03

1.3K 221 10
                                    




"Ji.. Ji.. Jisoo.. Bangun Ji.."

"Aaa.. Bentar lagi.. Masih ngantuk.." Jisoo makin menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Yena yang datang untuk membangunkan dibuat menggeleng. Ternyata gadis ini susah untuk dibangunkan.

"Jisoo bangun dong, udah pagi nih. Mandi abis itu sarapan. Kamarnya biar aku yang beresin."

"Ih, kan aku bilang bentar lagi, kak."

"Tuan Jen udah nunggu kamu di meja makan. Dia mau sarapan bareng kamu. Buruan bangun." Yena menarik selimut agar gadis itu bangun. 

Jisoo berdecak sebal karena tidurnya harus diganggu. Biasanya gadis itu akan bangun jika orang-orang sedang makan siang, bukan sarapan seperti sekarang, Dengan malas, akhirnya Jisoo bangkit dari tidurnya.

Sementara itu, Jen sudah bersiap di meja makan. Terlihat beberapa pelayan sibuk mempersiapkan makanan untuk sarapan Jen dan Jisoo. Sembari menunggu Jisoo, Jen mengecek jadwal yang baru saja dikirimkan oleh sekertarisnya. Jen memijit pangkal hidungnya melihat jadwal minggu ini yang penuh dengan pertemuan orang-orang penting. Sepertinya ia harus meminta sekertarisnya untuk mengatur ulang jadwal itu agar setidaknya ia punya setengah hari saja untuk beristirahat.

Aktivitas Jen terhenti saat mendengar suara hentakan. Jen melihat bingung Jisoo yang sedang menuruni anak tangga sembari menghentak-hentakkan kakinya. Mukanya terlihat ditekuk. Saat sudah sampai diruang makan, Jisoo menatap Jen dengan kesal lalu menghempaskan diri ke kursi dengan kasar. Jen memeperhatikan setiap gerak gerik gadis itu, bahkan penampilannya. Kenapa gadis itu masih memakai piyama pikachu?

"Apa lo liat-liat!" Sentak Jisoo menyadari dirinya tengah diperhatikan.

"Kenapa kamu tidak mengganti pakaian?"

"Ngapain ganti, mandi aja belum." Balas gadis itu santai kemudian mengambil roti bakar lalu melahapnya. 

Bisa dibilang pakaian Jisoo kurang pantas. Lihatlah Jen yang tampak begitu rapi dengan jasnya, sementara ia malah menggunakan piyama pikachu yang kemarin minta diambilkan oleh sahabatnya di apartemen miliknya.

Jen menggeleng pelan kemudian mulai menyantap sarapannya. Ditengah sarapan mereka, Mia datang untuk menuangkan teh kedalam gelas milik Jen.

"Mau susu atau teh, Ji?" Tanya Mia pada Jisoo.

Baru saja ingin menjawab, Jen sudah memotong terlebih dahulu, "Tolong sopan jika berbicara dengan Jisoo. Kalian bekerja untuk dia juga sekarang." 

Mendengar Mia berbicara hanya dengan memanggil nama saja kepada Jisoo, Jen merasa terganggu.

"Maaf, tuan." Mia menunduk takut.

"Eh, jangan marahi kak Mia. Gue yang minta semua pelayan disini gak usah panggil gue non. Kaku banget tau gak."

"Tapi.."

"Ga ada tapi-tapian. Hak gue dong mau dipanggil apa aja."

Jen menghela nafas pasrah. Sepertinya akan sulit berdebat dengan gadis ini.

"Aku mau susu aja, kak." Mia mengangguk kemudian menuangkan susu pada gelas milik Jisoo kemudian segera pergi.

"Oh, iya. Katanya lo mau jelasin kenapa oma minta lo bawa gue kesini. Sekarang jelasin."

"Habiskan dulu sarapan kamu. Saya tidak terbiasa makan sambil berbicara." Jisoo mencibir mendengar balasan Jen yang terdengar sangat dingin. Ia segera melahap habis sarapannya secepat mungkin.


::


"Sejak kecil saya tinggal di panti asuhan. Menurut pengurus panti, ia menemukan saya didepan toko saat saya masih bayi.  Oma Embun adalah donatur tetap di panti asuhan itu. Ia selalu mencukupi kebutuhan anak-anak panti disana. Saya menjadi begitu dekat dengan oma, bahkan ia sudah menganggap saya seperti cucunya sendiri. Hingga pada suatu hari, saat saya baru akan masuk sekolah, oma bertanya pa cita-cita saya. Saat itu saya menjawab dengan pasti bahwa saya ingin menjadi orang sukses dari yang tersukses." Jen Bercerita dengan pandangan menerawang, seolah mengembalikan ingatannya pada masa itu. Sementara Jisoo terlihat menyimak dengan saksama.

"Akhirnya karena saya memiliki kemampuan bahasa inggris yang cukup baik, oma mengirim saya untuk belajar di Finlandia sejak kecil. Oma ingin saya bisa mewujudkan keinginan saya. Saya bisa seperti sekarang, semuanya berkat oma." Lanjutnya.

"Kalau lo sedekat itu sama oma, kenapa waktu oma meninggal, lo gak datang? " Tanya Jisoo mengingat kejadian 3 bulan yang lalu.

"Saya sudah datang kerumah sakit sehari sebelum oma meninggal. Saat itu kamu tidak ada disana. Sebenarnya saya ingin menemani masa kritis oma, tapi beliau meminta saya pergi ke New York untuk mengurus perusahaan beliau yang mulai terbengkalai disana. Setelah satu jam saya sampai disana, saya sudah mendapat kabar bahwa beliau meninggal." Jelas Jen dengan lirih. Terlihat jelas bahwa ia benar-benar terpukul kehilangan sosok yang paling berjasa dalam hidupnya.

"Tapi kenapa gue gak pernah ketemu sama lo sebelumnya? Dan kenapa oma gak pernah cerita ke gue?"

"Saya bukan satu-satunya orang yang disekolahkan, karena beliau memang sangat dermawan. Tapi mungkin sayalah yang paling berhasil. Beliau memang tidak pernah menceritakan kebaikannya kepada orang banyak." Jisoo mengangguk kecil membenarkan ucapan Jen. Oma Embun memang sosok yang sangat baik. Setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, Oma Embun-lah yang merawatnya.

"Saya memang sangat jarang ke Indonesia setelah disekolahkan. Terkadang, oma Embun-lah yang menghampiri saya ke Finlandia atau ke New York saat saya kuliah disana."

"Terus kenapa oma nyuruh gue tinggal sama lo?"

"Sebenarnya, beliau hanya meminta saya untuk menjaga kamu jika beliau sudah tidak ada agi."

"Tapi bukan berarti gue harus seatap sama lo, kan?"

"Bagaimana kamu mau tinggal sendiri, bahkan kamu tidak tau caranya bangun pagi." 

Jisoo mengerucutkan bibirnya mendengar sindiran Jen.

"Saya juga tidak bisa mengawasi kamu setiap saat. Jadi hanya inilah cara saya untuk menjaga kamu. Tinggallah disini dan biarkan saya menjaga kamu." Jisoo dibuat tertegun mendengar ucapan Jen. Apalagi melihat kesungguhan dimata Jen, yang lagi-lagi membuat tubuhnya lemas seketika.

"Oke, gue mau karena ini permintaan oma." 

Jen tersenyum tipis mendengar persetujuan gadis itu. Jisoo kembali tertegun, meskipun hanya senyum tipis, namun Jen terlihat makin mempesona saat sedang tersenyum. Sepertinya Jisoo harus banyak mengajari Jen tersenyum setelah ini. Hidupnya benar-benar kaku.

"Oh iya, soal warisan dan semua aset peninggalan oma kamu, kamu tenang saja. Karena kamu adalah satu-satunya cucu Oma Embun, semua hartanya jatuh ketangan kamu, termasuk semua persahaannya."

"Tapi kan gue gak ngerti soal perusahaan. Kuliah aja baru lulus, belum lagi jurusan gue fashion design."

"Saya yang akan mengurus semuanya, kamu tingga terima hasilnya saja." 

Jisoo tersenyum lebar, lalu mengangguk setuju. 


:::



With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang