Sembilan. [Hajung]

5.4K 646 49
                                    

"Dia jelas menyukaimu, mana mungkin lelaki memperhatikan dirimu secara cuma-cuma atau tidak ada maksud lebih."

Kata temanku yang selalu meyakinkan diriku, aku menceritakan semua ke seharianku bersama Min Yoongi kepada temanku ini. Tidak sopan jika menyebut namanya tanpa embel-embel seperti 'Kak-paman?-oppa?' ugh, sungguh menggelikan dengan embel-embel oppa itu.

"Panggil senyamanmu saja, kalau bisa panggil sayang."

Katanya waktu hari pertamaku belajar dengan dirinya, omong-omong aku tampak cerdas belakangan ini dimata pelajaran ekonomi. Berkat dirinya, dia selalu memberikan tugas kepadaku dan itu sangat menjengkelkan. Sudah cukup dengan tugas sekolah yang ada.

"Han? Melamunkan apa?"

"Eh? Tidak kok, sampai mana tadi?"

Temanku menatap penuh tanya dan curiga seolah aku ini pembohong sejati. "Jika rindu dia, kabari saja. Rindu itu wajar, apalagi sudah tiga hari tidak bertemu." tuturnya sembari melayangkan tawa mengejek kepadaku.

Benar sih, sudah tiga hari kami tidak bertemu dan selama itu juga pembelajaran kami tertunda. Kenapa ya? Mungkin sibuk, aku penasaran tapi tidak mau menghubunginya, takut menganggu.

"Gengsi ya? Keburu diambil oleh orang lain. Apalagi dirinya tidak memberi kabar, bukan?"

Temanku menggodaku lagi dengan konten seperti itu selama tiga hari ini, dan sukses membuatku merasa insecure sekali. Aku mengaduk bubur kacang di depanku, menatap tak selera dan terus memikirkan apa yang seharusnya tidak aku pikirkan.

Apa ada yang sama denganku? Eumm, seperti gengsi memberi kabar dulu? Tapi aku takut.

"Bingung sekali dengan dirimu, apa yang kau ragukan dari seorang Min Yoongi?"

"Siapa yang meragukannya."

"Dirimu berbohong terus, apa tidak bosan menutupi perasaan yang sesungguhnya?"

Aku terdiam lagi dan menunduk kembali menatap bubur kacang. Pikiranku mulai kosong lagi, dan seperti ada yang panas tapi bukan api. "Sera?"

"Apa?"

"Bagaimana jika diriku hanya di permainkan saja? Atau hanya dibuat ke se-ssenangan sejenak saja?"

"Hei jangan menangis! Dirimu hanya sedang dilema saja."

Ah, dilema sampai seperti ini ya?

plaisir

Kalau dipikir-pikir umurku dengan dirinya sangat berbeda, tapi jika rasa suka datang bisa apa? Sukai saja sesukamu bahkan sampai ke yang punya anakpun tak masalah, sebab hanya suka. Benar bukan?

Sangat bosan dirumah, hanya membantu ibu mengurus kebun, membuat sarapan, memasak makan malam, cuci piring sampai baju, dan menyapu. Apalagi makan, minum, tidur, dan repeat.

Coba saja jika bersama Yoongi, mungkin tidak se-monoton ini aktifitasku dirumah. Ibu sudah berkali-kali mengajakku untuk keluar rumah entah mengajak menemani rekan-rekannya atau pergi berbelanja, dan itu tidak menarik minatku.

Hanya Yoongi minatku.

Ingin menangis karena belum ada kabar darinya bahkan ini sudah malam, apa aku tidak terlalu penting ya? Ugh aku langsung ingat satu kalimatnya yang berbunyi seperti ini,

"Dirimu sangat penting dari apapun, Han. Kau satu-satunya bagiku, ingat?"

Satu-satunya atau salah satunya?

Ku ketuk lagi layar ponselku, ah sial kenapa berharap menjadi candu baruku? Tapi aku harus berani, takut di ambil orang. Terdengar sambungan dari sebrang sana, kalau tidak di angkat akan sangat malu sekali.

"Han?"

Diangkat dan suara ini sangat kurindukan belakangan ini.

"Han, kau disana?"

"He'em."

"Han, aku minta maaf karena tidak memberi kabar. Apa kau marah?"

"Tidak, untuk apa aku marah?"

"Syukurlah, bagaimana hari-harimu? Ada yang mau diceritakan?"

"Tidak ada."

"Sedang apa?"

"Tidak ada." pandai berbohong juga diriku ini, padahal sedang meremas sprei menahan rasa ingin mengamuk kepadanya.

"Kenapa belum tidur?"

"Belum mengantuk."

Terjadi jeda lumayan lama dari sambungan telepon kami, kenapa dia tidak bersuara lagi? Pasti sibuk. Tuhkan dugaanku benar.

Indra pendengaranku sengaja aku tajamkan lagi untuk mendengar suara lain di sebrang sana. Ternyata dirinya tidak sendirian.

"Terimakasih Hana, senang bertemu denganmu. Apa perlu aku antar-"

Diriku langsung menjauhkan ponsel dari telinga, dia bersama wanita. Ada yang retak tapi bukan cermin, sialan kenapa seperti ini? Sangat jelas sekali jika aku mengganggu dirinya. Bibir bawahku sedikit sakit karena aku menggigitnya, dan menahan air mata yang ingin keluar.

Ingat, dirimu bukan siapa-siapa. Kalimat yang berhasil membuatku tersadar dari rasa yang aneh ini. Aku harus sadar dan tetap rileks. "Lebih baik telponnya kututup, rasanya dirimu sibuk. Maaf ya."

"Tunggu, dirimu dari mana saja? Aku memanggil sedari tadi, Han."

"Aku mengantuk, jadi tidak dengar."

"Begitukah?"

"Hm."

"Han, ayo bertemu aku ingin melihatmu, rindu."

Aku kembali mengigit bibirku, kali ini bukan ingin menangis tapi aku ingin tersenyum. Mataku bergerak sana-sini dan terus menggigit bibir bawahku, "Sudah malam."

"Han, tadi itu rekan kerjaku yang akan resign."

Oh rekan kerja.

"Han?"

"Hm?"

"Jika besok bertemu, aku boleh minta cium?"

Sialan, hanya dengan kalimat itu saja sudah membuatku salah tingkah dan apa ini, kenapa pipiku menghangat? Dan jangan lupa debaran jantungku. Iya-iya aku ingin sekali menciummu😭

❝plaisir❞

❬ ⸙: ✰❛ banin.id❜

┊⁀➷ Add to library untuk mendapatkan notifikasi, dan share kepada temanmu yang belum tahu cerita Yoongi genre BUCIN🍑

┊⁀➷ Cerita ini akan segera ditamatkan, dan tergantikan oleh cerita yang baru.

[✓] PLAISIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang