BAB 9

0 0 0
                                    

"Assalamu'alaikum!" salam Reza, kakak kelasnya yang naik ke kelas 3 SD. "Wa'alaikumussalam!" Asiah tak peduli darimana pria itu mendapat nomor teleponnya. Yang terpenting adalah ia harus tahu mengapa Kak Reza meneleponnya. Ia sosok lucu, datang ke kelas mencari perempuan berambut sebahu dan minta tanda tangan di kertas kecil yang nantinya akan ditempel untuk buku kumpulan puisi Rabert dan Asiah.

"As, lagi apa?" , "Lagi baca buku, Kak!" , "Asiah bisa temani Kakak?" dup! Asiah belum tahu wilayah di luar zonanya. "Kemana Kak?" , "Ke taman saja As. Cari udara segar. Masih pagi!". Asiah memandang Arqa yang menatapnya awas. Asiah sedikit terkesiap dan kembali pada penelepon. "Boleh!". Arqa langsung spontan mengatakan bahwa akan menemani dekat itu kemana pun ia melangkah.

Asiah siap dengan pakaian panjang dan rambut dikuncir. Arqa terus memandang awas pada perempuan tersebut. "Bila terjadi apa-apa, aku tarik rambut kamu!" Asiah melewati Arqa dan meminum air mineral kemudian menunggu Kak Reza di balik pintu. "Asiah!!!" teriak Kak Reza, Asiah keluar dan Arqa siap melancarkan perlindungan.

Kak Reza berangkat dengan sepeda dan berkemudi menuju taman. Asiah menunduk, ia menjaga diri agar tak terjatuh. Sepanjang perjalanan, Asiah merasakan bahwa banyak orang yang sedang jatuh cinta. Tak lama sampai di taman.

"Ini es krim dan balon untukmu!" Kak Reza memberi cone es krim coklat dan balon hati berwarna merah. "Kak, ini apa?" tanya Asiah sambil bergestur memegang erat tali balon. "Itu namanya hati, As!" , "As, kata orangtua Kakak, kita duduk begini sudah dinamakan romantis." Asiah menaikkan alis.

"Aneh ya, padahal romantis itu bila sama-sama merasakan. Romantis itu sudah diatur dan sudah ditetapkan. Kakak sudah banyak melihat hal-hal romantis dari Kakak pertama kali masuk sekolah. Pertama kali yang diingat adalah cara memandang dan itu sangat dirasakan dan berpisah hingga membuat dua orang bimbang ia masih menaruh kakinya di atas jalan atau tidak."

"Romantis ketika salah satunya mempunyai bakat untuk membuat orang yang sudah menetap di hatinya senang. Ada seorang pemain biola yang bermain biola untuk penetapnya seorang."

"Romantis selanjutnya adalah saat bertelepon. Kata-kata yang diungkapkan adalah sangat berperasa dan berhati-hati." Kak Reza terus bercerita tentang romantis sambil memotret dengan kamera untuk alam yang ia lihat. Asiah, baru kali ini ia diberi balon. Balonnya indah, bentuk hatinya terbentuk. Apa artinya hati harus diisi dengan segala hal yang betul? Sebuah hati yang membawa seseorang untuk menjadi kepribadian mengenal apa yang sekarang ia timpa.

Asiah sekarang sudah kelas 2 SD, entah kejadian atau ilmu pengetahuan apa yang ia hadapi, Asiah harus kuat dan mampu melewati semua. Kak Reza tetap sibuk memotret yang ia lihat sampai Asiah melihat pertunjukkan bermain biola. "Kakak mau potret pertunjukkan disana?" tanya Asiah dan Kak Reza pergi disusul adik kelasnya tersebut.

Baru memasuki awal nada, Kak Reza sudah menekan tombol potret. Mendapatkan barisan depan untuk menonton pertunjukkan di tempat umum merupakan hal yang menyenangkan. Arqa, ia takut Asiah akan diperlakukan bukan seperti adik kelas oleh Kak Reza. Arqa menoleh ke belakang dan menemukan sepasang yang berjarak. Ia teringat akan dirinya dan Kaila. 

Kenapa hubungan mereka tidak seperti dirinya dan Kaila? Mereka masih berbincang, masih melihat pemandangan, dan jalan mereka juga sangat lembut. "Di sekolah aku lihat ada yang menyatakan cinta dengan bunga!" , "Itu sudah umum." , "Tapi baru pertama kali aku lihat." , "Berarti kamu belum tahu cinta ya?" Arqa mengikuti mereka. Perempuan itu bercerita tentang perjalanan seseorang sampai menemukan cinta sesungguhnya. Baru dipelajari satu bulan, ia sudah mendapat jodoh. Arqa, dia dijodohkan tanpa tahu cinta, sayang, dan romantis itu apa.

Asiah memberi satu lembar uang dan pergi usai pertunjukkan selesai. "Potretnya bagus Kak!" seru Asiah. Ia melahap cone berukuran cukup untuk mulutnya. Arqa tiba-tiba di sebelah kanan Asiah. "Kenapa Arqa semakin beraura dingin?".

Udara bertambah sejuk dan segar, banyak bertebaran perempuan memegang balon berbentuk hati. Ada sepasang tua yang sedang berbincang dengan rasa kasih. Hm… entah kenapa Asiah ingin memandang mereka sampai selesai.

Sepeda pelan Kak Reza membawa mereka ke danau yang sepi. Mungkin belum banyak yang tahu keberadaan danau tersebut. Kak Reza kembali bercerita tentang dunia cinta dan romantisme serta Asiah belum yakin apakah benar dan ia harus terima.

"Kak, bagaimana perasaan Kakak dinyatakan naik kelas?" Arqa juga ikut menoleh ke arah Kak Reza. "Menyenangkan, Dik. Semakin bertambah pengetahuan, Kakak harus tahu cinta dan romantisme." , "Dua itu yang membuat Kakak tenang. Menghadapi orang jadi lebih berani!" Asiah tepuk tangan.

"Eh, kamu sudah tahu Rabert buat buku tentang puisi cinta?" Asiah terkejut. Rabert terinspirasi dari semua yang ia lihat? Jadi seperti apa bukunya? "Belum, Kak. Doakan saja menjadi buku terindah yang dibaca." , "Amiiin ya rabbal alamin!".

Oh ya, bumbu yang ia katanya ingin ubah ingin ia lakukan di usia belianya. Asiah harus mulai darimana? Tunggu, peluh Kak Reza menetes. "Kak!" Asiah menyerahkan sapu tangan baru pada kakak kelasnya dan Kak Reza mengelapnya sampai berbaring di atas rerumputan. "Kamu bisa ya tidak berkeringat. Kakak saja sudah banyak keringat!" Asiah tertawa.

Sore telah tiba, Asiah pulang dengan ceria. Balon hati pemberian Kak Reza ia ikat di atas pengait jendela kamar. Ia langsung melihat pedagang kue leker melewati rumahnya. Ehm, sang pedagang lewat setelah bertahun lenyap. Sayang sekali Asiah harus menyimpan uang dan menatap pedagang itu hingga hilang dari pandangannya.

"As!!!" sapa Rabert ceria kembali dalam teleponnya. "Kamu dikasih kue dari orangtuaku. Aku ke rumahmu!" , "Terima kasih!". Wah, orangtua Rabert masih menyempatkan waktu untuk membuat kue. Asiah harus memberi apa kepada dua malaikat tak bersayapnya. Matahari mulai menghindar dari langit oranye. Akhirnya ia menunggu dahulu kedatangan Rabert.

"Asiah!" Rabert menyerahkan kantong plastik berisi kue dan diterima Asiah. Rabert pamit untuk pulang. Asiah menutup pintu dan terlintas di pikirannya untuk melakukan hal kecil yang seumur hidup belum pernah dilakukan.

Pkl.21.00,  Asiah memasuki kamar dan tidur. Arqa, ia memilih untuk menunggu kedua orangtua perempuan dekat dia dengan berdiri di depan kamar orangtua perempuan berambut sebahu.

KATEGORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang