"Kenapa?" tanya Angelo dengan senyum cenggar-cengirnya, "kok berhenti mainnya?"
"Ya gara-gara kamulah, ih, dasar!"
"Main lagi dong."
"Udah enggak mood, kamu ke sini sama siapa?"
"Tuh!" tunjuk Angelo ke arah parkiran mobil. "Kak Andra," sambil melambaikan tangan kanannya.
"Sama itu orang?"
"Iya, kita mau jepret-jepret gitu, ikutan, ya?"
Mendengar nama cowok itu hampir membuat telinga Bella terbakar. Apa yang dia takutkan mungkin akan terulang kembali. Sekali hati yang sudah menjadi karang, tetaplah karang, akan sulit mengubahnya menjadi butiran pasir.
Demi persahabatnnya dengan Angelo, Bella mencoba menerima Andra dengan senyum simpulnya. Walau terkesan dipaksa, mungkin ini jalan yang terbaik untuk membuat Angelo tetap bahagia.
"Kalau gitu aku ganti baju dulu, ya?"
Angelo hanya mengangguk sambil memainkan kameranya.
Selang beberapa menit, Bella kembali dengan kaos oblong putih dan celana pendeknya. Terlihat sederhana, tapi sangat cocok dikenakan oleh gadis itu.
"Aku udah siap, kita mau ke mana?"
"Ke danau aja, pokok enggak terjauh dari sini, gimana?"
"Oke."
Tatapan mata Bella yang tajam, tidak bisa berbohong. Mata itu sebenarnya menyimpan kekecewaan yang dalam. Akan tetapi, demi sebuah persahabatan, kekecewaan itu dapat dia kemas secara apik agar tak terendus oleh Angelo.
Tetaplah Andra dapat membaca tatapan mata Bella yang tidak menyukainya. Bella salah tingkah akan hal itu. Dia mulai memutar otak untuk beralasan yang lain.
"Aku enggak mau ke danau."
"Kenapa, Bell?"
"Mendadak enggak enak badan."
"Ya udah kita pulang aja." Anggelo memasang wajah pasrah.
Alih-alih belajar berbohong, Bella terkena senjatanya sendiri. Tergambar kekecewan di wajah Angelo, sangat nyata. Membuat Bella merasa bersalah. Bukankah dia yang menyuruh Angelo untuk datang ketempatnya berlatih basket, tapi kenapa setelah dating, Bella mengusir sahabatnya dengan cara halus. Ini bukan salah Angelo, namun ini salah Andra.
Tanpa menghiraukan lingkungan sekitar, Angelo berjalan menuju mobilnya. Bella hanya mampu terpaku melihat Angelo berjalan lebih cepat dari seekor siput. Sama halnya dengan Bella, Andra juga masih tetap terpaku di tempatnya berdiri.
Baru kali ini mereka melihat Angelo yang selalu ceria mendadak menjadi mengerikan. Mungkin sudah beberapa meter Angelo berjalan menjauh dari Bella. Angelo seperti berjalan melayang. Tiba-tiba tubuh Angelo limbung dan tanpa terduga tubuh ringkih itu terkulai lemas di tepi lapangan basket. Sontak Bella dan Andra kaget menyaksikan pemandangan itu.
"Astaga, Angelo!" teriak Bella sambil berlari mendekati tubuh lemah sahabatnya.
Tidak ingin tertinggal dan disalahkan, Andra pun berlari menghampiri Angelo.
"Angelo, aku mohon bangun!" Bella berusaha mengoyang-goyangkan tubuh sahabatnya itu agar dapat tersadar. "Aku minta maaf udah bikin kamu kayak gini, maafin aku Angelo. Tolong bangun Angelo!" Air mata Bella pun tidak mampu dia tahan untuk jatuh membasahi pipinya.
"Ini bukan waktunya menyalahkan diri sendiri." Bantah Andra penuh murka. "Ya udah, kita bawa dia ke rumah sakit aja."
"Gampang banget ngomong kayak gitu, seandainya kamu enggak ada di sini, ini semua enggak akan terjadi."
"Kita bisakan bahas ini nanti aja."
"Minggir! Biar aku aja yang bawa dia ke rumah sakit." Bella terlihat murka dengan air mata yang tidak dapat terkontrol untuk tidak menetes.
"Oke, aku minta maaf untuk yang semalam, sekarang izinkan aku buat ikut bawa Angelo ke rumah sakit," pinta Andra mencoba tulus.
"Apa, maaf? segampang itu?"
Ketika suasana menegang, sesuatu yang tidak terduga sama sekali mengagetkan mereka yang beradu argument. "Enggak jadi ke rumah sakit?" tanya Angelo dengan nada ceria, seceria mentari yang bersinar di atas awan putih.
"Angelo?" Bella terlihat kebingungan.
"Iya?" sahutnya dengan cepat.
"Enggak lucu ya," tambah Bella dengan memasang wajah yang super jutek.
"Habisnya kalian sepertinya enggak suka dengan acara pagi ini., kenapa, sih?"
"Nyebelin," jawab Bella menghapus air matanya.
Pohon cemara, menjulang di atas permukaan tanah. Daun-daun seakan tersenyum tertiup embusan angin. Udara terasa begitu bersahabat, walau terik matari sedikit menyengat kulit.
"Sudahlah, ayo kita melakukan sesuatu yang bermanfaat, jangan marahan kayak gini terus," ucap Angelo yang menyadari jika hubungan Bella dan Andra tidak baik-baik saja.
Andra dan Bella saling berkacak pinggang. Angelo segera meraih tangan kanan Bella dan juga Andra untuk dia gandeng sesuai dengan keinginannya. Mereka akhirnya pasrah meuruti apa yang Angelo inginkan.
"Kak Andra, gimana kalau Kakak yang menjadi modelnya, biar aku yang menjadi fotografernya?"
"Emang bisa?"
"Bisalah."
Angelo begitu antusias mengarahkan sang Kakak agar sepemikiran dengannya. Tapi, sebaliknya Andra malah manyun dan memasang wajah masam.
"Aku enggak mau!"
Bella tidak diam melihat situasi ini. Sedikit rayuan mautnya mungkin akan bisa membantu membujuk Andra, sekalipun Andra masih menjadi rivalnya. Ini demi sahabatnya, Angelo.
"Andra, kamu itu ganteng, kayak Jacson Got7, jadi mau, ya, difoto?" ungkap Bella sambil memohon pada Andra.
"Tapi, bentar aja, ya, aku lagi enggak mood!"
"Beres."
Dengan keterampilan ala kadarnya, Angelo mengarahkan sang Kakak untuk bergaya sesuai dengan kemauannya. Raut wajah ceria bercampur bahagia terlihat dari wajah pucat Angelo. Beda halnya dengan Andra yang berusaha tersenyum, namun tetap terlihat masam dalam kamera.
"Kak, senyum dikit dong!" perintah Angelo pada Andra untuk memainkan pose yang sempurna, "kayak orang sakit gigi aja, senyum!"
Beberapa kali Angelo mengarahkan Andra agar tersenyum, agar hasilnya cukup bagus untuk seorang fotografer amatiran sepertinya. Ingin rasanya Andra membantah, tapi, dia sudah terjerumus dalam sebuah permainan yang dimainkan oleh Angelo.
Di balik pohon, Bella mencoba membaca karakter Andra yang sulit tertebak olehnya. Dia tidak ingin mendekat dengan Andra maupun Angelo. Takut menganggu konsentrasi fotografer amatir yang sok profesional.
Dari kejauhan Bella tersenyum sendiri sambil menutup mulutnya dengan satu tangan. Agar kedua kakak beradik itu tidak melihatnya. Entah apa yang membuatnya tersenyum, yang pasti ini karena ulah sahabatnya yang konyol. Namun, sekelebat rasa takut mulai hadir.
"Apakah kebahagiaan ini nyata, sampai kapan dia bisa bertahan?" tanya Bella meratapi kondisi Angelo yang semakin memburuk.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Angelo ✔️ (Tamat)
Ficção AdolescenteMenjadi anak sebagai penyebab kematian ibunya merupakan beban yang harus ditanggung seumur hidup. Bahkan Andra sebagai sang kakak tidak mengakui akan keberadaan adiknya. Terlebih kutukan dari penyakit hemofilia yang melekat pada tubuhnya membuat Ang...