06

1.5K 214 21
                                    


"Bagaimana bisa kamu tidak mengantarnya?! Kamu saya gaji untuk mengikuti kemanapun dia pergi. Kamu tahu kan dia itu ceroboh? Kalau saya tau dia tidak pergi dengan kamu, saya tidak akan membiarkan dia pergi. Ini sudah malam, dan dia belum pulang!" Eno hanya mampu menunduk menerima kemarahan Jen.

"Maaf, Tuan. Tadinya saja ingin mengantarkan Jisoo, tapi dia melarang--"

"Yang menggaji kamu siapa?!"

Eno makin menundukkan kepalanya. "Maaf, Tuan."

"Kamu minta yang lain mencari Jisoo. Jika dia sudah datang, panggil saya." Jen berbalik meninggalkan Eno yang dilanda kecemasan.

.

"Aaaa gue seneng banget, akhirnya bisa belanja juga. Makasih ya Jiii~" Haylie memeluk Jisoo senang. Rasanya ia benar-benar puas berkeliling mal seharian ini. Memasuki toko demi toko, memilih barang demi barang tanpa memikirkan harga karena Jisoo-lah yang bertugas membayar. Benar-benar hari yang indah. Ternyata tidak sia-sia tadi ia berasalasan tidak enak badan agar bisa pelang cepat dari kantornya.

"Sama-sama. Lagian bukan gue yang bayar." Jisoo terkikik mengingat berapa banyak uang Januarsa yang ia habiskan hari ini.

"Januarsa kaya banget ya, Ji. Daripada dia gak tau uangnya mau dikemanain, mending dia bantuin bayar hutang negara aja, deh." Ucap Nayla membuat Haylie dan Jisoo terbahak mendengarnya. Tapi ada benarnya juga, sih. Kalau Jisoo jadi Januarsa, ia juga akan bingung untuk menghabiskan uang sebanyak itu.

"Eh, ke club ya. Udah lama nih kita gak kesana." Usul Nayla.

Haylie langsung mengangguk antusias. Sedangkan Jisoo tampak berpikir sejenak. Tadi ia sudah berjanji pada Januarsa agar tidak pulang malam. Sementara sekarang sudah cukup malam karena terlalu asik berbelanja.

"Ya udah deh. Tapi kita ganti baju dulu. Gak mungkin kita pake baju gini." Putus Jisoo akhirnya. Sepertinya sudah kepalang tanggung. Ini sudah malam, jadi tidak ada salahnya untuk bersantai sejenak di club. Janursa pasti akan marah, jadi kan sekalian.

Setelah mendengar keputusan Jisoo, mereka bersiap-siap untuk pergi ke salah satu club favorit mereka.


.



Jisoo berjinjit memasuki mansion. Setelah menutup mulut satpam yang menjaga gerbang agar tak banyak komentar, kini Jisoo masih tetap harus waspada. Karena pasti masih ada pelayan yang terjaga.

"Jisoo... kamu kemana aja?" Tanya Hanna hampir memekik jika saja Jisoo tak mengisyaratkannya untuk memelankan suara. Hanna membukakan pintu untuk Jisoo. Bahkan, sedari tadi ia memang sedang menunggu kepulangan Jisoo. Mansion benar-benar dibuat heboh karena seorang gadis yang entah pergi kemana.

"Ssttt, jangan berisik, kak."

"Kamu kemana aja, sih? Semua pada nyariin kamu."

Eno yang kebetulan melihat Jisoo langsung berlari tergesa-gesa menghampiri gadis itu. "Jisoo.. Kamu darimana aja? Abang nyariin kamu kemana-mana. Tuan Jen udah marah-marah daritadi. Kamu tega banget bikin abang dimarahi tuan Jen." Omel Eno meluapkan kekesalannya.

"Sstt, bang. Pelan-pelan dong ngomongnya. Entar Januarsa dengar---"

"Jisoo, Ikut saya." Ucapan Jisoo terpotong dengan suara cukup berat yang membuat sekujur tubuhnya merinding.

Jisoo menoleh ragu ke asal suara. Terlihat Jen sedang berdiri tak jauh darinya. Jisoo menelan ludah saat melihat punggung Jen yang perlahan menjauh. Ia melirik Hanna dan Eno dengan tatapan sendu seolah meminta pertolongan. Yang ditatap seolah-olah tak melihat. Mereka sudah dibuat geram dengan tingkah gadis itu. Dengan gontai, Jisoo terpaksa mengikuti langkah Jen.

"Kita mau kemana? Ke ruang kerja lo? Oh.. atau kita mau ke kamar lo? Aaaa akhirnya.. Yuk buruan." Jisoo malah terlihat lebih bersemangat menaiki tangga. Sementara Jen hanya menatapnya datar.

Ternyata Jen mengajak Jisoo menuju teras di balkon lantai tiga. Meskipun angin malam terasa menusuk, namun menurut Jennie ini adalah tempat paling tepat untuk berbicara dengan gadis nakal ini. Ia tidak ingin ada satu pun pelayan yang mendengar.

"Kok kita malah kesini?" Tanya Jisoo. Jen masih tetap diam sembari menatap Jisoo tajam. Membuat nyali Jisoo menciut. Sepertinya Jen benar-benar sudah marah.

"Ini sudah jam berapa?"

Jisoo melirik jam ditangannya, "Jam satu.."

"Bukannya tadi saya sudah bilang jangan pulang malam? Dan sekarang kamu malah pulang tengah malam. Darimana saja kamu?"

"Belanja.." Cicit Jisoo.

Jen tertawa kecil dengan seringai sinisnya mendengar jawaban itu. "Belanja di Club GX?" Jen berujar dengan nada seolah-olah menebak. Sebenarnya ia sudah tau sejak beberapa jam yang lalu dari orang suruhannya. Namun ia tak ingin menyuruh orang itu untuk membawa Jisoo pulang. Ia ingin gadis itu yang sadar diri. Lagipula, ia mendapatkan info bahwa Jisoo dan teman-temannya hanya berjoget-joget tanpa menyentuh alkohol sama sekali.

"Loh, kok lo tau?" Tanya Jisoo heran. Sedetik kemudian gadis itu menatapnya tajam, "Oh.. lo ngirim orang buat mata-matain gue? Lo kok gak sopan banget sih? Itu kan privasi gue!"

Jen mengeryitkan dahinya mendengar itu. "Itu hak saya. Kamu tinggal disini dan semua yang berhubungan dengan kamu menjadi urusan saya."

Jisoo menggelengkan kepalanya dengan raut tak menyangka. "Sorry ya, gue gak pernah minta lo bawa gue kesini! Dan gue gak suka lo ganggu privasi gue!"

"Turunkan intonasi suara kamu."

"Gak mau! Terserah gue!"

"Saya tidak mau melihat kamu keluar dari rumah ini, kecuali bersama Eno atau pengawal yang akan mengawal kamu, mulai besok. Sekarang pergilah ke kamarmu dan beristirahatlah." Jen berlalu dari hadapan Jisoo.

Jisoo menggepalkan tangannya. Ia tak terima diperlakukan seperti ini. "Januarsa Jen Cetta!" Langkah Jen terhenti saat Jisoo memanggil namanya dengan lengkap. Gadis itu kini berada di depannya dengan napas memburu.

"Lo sadar gak sih, gue kayak gini gara-gara lo? Lo paksa gue kesini, abis itu lo kurung gue di istana ini, sementara lo sibuk sama kerjaan lo. Lo pikir gue itu boneka? Lo pikir gue hiasan yang lo bawa dan lo pajang di rumah? Gue bukan tahanan! Gue bukan barang! Gue manusia! Dan gue berhak untuk hidup!"

Dada Jisoo naik turun dengan cepat. Ia meluapkan isi hatinya pada Jen yang kini hanya diam dengan wajah datarnya. Jisoo mengehmbuskan nafas kasar sebelum berkata, "Kalau lo memang gak bisa memperlakukan gue dengan layak, lebih baik lo bilang. Gue masih ingat jalan ke apartemen gue yang lama."

Jisoo menabrak pundak Jen dengan kasar sebelum berlalu dari hadapan Jen yang diam membeku. Jen tak menyangka gadis yang selalu bertingkah konyol itu bisa meledak-ledak juga. Apa ia berlebihan? Jen menggelengkan kepalanya. Ia melakukan semua ini untuk menjaga Jisoo. Dan menurutnya, inilah cara yang tepat.

::

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang