GABIN | 5

25 2 0
                                    

( Menjauhi Masalah)

Dari kejauhan Nala bisa melihat Alzi tengah bersandar di badan mobil sport miliknya, dengan tas yang tersampir di bahu kiri. Sebisa mungkin Nala menghindari cowok itu, jika ada jalan selain melewati Alzi, Nala pasti sudah mengambil jalan itu sekarang.

"Bawain tas gue! " Nah, kan. Padahal tadi Nala sudah berjalan lebih cepat, tapi tetap saja Alzi sekarang sudah ada di depannya. Dengan tangan yang tengah memegang tas terulur ke arahnya.

Nala tidak mengindahkan perkataannya, bahkan ia juga tidak menatap wajah cowok itu barang sedetik. Ia memilih melanjutkan langkahnya melewati cowok itu.

Namun lagi-lagi langkahnya dihentikan cowok itu. "Lo lupa sama omongan gue kemarin, hm? " tanyanya sambil menurunkan wajah untuk menatap Nala yang selalu menundukkan wajah bak orang yang sedang mengheningkan cipta.

Nala hanya menggeleng, dan bermaksud meninggalkannya lagi. Namun kali ini bahunya ditahan. "Lo kenapa sih? Perasaan kemarin baik-baik aja. Kok, lo ngehindarin gue sekarang? " tudingnya. Nala berusaha menepis tangan cowok itu pada pundaknya.

"Nggak, jawab dulu pertanyaan gue! " desak Alzi, kali ini ia lebih kuat mencengkeram bahu kecil Nala.

Beruntung Nala diselamatkan oleh bel masuk yang berbunyi. Alzi berdecak tidak terima. "Inget lo masih jadi pesuruh gue. Jangan coba-coba kabur! "

Nala hanya diam mematung, hingga ia merasakan bahunya disenggol seseorang dengan keras, hampir saja ia jatuh ke tanah. Nala bisa melihat Jesslyn dan teman-temannya yang kini berjalan di depan Nala. Jesslyn menolehkan kepalanya ke arah Nala, mengacungkan jari tengah di udara.

Ia cuma bisa menahan diri, untuk terus mengucapkan kata sabar di dalam hati. Jika tidak sabar mungkin Nala sudah gantung diri.

Selama pelajaran pertama berlangsung, Nala tidak fokus dengan pelajaran yang diterangkan guru di papan tulis. Pikirannya melayang kemana-mana. Sehabis ini ia harus memikirkan cara untuk menghindari Alzi lagi. Nala menghela nafasnya, ia pikir sekolah baru artinya kehidupan baru juga, ternyata hanya menambah masalah baru lagi. Memang begitulah hidup kenyataannya.

Guru Matematika itu kini sudah pergi meninggalkan kelas, Nala terburu-buru membereskan buku dan alat tulis lainnya di atas meja, lalu berjalan menerobos melewati teman-temannya yang juga berusaha keluar kelas. Jangan sampai Alzi sampai di kelasnya terlebih dulu.

Nala menuju perpustakaan dengan setengah berlari, sesekali menolehkan kepala ke belakang, ia sudah seperti narapidana yang jadi buronan saja sekarang, orang-orang yang melihatnya menatap aneh. Masa bodo dengan itu, ia sudah sering mendapatkan tatapan aneh.

Napasnya tersengal ketika sampai di dalam perpustakaan, mengambil buku secara asal lalu memilih tempat paling pojok yang jarang terjamah siswa.

Lama ia hanya berdiam diri di pojok perpustakaan, menantikan bel masuk tiba.

"Pantes di kelas gue cari nggak ada, ternyata lo disini. " Alzi mengambil tempat duduk di depannya. Ia menghela napasnya pasrah. Tidak menanggapi perkataan cowok itu. Sepertinya perpus bukan lagi tempat yang aman.

"Lo kalo baca buku emang kebalik gitu? "

"Eh? " dengan kikuk Nala membalik bukunya kembali. Alzi terkekeh dibuatnya. Ternyata cowok pemaksa ini juga bisa tertawa.

"Lo kenapa ngehindarin gue? " tanyanya. Nala hanya diam, tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan itu.

"Ada yang lo sembunyiin. Perasaan kemarin lo nggak ada masalah apa-apa lagi, setuju-setuju aja sama perjanjian itu. " Tumben cowok ini bicara panjang. Biasanya hanya singkat. Karena tidak mendapat jawaban dari Nala, ia mendengus, lalu mengambil buku itu secara paksa meletakkannya di atas meja.

"Gue lagi ngomong, jawab! " perintahnya. Nala hanya menatapnya dengan tatapan lelah. Lalu ia berdiri.

"Lo nggak bisa pergi sebelum jawab pertanyaan gue! Lo takut? "

Nala menggeleng kuat, ia sudah akan pergi meninggalkan perpustakaan. Namun entah bagaimana posisinya, dengan mudah Alzi memutar tubuhnya, dan sekarang tubuh kecil itu terkurung dalam kungkungan tangan besar Alzi. Nala semakin menempelkan tubuh pada rak buku di belakangnya, jarak sedekat ini sungguh menyiksanya. Bahkan sekarang ia sudah menahan napas.

Alzi menatap matanya dengan intens, mengharuskan Nala untuk tidak menatap mata itu, sebagai pelarian ia hanya menatap kepada dua pasang sepatu di bawah.

Bisa dirasakannya bahwa Alzi semakin mengikis jarak yang ada, posisi mereka sekarang sangat rentan. Orang yang melihat bisa berpikir yang tidak-tidak.

Mendadak kepalanya terasa pening, ia seperti pernah mengalami hal serupa seperti ini. Saat itu Nala yang masih memakai seragam dari SMA Rahaja, SMA lamanya.

"Apa maksudnya tadi! " tudingnya, "Lo sengaja buat gue cemburu, hah? " Ricko yang saat itu masih berstatus sebagai pacarnya, terlihat sangat marah, sangat jelas dari urat-urat yang menonjol di leher itu.

Saat ini mereka sedang berada di halaman belakang sekolah, kedua tangan cowok itu berada di sisi kanan dan kiri Nala.

"A-aku, nggak maksud gitu, M—"

"Halah, Alasan lo! Jelas-jelas tadi gue liat lo bercanda sama cowok lain. "

"Nggak gitu, Rick—"

"Apa? Lo mau bilang kalo gue salah paham, gitu? " ucapannnya terus dipotong Ricko. Seolah kalimat penjelasan dari Nala tidak berarti untuk didengar.

"Aku nggak ada maksud buat kamu cemburu. Juga nggak ada maksud buat nggak peduli sama kamu tadi. "

Ya, memang tadi. Ketika Ricko datang ke kelasnya, Nala yang merasa Ricko tidak buka suara lagi, ia mencoba mengobrol dengan salah satu teman cowok di kelasnya yang kebetulan duduk di dekat bangku Nala. Cuma obrolan biasa. Apakah itu salah?

Namun, Ricko menganggapnya berbeda. Ricko merasa bahwa kehadirannya tidak dipedulikan. Padahal Ricko sendiri yang tidak memulai obrolan di antara mereka. Itu sebab cowok itu menariknya dan menudingnya sekarang di halaman belakang sekolah.

"Gue nggak suka, lo ngomong sama cowok lain! Apalagi pas ada gue di sana, ngerti! "

"I-iya, Ma-maf, aku nggak bakalan gitu lagi, " cicitnya, dengan suara terbata.

"Bagus," katanya, lalu mulai mendekatkan wajah mereka.

"Rick, mau ngapain? "

"Bentaran. "

"Rick, tapi ini di sekolah. " dengan tangan gemeteran Nala menahan wajah Ricko yang hampir saja menyentuh bibirnya.

"Ck, " decaknya tidak terima.

"Rick, mau kemana? " tanya Nala merasa heran dengan langkah tergesa Ricko.

"Mau kasih perhitungan sama cowok tadi. " mendengar itu Nala jadi panik, bergegas ia mengejar Ricko.

"Rick, jangan Rick. Ricko! " Air mata sudah turun dari kedua matanya.

"Nal, Nala. Jawab pertanyaan gue? " Nala terbuyar dari lamunannya, oleh sentuhan kecil pada bahunya.

"Ke-kenapa? "

"Ada yang ganggu Lo? " tanya Alzi serius.

"Ngg, lo kan udah punya pacar. " Nala tidak tau apa ini benar atau salah. Alis itu bertautan.

"Pacar? Gue nggak punya pacar. Oh, gue tau sekarang, " Sekarang Alzi tau siapa dalang di balik semua ini. Memangnya siapa lagi wanita yang sering mengklaim dirinya sebagai pacar Alzi kalau bukan, Jesslyn. Cewek yang berpakaian saja masih belum benar.

GABINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang