xxv.

5.1K 769 39
                                    

apartemen jeongguk persis seperti orangnya. tidak punya barang yang tidak perlu, semua tertata sesuai tempatnya, sejujurnya terlihat membosankan namun karena ini adalah jeongguk, taehyung tidak berminat untuk berkomentar. disamping perbincangan mereka di telepon, melihat jeongguk langsung begini sudah membuat taehyung dapat menebak jeongguk itu orang yang seperti apa.

"maaf jika apartemenku membosankan, aku cuma menumpang tidur disini,"

taehyung tergelak saat ia melepas mantelnya dan menaruhnya di sofa. "kau membaca pikiranku?"

"tampangmu menunjukkan begitu,"

"begitukah?" taehyung kemudian duduk di sofa sembari menaikkan sebelah kakinya, kini ia hanya mengenakan sweater tipis berbahan lembut dengan warna cokelat muda, "menurutku bukan ke arah membosankan, kau nampak seperti orang yang tidak melakukan sesuatu yang sia-sia."

"tepat," jeongguk bergerak ke belakang setelah melepas jasnya juga, meninggalkan dirinya dengan kemeja yang lengannya dilipat hingga siku, "nampaknya kau orang yang pandai menebak karakter orang lain."

"well, pekerjaanku menuntut untuk bertemu banyak orang. lagipula itu tidak seratus persen akurat, aku melakukannya untuk berjaga-jaga saja. kau sendiri, seperti bisa tahu apa yang orang lain pikirkan tentangmu."

"tidak, hanya saja rata-rata orang yang bertemu langsung denganku memikirkan hal yang mirip."

"bagiku kau cuma pria tua yang gila kerja."

"setelah bertemu denganku, kau masih menganggapku pria tua?"

"hmmm," taehyung berpikir sejenak, lalu kekehan manisnya itu kembali terdengar, "dari penampilanmu sih tidak, tapi dari tabiatmu, kau benar-benar sudah tua. aku ragu kau bahkan tahu bagaimana cara bersenang-senang."

"aku senang jika bisa istirahat."

"itu maksudku, pria tua!"

jeongguk memutar matanya, ingin kesal tapi tidak bisa. taehyung punya sesuatu yang membuat orang bahkan jeongguk tidak sanggup marah padanya, bahkan sedelah diledek sekalipun. tawanya menular hingga jeongguk mau tidak mau merasakan dirinya tersenyum lagi. "taehyung, kau mau teh?"

"tentu, terima kasih!"

taehyung pikir, dia akan sedikit canggung bertemu jeongguk jadi ia berusaha untuk tidak terlalu kaku. namun jeongguk di telpon dan langsung begini sama sekali tidak ada bedanya, kecuali sekarang dia bisa bertatap muka dengan teman bicaranya beberapa bulan ini secara langsung. taehyung sadar kalau ia malah tidak canggung sama sekali.

ia menerima cangkir yang diulurkan jeongguk, meniupnya uapnya sedikit kemudian menghirupnya. merasakan hangat mengalir masuk ke tubuhnya, taehyung mendesah pelan. pusing yang tadi bertengger berangsur hilang.

"apa kau mau istirahat dulu?" jeongguk bertanya saat dia sudah duduk di sofa bersama taehyung, "kau pasti lelah sekali."

"tidak juga, aku sudah sering begini, jadi seperti ini juga sudah cukup." taehyung kemudian bersandar, memeluk bantal sofa kemudian menoleh pada jeongguk, "kau bilang ingin dengar ceritaku, bukan?"

"aku tidak memaksamu jika masih lelah, kutebak kau baru saja berurusan dengan hal besar lalu langsung terbang ke Korea."

"hmm, kau benar. aku bersyukur sudah melewati itu." taehyung menarik napas panjang. "kau tahu, aku terlibat penipuan, ada seseorang yang pakai namaku untuk pinjaman dana atas pembangunan suatu gedungㅡaku bingung kenapa ada orang yang tertipu, aku tidak butuh pinjaman dana hanya untuk membangun gedung!ㅡsetelah membereskan itu, ternyata si pelaku juga terlibat penggelapan ratusan milyar. keparat sekali, aku berurusan dengan kepolisian Jerman dan dipanggil untuk interogasi. dan semua itu tepat terjadi sebelum keberangkatanku, dan akibat interogasi itu, aku tidak bisa memberi kabar apapun. ditambah lagi, karena aku kemarin hampir mengamuk, aku menghancurkan ponselkuㅡtapi tentu saja, aku masih bisa menyelamatkan kartu di dalamnya." taehyung menyengir, namun senyumnya itu tidak sampai pada matanya yang berkilat tajam.

"tentu saja kau berhak untuk marah, aneh jika kau tidak mengamuk. lalu bagaimana dengan orang itu? apa sudah tertangkap?"

"tentu, aku tidak akan meninggalkan urusan sebelum selesai. beruntung aku punya kenalan seorang peretas, dia membantuku menelusuri jejak untuk menemukan orang itu."

"boleh aku tahu siapa?"

"salah satu teman yang sempat bekerja sama denganku, pantas saja kerjaannya sangat rapi dan hampir tidak ketahuan sebelum polisi menghubungiku. aku tidak keberatan dengan kerugian, karena sesungguhnya aku tidak rugi sama sekali. aku hanya kecewa, karena orang yang kupercayai sanggup melakukan hal kotor begitu. padahal aku tidak menaruh kepercayaanku untuk sembarang orang. kupikir aku sudah cukup mengenalnya." taehyung akhirnya tersenyum lagi, namun kini nampak tenang saat jeongguk menepuk pundaknya. "sekarang aku sungguh tidak apa-apa, aku kecewa, tapi itu tidak merubah apapun. aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan."

"pasti banyak yang telah kau lalui, kau hebat sudah bisa bertahan dan menyelesaikan semuanya sendirian. pasti tidak mudah."

"sudah kubilang ada yang membantuㅡ"

"maksudku, kau menghadapi semuanya sendirian tanpa teman yang berdiri di sampingmu. jimin bilang padaku bahwa kau selalu menyelesaikan semua masalahmu sendirian dulu dan baru setelah semuanya teratasi dengan baik, kau bisa cerita."

"sekarang aku penasaran apa saja yang dibicarakan jimin soal aku."

"banyak taehyung, banyak sekali. sampai aku berpikir kita sudah kenal lama sekali karena jimin memberitahuku terlalu banyak." jeongguk kemudian melirik taehyung yang menghirup tehnya lagi. "jadi, bagaimana perasaanmu sekarang?"

"hm? aku sudah baik-baik saja. sudah kubilang itu bukan apa-apa. di satu sisi kita menemukan banyak orang yang mendukung, siapa yang tahu detik selanjutnya mereka menghempaskanmu ke bawah. itu hukum dunia ini, bukan?" taehyung menaruh cangkirnya, teh sudah habis separuh dan pria manis itu menaikkan kakinya untuk dipeluk, "tapi jika mau jujur, aku lelah sekali. semuanya terjadi dalam satu waktu. setelah ini, aku harus mengurus berita tentangku ke pihak media berita, konfirmasi ke maskapai yang mengalami kecelakaan itu, kemudian memberitahu keluargakuㅡaah, aku takut ibuku pingsan."

"mau kutemani?"

taehyung mengangkat kepalanya, matanya mengerjap. dari wajahnya, sama sekali tidak ada yang bisa mengira bahwa usianya mendekati angka tigapuluh. ia persis terlihat seperti pemuda kuliahan. "astaga, kau serius bilang itu?"

"hanya jika kau tidak keberatan."

"tentu saja tidak, aku senang ditemani. tapi apa tidak apa-apa? apa tidak menganggu pekerjaanmu? sekretarismu bilang kau masih ada rapat lanjutan?"

"kau bicara dengan sekretarisku?"

"lee euiwoong kan? aku ingin bertemu dengannya sesekali. dia anak yang baik."

"dia memang anak yang baik dan loyal, aku bersyukur menunjuknya jadi sekretarisku. jika kau mau kutemani sampai urusanmu beres, aku bisa mengambil libur."

"lalu pekerjaanmu?"

"setelah jatuh bangun perusahaanku, aku punya beberapa orang yang kupercayai. jangan cemas, libur beberapa hari bukan urusan serius."

"terima kasih, bantuanmu benar-benar berperan banyak." taehyung menarik napas panjang, lalu membuangnya. "sepertinya aku akan pulang sekarang."

"kemana?"

"mungkin ke hotel, aku tidak bisa pulang dulu, kan? keluargaku akan gempar."

"kenapa tidak tinggal disini dulu saja?"

"apa?"

"kau bisa menginap disini, maksudku," kemudian seakan mengerti apa yang di pikiran taehyung, jeongguk mengangkat tangannya defensif, "apapun yang ada di kepalamu, aku bersumpah tidak akan melakukan apapun padamu dan aku tidak punya maksud tersembunyi."

tawa taehyung pecah begitu saja hingga matanya berair, mengabaikan jeongguk yang menatapnya heran. "astaga, ini konyol sekali. kenapa malah kau yang panik sih?" [ ]



A/N
MONMAAP AKU GEMES. SI JEONGGUK DIEM DIEM NGEGAS.

ring-ring, hello? | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang