GABIN | 4

29 3 0
                                    


( Tidak Tenang Lagi )

Setelah keluar dari kantin tadi, Nala memutuskan untuk pergi ke toilet. Yang tentunya harus berdebat terlebih dulu dengan si keras kepala Alzi. Yang benar saja, cowok itu bahkan menawarkan diri untuk menunggunya di depan toilet cewek tadi. Tapi untung akhirnya ia menyerah juga dan membiarkan Nala pergi.

Di sinilah sekarang ia berada, di dalam toilet wanita berdiri di depan wastafel yang juga di lengkapi dengan cermin. Lama ia hanya menatapi pantulan dirinya sendiri. Apa salah Nala yang harus memiliki kehidupan menyedihkan seperti ini? Sebut saja ia lebay atau semacamnya, tapi percayalah di usia yang baru menginjak dewasa seperti ini, tidak akan ada yang sanggup jika harus memikul masalah yang dihadapi nya kini tanpa seorang teman untuk berbagi.

Suara pintu yang dibanting kasar membuat Nala menolehkan kepalanya. Di sana berdiri empat orang siswi dengan seragam crop tee dan rok span super ketat di atas lutut. Nala beringsut ke dinding, sadar bahwa yang di tatap ke empat orang itu adalah dirinya. Memangnya siapa lagi kalau bukan dirinya. Di jam seperti ini jarang ada yang pergi ke toilet.

Cewek yang berjalan paling depan, berambut panjang dengan bagian bawah yang di warnai itu menatapnya dengan sinis. Cewek itu menyilangkan tangan di depan dada ketika sudah sampai di depannya.

"Heh, bopung! Emangnya lo siapa sampe harus duduk semeja sama Alzi tadi?! " bentaknya kasar, dengan jari telunjuk yang diacungkan tepat di depan wajahnya. Nala menundukkan kepalanya dalam-dalam. Bukan. Bukan Nala takut, ia hanya tidak ingin kesannya terlihat seperti melawan. Yang dibutuhkannya saat ini hanya mehindar dari masalah apa pun itu.

"Lo nggak tuli, kan? Itu mulut coba dipake buat ngomong. Atau lo mau gue sumpahin gagu beneran, hm? "

Teman-temannya ikut mengompori.

"Sikat aja udah Jes, kasih pelajaran. Tunjukin sama dia kalo lo siapa! " ucap seorang wanita dengan rambut sebahu dengan menggebu-gebu.

"Jawab pertanyaan gue sekarang! " bentaknya lagi.

"Bisa ngomong nggak sih lo! Diem mulu dari tadi. " ucap salah satu temannya lagi bernama Monica.

"Lo tau nggak. Kalo gue itu pacarnya Alzi. Gue saranin buat lo jauhin cowok gue. Dengar nggak lo! " karena geram cewek yang bernama Jesslyn Feranda itu mencengkeram rahangnya membuat Nala harus mendongak menatap sepasang mata itu yang menatapnya dengan murka.

"Atau nggak, gue bakal buat perhitungan lebih dari ini lagi. " Jesslyn memberikan intruksi kepada salah satu temannya yang bernama Manda dengan jentikan jari yang sedang bebas. Dengan sigap Manda menyerahkan apa yang dimaksud Jesslyn. Ia tersenyum licik dan mengguyur tubuh Nala dengan es sirup berwarna kuning.

Bisa Nala rasakan rasa dingin itu merembes ke dalam kulit, seragam putihnya kini sudah berubah warna menjadi kekuningan. Ternyata tidak hanya satu cup minuman saja yang Jesslyn tumpahkan, melainkan ada 4 cup yang sekarang isinya sudah berpindah ke seragam sekolah Nala.

Jesslyn menyentak rahangnya kasar, sehingga tubuh Nala terantuk dinding di belakangnya dengan keras.

"Gue bisa berbuat apa aja kalo lo masih berhubungan sama Alzi. Dasar gadis kampung, cuiiih. " setelah meludahi sepatu ketsnya, Jesslyn cs berjalan keluar dengan angkuh. Nala hanya bisa menatap nanar kepergian mereka, dan tubuhnya luruh ke lantai toilet. Ia memeluk tulutnya dan menangis, kalau sudah seperti ini apa yang harus ia lakukan sekarang. Tidak mungkin jika harus masuk ke kelas dengan keadaan basah seperti ini, teman-temannya akan semakin memandangnya aneh.

Apa ia harus membolos saja di dua jam pelajaran terakhir ini? Apa yang harus ia katakan nanti kepada sang Mama melihat seragamnya yang kotor?

Setelah lama beberapa menit berpikir, akhrinya Nala memutuskan untuk pergi ke rooftop sekolah. Walaupun ia siswa baru, tapi Nala tau bahwa sekolahnya memiliki rooftop. Ia sengaja memilih tempat yang dipapar sinar matahari langsung gunanya untuk mengeringkan seragam dan rambutnya yang kini basah.

Air mata tiba-tiba luruh tanpa bisa dicegah. Ia menangis sesenggukan, toh siapa juga yang akan mendengarnya sekarang. Sudah pasti semua kelas sedang sibuk dengan materi pelajaran sekarang.

"Hikss... Hikss... "

Disaat ia tengah menangis sesenggukan, Nala merasakan kehadiran seseorang. Ia menolehkan kepala ke samping sambil mendongak karena posisinya sekarang tengah tengah duduk bersimpuh. Cahaya matahari membuat silau yang mengharuskannya menyipitkan mata.

Seorang cowok berdiri beberapa meter darinya, tampak tenang dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantung hoodie berwarna mustard-nya. Nala tidak bisa melihat dengan jelas wajah cowok itu.

Tiba-tiba cowok itu melepaskan hoodienya sambil berjalan ke arah Nala. Tidak ada nametag di sana, dan wajah cowok itu juga masih tidak terlalu jelas. Setelah berada di sampingnya, cowok itu menurunkan tangan yang sedang memegang hoodie. "Pakai! " ucapnya cuma satu kata. Sialnya lagi Nala masih belum bisa melihat wajah itu dengan jelas.

Karena tidak mendapat respon dari Nala, cowok itu menggoyangkan tangannya. Nala tergagap. "A-apa? "

"Pakai! " ucapnya lagi dengan satu kata.

"A-aku? Ke-kenapa? " tanyanya begitu gugup.

Cowok itu mengangguk dan menyerahkan hoodie-nya di atas pangkuan Nala. Setelah itu cowok itu berbalik pergi. Nala mengernyit melihat punggung cowok itu yang kian menjauh. Lalu di pandanginya hoodie yang saat ini ada di atas pahanya, aroma menenangkan itu menusuk penciumannya. Tanpa ia sadari bahwa tangisan tadi sudah reda, entah apa alasannya kini ia malah merasa begitu tenang ketika memeluk hoodie itu.

***

Suasana sekolah sudah mulai sunyi sekarang, walaupun masih ada sebagian siswa-siswi yang masih tersisa. Nala berjalan dengan mengenakan hoodie kebesaran itu sambil menunduk menuju kelasnya, untuk mengambil tas sebelum menuju parkiran.

Ternyata di dalam kelas masih ada si Aldi, yang sangat menggilai game, mungkin saat ini ia sedang menikmati wifi sekolah untuk bermain game online, sehingga belum pulang seperti yang lain.

"Gue liat tadi lo nggak masuk? Lo bolos? " tanyanya ketika Nala baru sampai di meja miliknya. Ia menoleh sekilas, cowok itu sibuk dengan game di handpone-nya.

Nala memasang tasnya di pundak tanpa menjawab pertanyaan Aldi. "Lo bakalan dapat masalah kalau sekali lagi bolos dipelajarannya Pak Sultan, " ucapnya tenang, tanpa repot-repot menatap Nala.

Ia kira Aldi adalah sosok yang tidak terlalu peduli pada orang lain. Tapi, cowok itu bahkan menasihatinya kali ini. "Ya, tapi kalo lo masih mau bolos ya nggak papa juga sih buat gue. " kali ini cowok itu sudah bengkit dari duduknya, menatap Nala sekilas, lalu mengernyit melihat hoodie yang kali ini ia kenakan.

"Terimakasih, " ucap Nala, cowok itu hanya mengangguk, lalu berjalan keluar kelas.

GABINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang