💤 o n e 💤

911 139 30
                                    

Seluruh penduduk di bawah kekuasaan Raja Leo berdoa bersama, meminta kesembuhan atas pangeran mereka terhadap Tuhan. Seluruh rumah kosong, mereka semua berdoa di lapangan terbuka sementara yang letak rumahnya dekat dengan istana, berdoa di istana bersama raja dan ratu.

Acara doa bersama hanya berlangsung kurang lebih satu jam, menandakan semakin menipis batas waktu untuk menyelamatkan pangeran. 

"Bagaimana ini? Pangeran Ritsu sudah tertidur selama tiga ratus enam puluh hari! Itu artinya kita hanya punya waktu seratus tiga puluh lima jam sebelum pangeran tertidur selamanya. Lantas apa yang harus kita lakukan? Kita tidak mungkin membiarkan pangeran meninggal begitu saja."

"Kenapa kau selesu itu, Izumi-chan? Tidak biasanya."

Seorang ksatria berambut perak itu tidak mempedulikan perkataan tersebut. Hatinya begitu resah, beban berat sebagai penjaga pangeranlah penyebabnya. Bukannya Izumi menyesal karena pekerjaannya, justru ia tidak pernah menyesal menjadi salah satu penjaga pangeran. Ia sangat senang dan bangga kala Raja Leo menunjuknya sebagai salah satu penjaga pangeran. Apa lagi pangeran merupakan sahabatnya sejak kecil. Hanya saja ketidakberdayaannya menyelamatkan pangeran membuatnya begitu terpuruk.

"Ini semua gara-gara Pangeran Rei! Jika saja dia tidak bertindak bodoh dengan cara mempelet Pangeran Ritsu, mungkin keadaannya tidak akan jadi seperti ini." Ksatria berambut merah ikut membuka suara.

"Kau juga tidak boleh bicara begitu, Tsukasa-chan. Kita bisa lihat dengan jelas bahwa Pangeran Rei juga sangat menyesal. Dia bahkan mengasingkan dirinya sebagai bentuk penyesalannya."

Tsukasa tak membalas kalimat dari seniornya. Yang dia lakukan hanya menggembungkan pipinya kesal.

"Jangan sedih, Izumi-chan, Tsukasa-chan. Apa kalian lupa dengan apa yang dikatakan penyihir kerajaaan?" Arashi —penjaga pangeran sama seperti Izumi dan Tsukasa— menepuk bahu kedua rekannya itu guna menguatkan hati mereka. Sebenarnya kekalutan juga melanda Arashi, namun ia percaya bahwa dibalik kegelapan pasti ada cahaya. Sama halnya dengan pelangi yang muncul kala hujan reda.

.
.
.
.

Sementara itu, di daerah perbatasan kerajaan, tinggallah seorang gadis desa pekerja keras bernama [Full Name]. Setelah ayah dan ibunya meninggal, [Name] mewarisi usaha barang elektronik yang telah dikelola keluarganya selama beratus generasi. Namun takdir berkata lain; usaha itu bangkrut dalam semenit di tangannya.

Walaupun kini sebatang kara dan jatuh miskin, harga diri [Name] menolak untuk jadi pengemis. Karena baginya, lebih baik menjadi pelukis daripada pengemis. Meski kenyataannya gadis itu tidak bisa melukis, yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah bekerja di sebuah toko alat tulis.

Sungguh miris.

"[Name], apa kau tidak berniat untuk ikut sayembara?" Tanya seorang bibi yang tidak lain dan tidak bukan adalah boss [Name] sendiri.

"Sayembara apa?" Tanya gadis itu heran.

"Mencium Pangeran."

Brusshh

Hujan lokal langsung mengenai wajah si penanya. [Name] selaku sang pelaku hanya bisa meringis dan meminta maaf atas aksi penyemburannya barusan.

"Ih, jorok!" Orang itu menatap [Name] kesal. Dengan segera ia mengelap wajahnya dengan sapu tangan.

"Maaf, maaf. Salah bibi sendiri membuatku terkejut. Sudah tau aku sedang minum." [Name] beralasan, "Tapi apa maksud bibi dengan sayembara itu? Sayembara apa? Mencium Pangeran? Memangnya ada sayembara aneh seperti itu?"

"Tentu saja ada. Makanya, kau jangan kudet jadi orang, " Sahut bibi itu setengah mengejek.

[Name] mencibir, "Aku kan orang sibuk. Mana ada waktu untuk bergosip."

"Ini bukan sekedar gosip, [Name]. Semua orang di Negeri HepiEle sudah mengetahui berita itu."

"Berita apa?"

"Berita bahwa Pangeran Ritsu terkena kutukan. Karena kecerobohan Kakaknya, Pangeran Ritsu tertidur sampai sekarang. Jika tidak segera diselamatkan, nyawa Pangeran Ritsu bisa dalam bahaya. Dan yang bisa menyelamatkannya hanyalah ciuman dari gadis yang tulus mencintainya." Jelas bibi itu panjang lebar.

"Tapi kenapa harus dicium? Kan bisa pakai cara lain. Disiram air misalnya."

"Pangeran Ritsu bukan kau yang harus disiram air dulu baru bangun."

[Name] kembali mencibir. Terkadang boss-nya ini memang bisa begitu menyebalkan.

"Kalau memang begitu, berarti bibir Pangeran Ritsu sudah tidak suci lagi dong? Kan cara membangunkan Pangeran harus dengan cara dicium."

Mendengar kalimat [Name], lantas wanita paruh baya itu menggeleng kemudian berkata dengan serius, "Menurut rumor yang aku dengar, belum ada yang berhasil mencium Pangeran Ritsu. Tubuhnya seperti dilapisi pelindung. Seolah hanya boleh disentuh oleh cinta sejatinya saja."

"Hah?"

Bibi itu memukul pelan kepala [Name] dengan kemoceng yang ada di tangannya, "Jangan Hah heh hoh. Kau mau mencobanya tidak? Lagipula, kau ini kan jomblo dari lahir, siapa tau kau berjodoh dengan Pangeran Ritsu. Yah, meski aku kasihan pada Pangeran sih jika dia benar-benar berjodoh denganmu. Kau ini sudah bodoh, pendek, jorok pula. Ckckck."

"Aku tidak jorok!" Sahut [Name] tidak terima.

"Kau itu jorok, [Name]. Buktinya kau belum mandi kan sekarang?" Bibi itu tertawa ketika melihat wajah pegawainya yang kesal. Menggoda [Name] memang selalu menyenangkan baginya.

"Berisik ah! Meskipun belum mandi, aku tetap cantik tuh." Ucap [Name] penuh percaya diri.

Bibi itu berpose seolah dia akan muntah. Meskipun yang dikatakan [Name] tidak sepenuhnya salah. Setidaknya gadis itu memang cukup cantik mengesampingkan kelakuannya yang jauh dari kata cantik.

[Name] itu tomboy, namun gadis itu baik hati dan juga pemberani.

Itulah [Full Name].

Dia cantik dengan caranya sendiri.

"Jadi bagaimana?"

"Bagaimana apanya?"

Bibi itu menatap [Name] gemas, "Kau mau coba tidak? Hadiahnya lumayan lho, kau bisa menikahi Pangeran! Kau akan kaya, [Name]! Kaya!"

"Kaya apa? Kaya monyet?" [Name] memutar matanya malas, "Dengar ya, bibi. Kau bilang pangeran Ritsu bisa dibangunkan hanya dengan ciuman dari orang yang tulus mencintainya kan? Jika aku melakukan itu demi hadiahnya, itu bukan cinta sejati namanya. Lagipula, aku tidak mau mencium orang sembarangan. Apalagi itu orang asing."

"Kau berkata seolah ada yang sudi menciummu saja."

Ctak!

Perempatan imajiner hinggap di kepala [Name] begitu mendengar kalimat pedas yang keluar dari mulut boss-nya itu.

"Ah, andai aku belum punya suami. Pasti aku yang akan menyelamatkan pangeran Ritsu." Bibi itu terkekeh seraya berpose alay dengan cara meletakkan telapak tangan di kedua sisi wajahnya.

"Cih! Kalau bibi yang mencium Pangeran, dia pasti akan mati saat itu juga."

Sebelum kemoceng itu mengenai kepala [Name], gadis itu sudah berlari meninggalkan boss-nya tersebut.

"Aish, anak itu menyebalkan sekali."

Words : 954

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Words : 954

See u in the next chapter 🤗

Switch Roles: Sleeping Beauty [Sakuma Ritsu x Reader] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang