"Ayolah kak, aku bosen banget ini. Ajak yang lain juga."
"Duh Ji, kerjaan kakak lagi banyak. Yang lain juga pada kerja."
"Eh Jisoo kesel. Tinggal disini malah berasa kayak di penjara. Gak ada yang sayang sama aku. Diajakin main monopoli aja gak mau." Gadis itu kini mengerucutkan bibirnya dengan wajah yang ditekuk. Ia menunduk sambil memainkan ujung bajunya. Hanna yang melihat ekspresi sedih gadis itu jadi merasa tak tega.
Hanna menghela nafas pelan, "Yaudah, deh. Iya.. Iya, kakak mau main monopoli."
"Seriusan?!" Jisoo langsung tampak antusias. Ekspresinya langsung berubah seketika saat mendengar Hanna menyetujui ajakannya.
"Iya.. Kakak panggil yang lain dulu, ya.."
Jisoo berpose hormat layaknya prajurit pasukan,"Siap, saya akan menyiapkan perlengkapan untuk permainan, laporan selesai." Hanna menggeleng kecil melihat majikan barunya itu berlari menaiki tangga dengan ekspresi bahagianya.
Terkadang Hanna iba pada gadis itu. Selama tingga disini sepertinya ia merasa sangat kesepian. Maklum saja, tuan Jen sangat sibuk. Tapi gadis itu punya cara tersendiri untuk mengusir rasa sepinya. Ya seperti sekarang, dengan mengajak para pelayan untuk bermain bersamanya. Jisoo benar-benar tidak memberi jarak antara dirinya dengan para pelayan. Hanna dan yang lain sudah begitu menyayangi Jisoo. Apalagi dengan sikap manjanya, membuat mereka menganggap Jisoo seperti adik mereka sendiri.
Hanna memutuskan untuk memanggil beberapa pelayan untuk ikut bermain bersama Jisoo. Sepertinya ia akan mengajak Dodi, Yena, dan Eno . Mungkin hanya mereka yang sedang santai saat ini.
"Yeayy berhenti di Jerman. Aku mau beli.... em.. akumau bangun hotel dan rumah yang banyak disana buat aku tinggalin bareng Januarsa dan anak-anak kami nantinya. Aaaaa mau minta beliin negara Jerman sama Januarsa... Awww--" Jisoo meringis saat merasakan pipinya dicubit. "ihhh kak Hanna, sakit tau.."
"Kamu sih ngayalnya ketinggian." Jisoo menatap Hanna kesal, sementara yang lain hanya tertawa geli.
"Ini tuh cuman monopoli, sayang. gak usah berlebihan deh." Eno ikut meledek.
"Yeeww.. Bisa aja tau, aku minta beliin sama Jen. Uang Jen kan banyak, waktu itu aja aku dibeliin Mini Cooper cuma cuma. Iya kan, kak?" Jisoo menatap Dodi yang baru saja bergabung untuk meminta dukungan. Dodi tampak mengangguk sebagai jawaban.
"Eh tapi, kamu teh emangnya suka sama tuan Jen?" Tanya Yena dengan logat sunda khas miliknya. Jisoo yang sedang menghitung sisa uang monopoli yang ia miliki langsung terhenti mendengar pertanyaan dari Yena.
"Teteh Yena, siapa sih yang gak suka sama Januarsa? mulai dari Kekayaannya yang ga ngakhlak, menawan walaupun agak item, pokoknya dia tuh paket komplit yang ga bisa diharamkan. Bawaannya pengen dihalalin secepatnya. Ya kalau sifat mah, bisa dipoles entar." Balas Jisoo santai.
Jisoo menghembuskan nafas kasar, "Tapi aku kesel deh, ketemu sama dia itu kok susah banget. Padahal serumah, tapi kayak beda negara, jarang ketemu." Protes Jisoo. Gadis itu kini menjauhi karpet berbulu tempat mereka bermain monopoli tadi. Sepertinya membahas tentang Jen, membuat Jisoo tidak konsentrasi bermain lagi.
"Ya gimana mau ketemu, kamu aja bangunnya lama. Kalau ketemu tuan Jen itu pagi-pagi, sarapan bareng." Mia yang sejak tadi berada didapur langsung menyahut saat hendak bergabung. Ia baru saja meletakkan sepiring pie yang baru saja ia masak di meja. Melihat ada cemilan, mereka semua langsung menyerbu, tak terkecuali Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
Fanfiction"Jen, panggil aku sayang dong.." "Mahal." "Pelit banget sih, minta panggil sayang doang disuruh bayar. sekali aja, ya?" "Mahal." Jisoo mendengus, "Katanya sayang. Tapi disuruh panggil sayang aja perhitungan banget." Kini gantian Jen mendengus lalu p...