baru baginya. Selain itu, berbagai macam pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya.
Baru ia akan berbalik untuk menuju kamarnya, bola mata indah miliknya menatap seseorang yang sedang berdiri disalah satu balkon yang terbuka. Orang itu tampak berdiri tak jauh dari tiang balkon dengan cangkir ditangannya. Rambutnya yang berwarna hitam legam tampak tak teratur karena masih setengah kering. Badannya dibaluti handuk kimono berwarna hitam. Dari tempat ia berdiri sekarang, gadis itu bisa melihat salah satu ciptaan tuhan yang dibuat begitu sempurna dari arah samping. Untuk beberapa saat, ia memilih diam ditempat tanpa mengusik.
"Jika sudah puas memandangi saya, kembalilah ke kamarmu, Jesya."
Tubuh Jisoo tersentak kecil mendengar suara yang terdengar tanpa nada itu. Ia bisa menjamin jika sejak tadi Jen sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Bagaimana bisa Jen menyadari keberadaan dirinya?
Merasa sudah terlanjur ketahuan, Jisoo memutuskan untuk mendekat. "Mata lo juling, ya? Kok bisa tau gue disana?" Tanya Jisoo penasaran.
Mendengar ucapan gadis itu, Jen langsung menoleh kepadanya. Kedua netra coklat itu bersitatap dengannya. Jujur itu membuat Jisoo sedikit menggigil.
"Kok lo belum tidur?" Tanya Jisoo lagi berusaha mengalihkan dirinya dari pandangan yang membuat kakinya terasa lemas.
"menunggu gadis kecil yang sedang berkeliaran, seolah sedang mengintai sesuatu." Jisoo mengernyitkan dahinya. Gadis kecil? Siapa maksudnya? Jisoo?
"Eh, Janur. Gue.."
"Januarsa atau Jen." Jisoo mencibir pelan mendengar itu.
"Oke, Januarsa atau Jen" Ujar Jisoo sedikit mengejek, "Gue bukannya mau mengintai apapun di rumah lo ini. Tapi gue emang ga bisa tidur. Makanya gue keliling."
Mendengar itu, Jen menyernyitkan alisnya. Ia pikir kamar yang sudah dipersiapkan senyaman mungkin akan membuat gadis itu tertidur nyenyak hingga tidak sadarkan diri selama berhari-hari.
"Kembalilah ke kamar. Angin malam tidak baik untukmu."
"Emang. Sama kayak lo, Gak baik." Ejek Jisoo mantap.
"Jesya!"
"Apa?!"
Jen menghembuskan nafasnya dengan kasar. Tanpa berkata apapun lagi, Jen langsung mengendong tubuh Jisoo seolah tanpa beban. Jisoo yang kini sudah terangkat dibahu Jen langsung memekik tak terima. Dikira ia karung beras? Jisoo meracau sambil memukul-mukul punggung Jen, namun sepertinya Jen bukanlah seseorang yang suka dibantah.
Sesampainya dikamar, Jen langsung meletakkan tubuh Jisoo diatas ranjang. Jisoo membenarkan rambutnya yang acak-acakan dengan kesal.
"Lo apa-apan sih!"
"Tidurlah."
"Enggak mau!"
"Apa saya harus berbaring disana untuk memaksamu tidur?" Tanya Jen yang terdengar sudah sangat malas berdebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
Fanfiction"Jen, panggil aku sayang dong.." "Mahal." "Pelit banget sih, minta panggil sayang doang disuruh bayar. sekali aja, ya?" "Mahal." Jisoo mendengus, "Katanya sayang. Tapi disuruh panggil sayang aja perhitungan banget." Kini gantian Jen mendengus lalu p...