"AGH MAMA, TOLONG!" Kai mengerang kencang, mengabaikan tatapan terganggu dari kucingnya yang sedang makan.
Tak lama, terdengar suara bising panci yang jatuh, disusul mamanya yang keluar terburu-buru dari dapur, lengkap dengan celemek dan raut paniknya.
"Kenapa?!"
Kai nyengir. "Enggak, ini PR susah banget," katanya terkekeh pelan. Mamanya melotot, kemudian kembali masuk ke dalam dapur setelah berucap,
"Uang jajan kamu mama potong."
Kai balas melotot, namun tak turut menolak. Jika ia angkat suara lagi, bisa saja yang asalnya dipotong menjadi dihilangkan.
Dan tentunya Kai tidak mau hal itu terjadi.
Kai membawa buku dan ponselnya ke kamar, lalu membantingnya ke atas kasur. Gadis itu melamun sejenak, mengambil ponselnya dan duduk di bangku belajarnya.
Ia tampak uring-uringan menatap nama kontak WhatsApp yang tertera pada layar. Otak dan hatinya seolah berperang.
Kai berakhir melempar benda pipih tersebut ke atas meja belajarnya, menimbulkan bunyi nyaring yang mengganggu indra pendengarannya. Kai kalah, egonya terlalu tinggi.
Kaki jenjangnya melangkah mendekati cermin besar dengan ukiran kayu di pinggirannya yang menempel di dinding. Gadis itu menatap lamat-lamat poninya yang mulai memanjang, nyaris menutupi matanya.
Iris itu bergerak melirik gunting di atas meja belajarnya, memotong helaian itu hingga mengotori lantai. Potongannya benar-benar rapi. Kai mengatur rambutnya dengan jemari, nyaris terkena serangan jantung saat mendapati poni hitamnya berada beberapa senti di atas alis.
"SHIT!"
🍁🍁🍁
Keterlambatan Kai beberapa hari terakhir ini sudah tak membingungkan para siswa lagi, karena semua pun tahu, bahwa gadis itu terlambat hanya agar bisa duduk bersama Aaron. Sistem rolling pada tempat duduk yang membuatnya begini--lebih tepatnya.
Kedekatannya dengan Aaron juga tak lagi menimbulkan tanya. Aaron pun tak ambil pusing, kukuh pada sifat masa bodohnya asalkan Kai tak melibatkannya pada masalah.
Namun hari ini sepertinya adalah puncak keanehannya.
Gadis itu tiba nyaris jam delapan pagi. Untungnya saja Pak Solih memang sering terlambat masuk ke kelas. Lalu yang kedua, Kai memakai jaket di cuaca yang cukup panas seperti sekarang, sebagian wajahnya bahkan tertutup hoodie. Dan yang terakhir, gadis itu duduk dengan Caca, sengaja memilih jalan memutar agar tak melewati Aaron.
Tunggu, ada apa dengan Kai?
Ardan mendaratkan bokongnya di samping Aaron, tak melepas pandangannya dari Kai. "Kenapa nih? Kalian berdua marahan?" Tanya Ardan. Aaron menoleh sejenak sebelum menggeleng pertanda tak tahu.
Atau tak peduli?
"Heh, Gem!" Ardan berseru, kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebelum kedua tangan tersebut menangkap ransel miliknya yang mulanya dilempar Gema.
"Tapi tumben, loh, Ron," ujar Ardan hingga Aaron berdecak, ia sedang menghapal materi presentasi. "Biasanya, kan, kalian nempel mulu. Kok tumben si Kai sampe ngejauh gitu?" Lanjutnya.
Aaron mengangkat bahunya sekilas. "Gak tau."
Siswa itu menepuk bahu Aaron sekali. "Denger ya, Ron, kalau ada masalah itu selesein baik-baik, jangan sampe berantem jauh-jauhan gini, gak baik! Kalau bisa, lo kasih apa, kek, coklat, seblak, eskrim atau apa gitu-- HMMPPH! BABI!" Perkataan Ardan terputus, digantikan makian ketika sebuah gumpalan kertas masuk ke dalam mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIEME (Hiatus)
Novela JuvenilINSIEME {Italian} (n) together. "When problem can solved alone, why must solve it together?" ©SleepyHead Bandung, 24 Maret 2020