Tak terasa satu semester berlalu. Enam bulan beesekolah di Competitive International Junior High School, banyak peristiwa, pengalaman, cerita Kamil dan teman-temannya alami.
"Bunda, Kamil berangkat ya. Doain ujian Kamil lancar." Kamil menyalami tangan bundanya.
"Selalu dong. Buat anak Bunda apa sih yang enggak"
"Makasih Bun, ichliebediech" Kamoil mengecup tangan bundanya.
"Ichliebediech" Bunda mengecup kening Kamil.
"Dah Bunda." Kamil melambaikan tangannya berjalan ke mobil.
"Dah" Bunda mmembalas lambaian tangan Kamil.
"Ayo Yah, ayo Kak!"🍁🍁🍁
Hari ini adalah hari pertama ujian akhir semester. Ketika ujian seperti ini, maka tempat duduk mereka akan diatur oleh wali kelas.
"Aku duduk mana ya?" Gumam Kamil mencari namanya dari satu meja ke meja lain yang sudah ditempeli kartu ujian.Akhirnya ia menemukan tempatnya. Diletakkannya tasnya lalu ia duduk di tempatnya. Setelahnya ia mengeluarkan buku catatannya. Ia baca baca kembali catatan itu.
Dirinya dibuat kaget dengan suara seseorang yang menyapanya.
"Kamil" Sapa Zidan.
"Ngapain di sini?" Kamil tak tahu bahwa meja sampingnya adalah tempat Zidan. Karena ia menemukan tempatnya sebelum ia sempat melihat kartu nama meja sebelahnya.
"Duduklah" Zidan menjawab santai.
"Gak salah? Liat tuh mejanya udah ada namanya. Gak asal duduk!" Emosi Kamil tersulut.
"Udah, dan aku memang duduk di sini. Liat tuh namaku Ahmad Zidan Athallah." Zidan merasa benar.
"Hah, ini Mrs. Risti gak salah tempel?" Kamil tak terima.
"Gimana? Bener kan aku di sini? Percaya kan?"Kamil mendecak kesal.
Perdebatan mereka terhenti ketika tau bahwa pengawas ujian telah datang. Dengan Kamil yang terdiam dengan kekesalannya.🍁🍁🍁
"Semua buku silahkan dimasukkan ke dalam tas. Lalu keluarkan alat tulis kalian!" Perintah Mr. Mahdi selakubpengawas ujian.
Zidan memasukkan buku-bukunya. Lalu mengeluarkan alat tulisnya. Tanpa sadar barang-barangnya yang barusan ia keluarkan merambah batas teritorial meja Kamil. Yang ditandai oleh jaring-jaefing besi bercat abu-abu yang memisahkan laci mereka. Hal itu mengundang amarah Kamil yang sudah siap ujian dari tadi.
"Ehm, liat ini kan?" Kamil menunjuk batas laci meja mereka.
"Ya, kenapa?" Tanya Zidan tak mengerti.
"Selain sebagai pembatas laci, ini kujadikan sebagai batas teritorial meja bagianku dan meja bagianmu!" Kamil menjelaskan dengan nada tinggi.
Zidan mangut mangut.
"So, jaga baik-baik dirimu dan barang-barangmu. Jangan sampe merambah batas ini. Kalo ngelanggar, ku sobek sobek lembar jawab ujianmu! Ngerti?!"
"Iya Kamil"
"Ya udah, ambil tuh kotak pensilmu. Trus geser kursimu 30 senti dari btas ini!"
"Harus 30 senti ya?"
"Iya, cepetan!"
Zidan menggeser kursinya 30 senti dari batas laci itu.
"Reek" Kamil menggurat meja dengan penggaris besinya di atas batas laci itu. Lalu ia mengeluarkan spidol permanen merahnya dan membuat garis di lantai.🍁🍁🍁
Ujian berjalan khidmat. Semua siswa mengerjakan ujian dengan tenang. Namun tidak dengan siswa blasteran itu.
"Gak apa-apa lah dikasih jarak. Setidaknya masih bisa deket. Toh cuma 30 senti kok jaraknya." Gumam sambil mengerjakan ujian.
"Ya Allah, moga suatu saat nanti aku dan Kamil bisa deket. Bener bener deket seperti halnya Kamil dan Fafa saat ini."
Namun tanpa disadari, gumamaman Zidan mengganggu Kamil.
"DIEM!" Bentak Kamil. Masih dengan nada yang belum terlalu tinggi.
"Ya Allah satu lagi, semoga suatu saat nanti sifat Kamil bisa berbalik 180° lebih baik. Gak ka..." perkataan Zidan tercekat.
"HIIH, DIEM BISA KAN?! HOBI BANGET GANGGU HIDUP ORANG!!!" Suara Kamil memecah keheningan kelas. "Braaak!" Di dorongnya kursi Zidan dengan kakinya. Kelas menjadi ricuh seketika. Sebagian murid ternganga melihat kejadian itu.
"Kamil, tolong" Zidan berusaha bangkit. Kakinya tertimpa kursi yang ia duduku tadi. Kini tumbang atas kelakuan Kamil.
"MANJA BET, BERDIRI AJA SENDIRI!" Tolak Kamil.
Berpasang pasang mata menatap Kamil heran. Ditambah dengan tajamnya tatapan Mr. Mahdi.
"Kamil, keluar sekarang, kerjain di ruang BK!" Bentak Mr. Mahdi.
"Gak mau! Yang salah dia kok. Dia yang ganggu Kamil duluan, kenapa Kamil yang harus keluar?!" Kamil mengelak.
"Tapi kan aku cuma doa. Itu aja gak keras." Zidan menanggapi.
"Apa? Gak keras keras? Gak salah denget nih?" Sergah Kamil.
"Wush! Udah, Kamil ayo keluar!" Mr. Mahdi melerai.
"Gak mau!" Kamil tetap kekeuh.
"Benta bentar, itu apa maksudnya? Garis garis merah di lantai, ini juga kenapa mejanya jadi kek gini?!" Kali ini mata Mr. Mahdi tertuju pada garis yg dibuat Kamil tadi.
"Suruh siapa buat tempat duduk Kamil deketan ama dia?!" Bentak Kamil.
"Emang kenapa sama Zidan?" Tanya Mr. Mahdi melembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Kita
Teen FictionJika keluarga adalah tempat kita pulang, maka sahabat adalah kendaraan yang menyertai dan menjaga kita di pengembaraan. Penuh petualangan sebelum akhirnya pulang ke pelukan keluarga.