BAB 11

2 1 0
                                    

Arqa sudah merasakan keanehan. Jiwanya hampir hilang, auranya semakin dingin. Bila ada petunjuk bahwa ia akan berpisah dengan Asiah, ia ingin menolak. Arqa mau disini, sampai kapanpun. Asiah sudah menjadi sahabat dekatnya. Hingga kini, Arqa belum mengungkapkan rasa pada Asiah atau menjelaskan semua yang ia dapat. Asiah masih dingin entah itu untuknya atau orang lain. Asiah fokus untuk mempersiapkan sesuatu untuk kedua orangtuanya.

Asiah kini tumbuh remaja, dia memilih menghabiskan waktu untuk membeli dan membaca novel. Tiba-tiba ia dipertemukan dengan sepasang kekasih yang berantam. Arqa bilang itu romantis sedangkan Asiah menahan diri untuk menutup mulut Arqa.

"Ya sudah, nanti terakhir kita pulang bawa makanan. Nah, kamu mau beli apa?" , "Kalau romantis bila sudah damai, Ar!" desah Asiah. Asiah kini tumbuh dalam kasih sayang orangtua. Asiah juga memberi kebanggaan dengan menjadi fotografer di tempat wisata. Ya, Asiah masih sekolah hanya harus berpisah dari orangtua untuk bekerja.

"Aku potret nih!" , "As, kamu sudah remaja. Sudah punya identitas padat, kamu pasti tahu perbedaan cinta dan tipuan cinta!" , "Apa… lagi…" Asiah memotret mereka ketika pergi dengan langkah tak beriringan. Tiba-tiba seseorang menelepon dirinya.

"Nak, tugas Sosiologimu sudah 10 belum dikumpulkan!" , "Lembut, lembut, jutek, ya!" , "Shut!" , "Kamu shut ibu?" , "Tidak!!!".

---

"Kakak…" sapa riang rekan kerjanya. Asiah sibuk dengan tugasnya. "Kak, masa Alfian cinta orang!" , "Ya mau cinta siapa? Gulma?" Alfian tertawa. "Kak, orangnya cantik. Alfian suka waktu dia ajak foto Alfian!" Asiah mengangguk. Alfian, sosok yang menurut Asiah adalah adik tampan sudah terbayang di benaknya yang berbeda adalah cara ia menatapnya kini.

Alfian mempunyai lensa mata berwarna cokelat. Mata yang menurut Asiah indah. Apalagi banyak yang ingin dipotret olehnya karena matanya yang teduh itu. Sesuai dengan latar belakang pemandangannya.

"Eh, ada yang mau dipotret. Kamu maju!" Asiah mengangguk. Asiah mengalungkan kamera dan mulai beraksi. Ada dua sepasang kekasih yang kini dalam pandangannya masih sangat polos. "Halo!" sapa Asiah ramah. "Halo!" tuh kan polos.

"Saya potret ya!" ada yang berbeda dari pengunjung lain. Entah kenapa mata mereka menyiratkan sebuah kisah dan perempuan yang kini tumbuh dengan rambut panjang paham. Sambil memotret, ia menyusun menjadi sebuah kisah.

Dari tempat kerjanya, ia menemukan banyak cinta dari berbagai latar belakang. Mungkin ia akan menekankan pada romantis. Ada cinta yang baik yaitu menyayangi lawan jenisnya dan memberi yang terbaik. Ada cinta yang selalu menemani lawan jenis kemana-mana dan menemani sampai angka 100. Ada cinta yang diam saja dan berujung pada jarak namun banyak yang terpendam.

Sebuah kisah tentang seorang perempuan yang sering menulis cerita dalam secarik kertas. Perempuan ini lebih sering di rumah. Ia membuat cerita tanpa unsur apapun. Masih sangat mendidik. Ia dibanggakan guru karena telah membuat banyak cerita dan sudah dimuat di media penulisan.

Namun sejak bertemu pria, ia mulai menyelipkan proses cinta dan itu kejadian seiring dimuatnya cerita dia. Entah kejadian terus berlanjut dan dalam pandangan orang, itu sudah tingkat atas. Sulit untuk berpisah, namun ada kaum tertentu yang mengganggap itu hubungan biasa.

Asiah terkesima saat perempuan itu memegang bunga dan pria yang menoleh ke belakang untuk melihat pemandangan. Itu sangat… menakjubkan. Hasilnya bagus. Ia bertepuk tangan dalam hati. "Bagus, Kak!" ucap mereka berbarengan.

Asiah harus mendalami banyak hal entah pelajaran atau di luar pelajaran. Sambil mengerjakan tugas, ia memahami banyak hal dan peristiwa yang menurut Asiah harus diapresiasi serta Asiah berusaha untuk menghormati.

"Kak, Alfian harus bilang apa ke wanita itu?" Asiah menggeleng. Ia saja belum tahu wanita tersebut.

Asiah kembali ke sekolah, mengumpulkan seluruh tugas, dan masuk dengan rasa lelah. "Eh, masa kita masih muda sudah ada yang mau sunting!" ehm! Asiah kenapa?

KATEGORITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang